Topswara.com -- Negeri kita Indonesia dikenal dengan sebutan "negeri agraris". Lahan pertanian yang luas dan berbagai tanaman tumbuh subur di negeri kita. Karenanya, tidak mengherankan jika mata pencaharian penduduknya mayoritas adalah sebagai petani.
Namun akhir-akhir ini, petani kita sedang tidak baik-baik saja. Berbagai permasalahan dihadapi oleh petani kita. Mulai dari cuaca yang kadang tidak menentu, di mana kadang saat masa tanam terjadi kekeringan atau ketika panen malah curah hujan meningkat.
Di sisi lain, petani juga dirugikan dengan adanya kebijakan impor beras di saat musim panen. Mereka menanam dengan jerih payah dan biaya yang tidak sedikit. Namun bukannya menuai hasil saat panen, nyatanya harga padi malah anjlok akibat stok beras impor yang melimpah. Petani makin terpuruk karena kondisi ini.
Belum lagi, banyak petani yang mengeluhkan kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi saat musim tanam. Jumlah pupuk bersubsidi yang sedikit menyebabkan para petani berebut untuk membelinya, meskipun harganya menjadi sangat tinggi.
Sebagaimana dilansir dari Beritasatu.com (Ahad, 23 Juni 2024), hal ini terungkap dalam temuan Tim Satgassus Pencegahan Korupsi Polri saat memantau penyaluran pupuk bersubsidi di NTT pada 18-22 Juni 2024.
Petani di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menempuh jarak sekitar 80 KM demi mendapatkan pupuk bersubsidi dikarenakan adanya keterlambatan pupuk di kios terdekat.
Jika kita dalami, memang banyak sekali persoalan dalam akses pupuk bersubsidi bagi petani. Terlebih sistem yang saat ini berkuasa, yakni sebaliknya, Astagfirullah.
Masalah ini adalah buah dari kapitalisasi pupuk dan lepas tangannya negara dalam memenuhi kebutuhan pupuk bagi petani. Sistem kapitalis sekuler yang saat ini berkuasa tidak mendukung petani/rakyat kecil.
Mereka malah mencari cara agar bisa mendapatkan keuntungan dari rakyatnya. Padahal sebenarnya tugas/kewajiban negara adalah menopang dan menjamin kebutuhan rakyatnya yang mayoritas mata pencahariannya adalah bertani.
Seharusnya negara hadir terdepan dalam menyediakan dan mendistribusikan sarana dan prasarana pertanian bagi rakyat.
Namun dalam sistem ini, perusahaanlah yang memegang kendali pengadaan dan distribusi pupuk. Walhasil petani pun kesulitan untuk mendapatkannya. Bahkan saat ini negara terjerat hutang pupuk kepada PT Pupuk Indonesia.
Inilah realitas yang ada saat ini. Negara dikendalikan oleh pengusaha yang memiliki modal banyak. Hingga para pengusaha itu bisa dengan seenaknya memegang kendali bahkan negara memiliki hutang pada perusahaan yang sejatinya adalah BUMN sendiri.
Dengan kondisi ini, maka kita makin jauh dari cita-cita terwujudnya kedaulatan dan ketahanan pangan. Negara tidak bisa mandiri karena tergantung pada para pemilik modal.
Hal ini sangat berbeda jauh dengan sistem Islam. Dalam Islam, pemimpin adalah pengurus bagi urusan rakyatnya dan kelak mereka akan dimintai pertanggung jawaban. Karenanya, pemimpin dalam Islam akan sadar terhadap kewajibannya. Termasuk dalam hal ini adalah urusan pertanian.
Islam menjadikan pertanian sebagai bidang strategis sehingga negara akan mendukung penuh para petani termasuk dalam mengakses sarana produksi pertanian dengan mudah. Negara juga akan memberikan bantuan pada petani dan keluarga yang tidak punya modal agar tetap menjadi petani yang sejahtera.
Di samping itu, untuk mencapai kemandirian pangan, negara akan memaksimalkan produksi pertanian dengan memberikan bantuan dari berbagai faktor pendukung pertanian.
Mulai dari menyediakan bibit unggul, pupuk berkualitas, mesin/teknologi pertanian terbaru, juga membangun infrastruktur pertanian dengan membangun jalan, irigasi dan lainnya.
Negara juga akan menyelenggarakan penelitian, pendidikan, pelatihan, dan pengembangan inovasi. Semua itu dilakukan untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan serta untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
Demikianlah sistem Islam mengatur masalah pertanian yang tidak akan membuat petani terpuruk, justru akan menjadikan petani makmur dan sejahtera. Bukan hanya petani namun semua rakyatnya, karena Islam adalah rahmatan lil 'alamin. Tidakkah kita rindu?
Wallahua’lam bishawwab.
Oleh: Andriyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar