Topswara.com -- Salah satu patokan akhlak aslinya seseorang adalah muamalah masalah harta. Mohon jangan digeneralisir ikhwan ngaji demikian semua, ini hanya oknum, banyak sekali yang berakhlak mulia dan amanah.
“Afwan Akh, Usahanya udah bangkrut !”[1]
Mungkin semacam ini ungkapan seorang ikhwan yang meminjam uang dari ikhwan yang lain untuk modal usaha, atau melakukan transaksi mudharabah, ia menjalankan modal orang lain. Yang menjadi masalah adalah, ia tidak bertanggung jawab dengan uang yang dipinjam.
Atau tidak bertanggung jawab dengan usaha yang diamanahkan, usaha dilepas begitu saja tanpa ada perbaikan atau berusaha meminimalkan kerugian atau tidak bertindak profesional mengelola usaha, bisa jadi malas, tidak menunaikan usaha dan lain-lain. Kemudian, dengan enteng mengucapkan:
“Afwan akh”
“Afwan akh, usahanya agak enggak lancar”
“Afwan akh, usaha modalnya sudah saya pakai dulu untuk bayar kontrakan rumah”
“Afwan akh, kemaren kepepet, jadinya keuntungan awal saya pakai dulu buat biaya bulanan”
Ketika meminjam uang, seolah-olah langsung hadir di depan pintu rumah dengan cepatnya, akan tetapi ketika ditagih, menghindar, tidak ada kabar dan susah dicari dan bahkan tidak menjelaskan sedikitpun bagaimana perihalnya. Kami dan beberapa ikhwan kenalan mengalami sendiri hal ini, padahal mereka sudah “ngaji” dan kurang lebih paham masalah agama.
Sudah beberapa ustaz yang menceritakan masalah ini, kami dengar langsung bahwa ada juga ikhwan yang tidak amanah dalam bermuamalah dalam harta. Kami dengar langsung sebuah majalah dengan tema pengusaha bagi kaum muslimin, harus gulung tikar, tidak terbit lagi karena banyaknya agen yang tidak membayar majalah yang mereka sudah jual.
Piutang majalah sampai ratusan juta karena agen yang notabenenya kebanyakan ikhwan “ngaji” menunggak uang majalah sampai beberapa bulan, bahkan ada yang tidak ditunaikan.
Begitu juga majalah dakwah di Jawa Timur dan di kota Solo, memiliki piutang ratusan juta dari agen-agen. Semoga majalah-majalah dakwah tetap eksis dan memberi manfaat bagi kaum muslimin.
Sampai-sampai kami dengar langsung ada yang berkata, “kalau mau usaha bisnis, jangan sama ikhwan, tidak semuanya menerapkan ilmunya, lebih baik sama orang awam, mereka ada yang profesional dan amanah.”
Walaupun kami tidak setuju seratus persen karena ada juga ikhwan yang amanah dan profesional. Dan masih banyak cerita seperti ini lagi.
Salah satu tolak ukur baiknya akhlak adalah muamalah dengan harta. Yang perlu diperhatikan bersama bahwa hendaknya kita memperhatikan bagaimana muamalah kita dengan harta. Karena ulama menjelaskan satu tolak ukur akhlak, yaitu untuk mengetahui akhlak sebenarnya seseorang adalah:
Pertama, akhlak ketika safar.
Karena safar di zaman dahulu susah dan lama, ketika senang semuanya baik dan bisa jadi teman, ketika susah, belum tentu ia bisa jadi teman dan memiliki akhlak yang baik.
Kedua, akhlak kepada istrinya.
Bisa jadi ia baik dan sopan dengan semua orang, karena posisinya lemah, misalnya jadi bawahan di kantor, atau takut dikomentari orang. Tetapi karena istri yang biasanya menjadi bawahannya, bisa jadi sebagai luapan amarahnya.
Ketiga, muamalah dalam urusan harta.
Bisa kita lihat dalam riwayat berikut:
فَقَدْ جَاءَ أَنَّهُ شَهِدَ عِنْدَهُ رَجُلٌ شَهَادَةً ، فَقَالَ لَهُ : لَسْتُ أَعْرِفُكَ ، وَلا يَضُرُّكَ أَلا أَعْرِفُكَ ، ائْتِ بِمَنْ يَعْرِفُكَ . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ : أَنَا أَعْرِفُهُ . قَالَ : بِأَيِّ شَيْءٍ تَعْرِفُهُ ؟ قَالَ : بِالْعَدَالَةِ ، وَالْعَقْلِ . قَالَ : هُوَ جَارُكَ الأُولَى الَّذِي تَعْرِفُهُ لَيْلَهُ وَنَهَارَهُ ، وَمُدْخَلَهُ وَمُخْرَجَهُ ؟ قَالَ : لا , فَقَالَ : فَعَامِلُكَ بِالدِّرْهَمِ وَالدِّينَارِ ، اللَّذَيْنِ يُسْتَدَلُّ بِهِمَا عَلَى الْوَرَعِ ؟ قَالَ : لا . قَالَ : فَرَفِيقُكَ فِي السَّفَرِ الَّذِي يُسْتَدَلُّ بِهِ عَلَى مَكَارِمِ الأَخْلاقِ ؟ قَالَ : لا . قَالَ : لَسْتَ تَعْرِفُهُ . ثُمَّ قَالَ لِلرَّجُلِ : ائْتِ بِمَنْ يَعْرِفُكَ
Pernah ada seseorang yang memberikan persaksian di hadapan Umar bin Al-Khathab, maka Umar pun berkata, “Aku tidak mengenalmu, dan tidak me-mudharat-kan engkau meskipun aku tidak mengenalmu. Datangkanlah orang yang mengenalmu.”
Maka ada seseorang dari para hadirin yang berkata, “Aku mengenalnya, wahai Amirul Mukminin.”
Umar berkata, “dengan apa engkau mengenalnya?”
Orang itu berkata, “dengan keshalihan dan keutamaannya.”
Umar berkata, “Apakah dia adalah tetangga dekatmu, yang engkau mengetahui kondisinya di malam hari dan di siang hari serta datang dan perginya?”
Orang itu berkata, “Tidak.”
Umar berkata lagi,
فَعَامِلُكَ بِالدِّرْهَمِ وَالدِّينَارِ ، اللَّذَيْنِ يُسْتَدَلُّ بِهِمَا عَلَى الْوَرَعِ
“Apakah dia pernah bermuamalah denganmu berkaitan dengan dirham dan dinar, yang keduanya merupakan indikasi sikap wara’ seseorang?”
Orang itu berkata, “Tidak.”
Umar berkata lagi,
“Apakah dia pernah menemanimu dalam safar, yang safar merupakan indikasi mulianya akhlak seseorang?”
Orang itu berkata, “Tidak.”
Umar menimpali, “Jika demikian engkau tidak mengenalnya.”[2]
Mari Perhatikan Akhlak Kita
Hendaknya kita memperhatikan hal ini, akhlak sangat berperan penting dalam dakwah. Tidak kita berkaca pada sejarah berapa banyak musuh islam yang masuk Islam karena Akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia. Dan juga Kasus-kasus Yang seperti ini bisa merusak dakwah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ اَلْجَنَّةَ تَقْوى اَللَّهِ وَحُسْنُ اَلْخُلُقِ
“Yang paling banyak memasukkan ke surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia”[3]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلاَقِ”
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”[4]
Dan perlu diperhatikan bagi yang sudah “ngaji”, yang notabenenya insyaAlah sudah mulai mempelajari ilmu tauhid dan akidah, mengetahui sunah, mengetahui berbagai macam maksiat, tidak mungkin setan mengoda dengan cara mengajaknya untuk berbuat syirik, melakukan bid’ah, melakukan maksiat akan tetapi setan berusaha merusak akhlaknya. Setan berusaha menanamkan rasa dengki sesama, hasad, sombong, angkuh dan berbagai akhlak jelak lainnya.
Setan menempuh segala cara untuk menyesatkan manusia, tokoh utama setan yaitu Iblis berikrar untuk hal tersebut setelah Allahazza wa jalla menghukumnya dan mengeluarkannya dari surga, maka iblis menjawab,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَْ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Karena Engkau telah menghukumku tersesat, aku benar-benar akan (menghalang-halangi mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Al-A’raf: 16-17).
Demikian semoga bermanfaat, semoga Allah selalu memperbaiki Akhlak kita.
أَللَّهُمَّ اهْدِنِيْ لِأَحْسَنِ الأَخْلَاقِ, فَإِنَّهُ لَا يَهْدِيْ لِأَحْسَنِهَا إِلَّاأَنْتَوَاصْرِفْ عَنِّيْ سَيِّئَهَالَايَصْرِفُ عَنِّيْ سَيِّئَهَاإِلَّاأَنْتَ
“Ya Allah, tunjukkanlah aku pada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang bisa menunjukkannya selain Engkau. Ya Alloh, jauhkanlah aku dari akhlak yang tidak baik, karena tidak ada yang mampu menjauhkannya dariku selain Engkau.”[5]
Ustaz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK
(Alumni ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)
[1] Istilah AA Game, kami dengar dari kajian Ustadz Zainal Abidin, Lc hafidzahullah
[2] Ibnu Hajar berkata, Dishahihkan oleh bin Sakan, ini dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil 8/260 no 2637
[3] HR At-Thirmidzi, Ibnu Maajah dan Al-Haakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani
[4] H.R. Al-Hakim dan dinilai sahih oleh beliau, adz-Dzahabi dan al-Albani
[5] HR. Muslim 771, Abu Dawud 760, Tirmidzi 3419
0 Komentar