Topswara.com -- Siapa yang menyangka bila sebuah kejutan untuk merayakan hari bahagia justru berakhir duka? Maksud hati ingin membuat suprise ultah untuk seorang kawan. Namun, ternyata itu malah mengantarkannya pada kematian.
Itulah yang terjadi di SMAN 1 Cawas, Klaten pada Senin (8/7/2024) lalu. Sang Ketua OSIS yang sedang ultah mendapatkan suprise dari rekan-rekannya. Untuk merayakan ultahnya, mereka menyiram sang ketua dengan tepung dan menceburkannya ke kolam yang ada di sekolah. Sampai di situ, mereka semua masih bergembira, termasuk sang ketua OSIS.
Namun, keceriaan mulai berubah saat sang ketua hendak keluar dari kolam. Tanpa sengaja, ia menginjak kabel yang terpasang di kolam dan tersengat aliran listrik. Sang Ketua OSIS pun akhirnya meninggal dunia. (tempo.co, 10/7/2024)
Pelajaran Besar
Peristiwa ini menjadi pelajaran besar bagi semua pihak. Kita diingatkan tentang pentingnya untuk selalu memperhatikan keselamatan dan keamanan kapan pun dan di mana pun berada.
Boleh saja merayakan momen bahagia selama tidak berlebihan dan tidak bertentangan dengan norma-norma. Hendaknya juga berpikirlah dahulu sebelum bertindak. Jangan sampai menjadi lalai dan lengah gara-gara mengejar sesuatu atau kesenangan.
Bagi sekolah tentu harus lebih mengawasi kegiatan siswa-siswanya. Selama di sekolah, siswa-siswa menjadi tanggung jawab sekolah. Jangan sampai sekolah tidak mengetahui apa yang dilakukan siswa-siswanya, apalagi jika itu sesuatu yang bisa mengundang bahaya.
Sekolah juga harus memperhatikan sarana dan prasana yang ada agar jangan sampai mengganggu, bahkan membahayakan para siswa dan yang lainnya. Ketika ada sarana dan prasana yang rusak atau penempatannya tidak tepat, maka harus segera diperbaiki. Bisa saja hal seperti itu menimbulkan gangguan atau celaka di kemudian hari. Jangan menunggu ada korban dahulu baru melakukan perbaikan.
Realitas Lumrah
Peristiwa yang terjadi di SMAN 1 Cawas menunjukkan realitas generasi dan masyarakat kita saat ini. Perayaan ultah dengan menyiram tepung dan menyeburkan seseorang ke kolam telah menjadi hal yang lumrah. Sudah biasa bila antar teman melakukan suprise atau prank dalam rangka merayakan ultah. Mengerjai teman hingga marah atau menangis. Tujuannya supaya hari spesialnya berkesan.
Meskipun tidak jelas manfaatnya, tetapi ternyata banyak yang melakukannya. Apakah suprise ultah tersebut bisa membawa dampak positif? Ternyata, senangnya pun juga cuman sebentar. Belum lagi itu bisa menimbulkan ketidaknyamanan, baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain di sekitar.
Namun, sayangnya generasi kita banyak yang masih berpikir bahwa hidup adalah untuk saat ini. Mereka berpikir bahwa hidup untuk menikmati kesenangan. Senyampang masih muda nikmatilah semuanya. Tidak heran bila mereka juga minim pertimbangan dalam berbuat. Mereka cenderung berbuat spontan tanpa pikir panjang. Konsekuensi atau dampak dari perbuatannya dipikirkan belakangan. Yang penting hepi dulu aja!
Salah Asuh
Pola pikir dan pola sikap yang mengedepankan kesenangan seperti itu adalah hasil dari tempaan pendidikan yang jauh dari agama atau sekuler. Pendidikan ala sekuler hanya berfokus pada materi. Kesuksesan adalah bila meraih nilai tinggi. Kebahagiaan adalah bila seluruh kebutuhan jasmaninya terpenuhi. Kesenangan diukur dengan materi. Semua cara dihalalkan untuk meraih tujuan.
Pendidikan semacam itu pada akhirnya mengabaikan masalah moral. Tidak heran bila tingkah laku generasi banyak yang tidak sesuai dengan prinsip agama. Mereka berbuat sesukanya. Selama mereka senang, maka akan terus dilakukan. Tidak memandang halal dan haram.
Generasi dalam asuhan sekularisme merasa sah dan bebas mengekspresikan diri dengan segala bentuknya. Tak peduli jika itu menabrak norma atau mengganggu orang lain. Mereka juga gampang terbawa arus karena tak punya pegangan yang kuat. Apa yang sedang tren, mereka ikuti tanpa memilah benar dan salahnya. Kebebasan pun menjadi kebablasan.
Butuh Pendidikan Islam
Realitas semacam itu harus diubah. Pemikiran bahwa hidup untuk meraih kesenangan materi harus dihilangkan. Jangan dibiarkan terus meracuni generasi. Selain membawa pada kehancuran, pemikiran yang keliru ini juga menghambat generasi untuk meraih kebangkitan dan kemajuan yang hakiki.
Perayaan ultah semacam itu sebenarnya tidak terlalu bermanfaat. Terlebih lagi, sebagai muslim, kita tidak memiliki budaya merayakan ultah. Tidak ada perayaan pertambahan usia dalam Islam. Usia bukan untuk dirayakan, tetapi untuk didedikasikan dalam ketakwaan sehingga bisa memberi manfaat yang luas.
Sebagai muslim juga harusnya selalu memperhatikan setiap perbuatannya agar tidak melenceng dari aturan Allah. Harus selalu diingat bahwa kelak semua akan diminta pertanggungjawabannya. Tinggalkan perbuatan yang didasarkan pada kesenangan semata ataupun perbuatan yang sia-sia.
Untuk itulah, dibutuhkan adanya pendidikan Islam. Dengan pendidikan yang berbasis akidah Islam, generasi dibina hingga menjadi pribadi yang baik sesuai Islam. Mereka memiliki pola pikir dan pola sikap yang benar. Mereka tidak hanya tangguh dalam menjalani kehidupan, tetapi juga menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan bertakwa.
Generasi Islam ini akan belajar dengan sungguh-sungguh dan menyiapkan bekal untuk masa depan. Mereka fokus dengan kebaikan dan menghindari hal-hal yang sia-sia sehingga mampu menghasilkan karya yang bermanfaat luas. Mereka juga menyibukkan diri dalam ketaatan dan meninggalkan segala jenis kemaksiatan. Tertanam dalam benak mereka bahwa kebahagiaan adalah keridaaan Allah taala.
Generasi yang terbina dengan pendidikan Islam hanya bisa terwujud bila negara menerapkan Islam secara totalitas. Negara ini akan menegakkan aturan dari Sang Khalik, menjalankan syariat-Nya secara kaffah. Karena itu, sebelum berharap memiliki generasi yang baik, maka langkah besar yang harus kita ambil adalah dengan mengadakan negara seperti itu.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar