Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Solusi Tuntas Penista Agama

Topswara.com -- Mama Ghufron yang mengaku seorang wali dan mengarang 500 kitab berbahasa Suryani, serta bisa berbahasa semut telah menyebarkan kesesatan. Penyebaran kesesatan yang dilakukan di media sosial (medsos) itu di antaranya berdakwah dengan bahasa semut, mengubah air biasa menjadi air zam-zam, hingga shalat bisa ditebus dengan sedekah.

Menurut Farid Idris, seorang aktivis Islam, ajaran Mama Ghufron sudah meresahkan masyarakat. Pihak pemerintah (Kemenag) harus bertindak, karena masyarakat yang pemahaman Islamnya masih lemah bisa terpengaruh ajaran sesat ini. Farid juga mengatakan bahwa Mama Ghufron dan pengikutnya terus menyebarkan kesesatan di medsos, sehingga MUI Banten harus memanggil Mama Ghufron (SuaraNasional.com, 19/6/2024).

Kasus penistaan agama atau penodaan agama bukan hal yang baru di Indonesia. Sebagai contoh, kasus Ahok (2016) yang melecehkan surat Al-Maidah: 51 dan hanya dihukum 2 tahun penjara; kasus Lia Eden (2006) yang membawa ajaran yang bertentangan dengan Islam lalu dihukum 2 tahun penjara dan bolak-balik masuk penjara dengan kasus yang sama; Kasus Arswendo Atmowiloto (1990) mengenai survei “50 Tokoh yang Dikagumi Pembaca” yang menempatkan Nabi Muhammad SAW pada urutan 11 lalu mendapat hukuman penjara 5 tahun, dan banyak lagi kasus lainnya.

Penistaan agama Islam yang selalu terjadi ini salah satu penyebabnya adalah tidak adanya sanksi tegas yang menjerakan, sehingga tidak mampu mencegah kejadian yang serupa. 

Di Indonesia, hukum penistaan agama sendiri diatur dalam Pasal 156a, tetapi pelaku hanya dikenai hukuman penjara antara 5 sampai 6 tahun. Lalu penyebab lainnya adalah masyarakat yang mudah terjerumus pada ajaran sesat yang menunjukkan lemahnya pemahaman mereka tentang agama. Umat terancam bahaya yang dapat merusak akidahnya. 

Akar masalahnya adalah sistem yang sedang diterapkan, yaitu demokrasi sekuler yang membuat semua orang merasa bebas mempelajari, memeluk, hingga menyebarkan pemahaman yang salah. 

Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan berpendapat dan berekspresi. Meski negara menggolongkan penistaan agama sebagai tindak pidana, tidak ada sanksi tegas yang membuatnya jera. Akhirnya, penistaan agama akan tumbuh subur atas nama kebebasan berpendapat dan berperilaku tersebut.

Negara yang berlandaskan demokrasi sekuler mengabaikan perannya sebagai penjaga akidah umat. Hal ini tampak dari penistaan agama yang melukai dan mendiskriminasi kaum muslimin tetapi terus ditolerir. Nilai-nilai HAM, demokrasi, dan toleransi yang dijunjung dalam sistem ini seolah tidak ada artinya ketika berkaitan dengan Islam dan kehormatan kaum muslim.

Sementara itu, Islam sebagai agama yang sempurna memiliki cara untuk menjaga akidah masyarakat. Dalam sistem Islam, negara (khilafah) adalah penjaga akidah umat dan menetapkan semua perbuatan wajib terikat pada hukum syariat.

Islam tidak mengakui adanya kebebasan berbuat dan berbicara, sebab seluruh anggota tubuh manusia mutlak milik Allah. Sehingga hanya Allah yang berhak menetapkan aturan bagi manusia termasuk dalam bertindak dan berbicara.

Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang akan membentuk generasi yang mempunyai pola pikir dan pola sikap Islami. Dengan pemahaman Islam ini, mereka bisa membedakan mana yang benar dan salah. 

Termasuk saat menyebarkan pemahamannya (dakwah), mereka hanya akan menyampaikan sesuatu yang benar menurut syariat. Ketika ada informasi baru, mereka juga bisa menyaring, apakah hal itu benar-benar berasal dari sumber tepercaya (Al-Qur’an dan As-Sunnah).

Penistaan terhadap Islam termasuk pelanggaran hukum syariat atau kemaksiatan. Rasulullah SAW pernah menerapkan sanksi bunuh terhadap pelaku penistaan agama. Terlihat dari sini bahwa sebagai sebuah ideologi, Islam memiliki mekanisme untuk membuat jera para penista agama.

Negara Islam (khilafah) wajib memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran tersebut. Penerapan sanksi yang tegas akan mencegah tindakan serupa terjadi pada kemudian hari.

Di dalam sejarah khilafah, tidak ditemukan penguasa yang lemah menghadapi penista agama. Seperti di masa Khalifah Abu Bakar, saat Musa Ilamah al-Khazzab muncul mengaku nabi, Abu Bakar langsung turun tangan memerintahkan untuk menumpasnya.

Lalu di masa Khilafah Utsmaiyah, Khilafah bertindak tegas dengan menyiapkan pasukan perang untuk menyerang Prancis ketika diketahui bahwa di sana akan diadakan pertunjukan opera yang isinya menghina Nabi SAW.

Ini dikarenakan khilafah adalah institusi yang menerapkan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan dan mengemban dakwah ke seluruh dunia, melindungi kaum muslimin dan mengurusi kemaslahatan mereka.

Kemudian menjadi perisai bagi kaum muslim dari setiap ancaman dan serangan musuh-musuh Islam. Di belakang khalifah, kaum muslimin akan berperang melawan setiap pihak yang merusak kehormatan Islam.

Hal ini didukung pula oleh adanya sistem pendidikan yang mampu membangun keimanan yang kuat pada generasi, melahirkan generasi yang berkepribadian Islam, serta turut menjaga kemuliaan Islam dan umatnya. 

Khilafah sekaligus mengantisipasi dan menutup seluruh celah penyimpangan melalui penerapan sanksi yang tegas sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Semua itu akan terlaksana hanya ketika kaum muslim menjadikan Islam sebagai sandaran. 

Hanya khilafah yang mampu menghentikan dan menuntaskan segala bentuk penistaan agama khususnya terhadap Islam yang banyak tersebar dalam sistem demokrasi sekularisme ini. 

Wallahu a’lam.


Oleh: Iin Indrawati
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar