Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Polemik Kenaikan HET Minyak dan HAP Gula

Topswara.com -- Badan Pangan Nasional (Bapanas) memperpanjang lagi relaksasi harga acuan pemerintah (HAP) gula konsumsi yang naik dari Rp15.500 per kilogram (kg) menjadi Rp17.500 per kg. 

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menuturkan, langkah ini dilakukan hingga Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) tentang Perubahan Kedua atas Perbadan Nomor 11 Tahun 2022 yang mengatur harga acuan pemerintah (HAP). 

Keputusan menaikkan HAP gula konsumsi tersebut diambil untuk menjaga ketersediaan stok dan pasokan sebelum musim giling tebu dalam negeri. Selain itu, didasari oleh perkembangan nilai tukar rupiah yang semakin melemah saat ini. (tirto.id, 30/6/2024)

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyampaikan pertimbangan utama relaksasi HAP gula konsumsi saat ini adalah tingginya harga gula konsumsi atau sekitar Rp 18.000 per kg di pasar. Ketut menuliskan bahwa kenaikan harga gula tersebut belum tentu dinikmati oleh petani tebu selama musim giling pada Mei-September 2024. 

Maka dari itu, peningkatan HAP dinilai menjadi Rp 17.500 dinilai perlu agar gula konsumsi besutan petani lokal dapat diserap. Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas Indra Wijayanto sebelumnya mengatakan tidak akan ada gula impor yang tiba di dalam negeri saat ini. Sebab, keran impor gula ditutup pada 31 Mei 2024. Jumlah perizinan impor yang diterbitkan pada awal tahun ini sebanyak  220.750 ton, mayoritas berasal dari Brasil. (katadata.co.id,28/06/2024)

Tidak hanya HET gula yang mengalamai relaksasi, HET minyak goreng rakyat atau minyak kita juga akan dinaikkan dari Rp14.000 menjadi Rp15.700. Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, pihaknya mengusulkan relaksasi harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng rakyat atau MinyaKita naik menjadi Rp15.700 per liter. 

Zulhas menyampaikan alasan relaksasi HET MinyaKita menjadi Rp15.700 karena HET Rp14.000 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan. (ANTARA, 28/06/2024)

Minyak dan gula merupakan bagian dari sembako yang banyak dikonsumsi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Sayangnya, kebijakan pemerintah terkait bahan pangan justru semakin menjadikan masyarakat sulit mengakses bahan pokok tersebut apalagi di tengah kesulitan ekonomi seperti PHK, daya beli masyarakat rendah, dan lain sebagainya membuat hidup rakyat semakin sengsara. 

Padahal penguasa seharusnya bertindak sebagai pengurus umat yang menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap warga negaranya tanpa terkecuali. Selain itu dibuatlah mekanisme khusus untuk memudahkan masyarakat mengakses kebutuhan pokok tersebut sehingga mengurangi beban hidup yang dirasakan oleh rakyat. 

Apa gunanya ada HET kalau relaksasi HET terus dilakukan? Tentu tak ada artinya. Lalu, untuk siapa menaikkan HET minyakkita dan relaksasi harga gula?

Sistem ekonomi kapitalisme telah melegalkan liberalisasi ke segala aspek kehidupan masyarakat termasuk pertanian dan perdagangan. Sejak Indonesia menandatangani perjanjian Gat, liberalisasi pertanian di negeri ini makin kuat, negara harus menyerahkan urusan pangan negeri ini kepada pihak korporasi swasta mulai dari sector hulu hingga hilir. 

Sehingga negara makin berlepas tangan dan lemah dalam mengawasi produksi hingga distribusi pangan. Kebijakan pertanian pangan pun makin menjauh dari keberpihakan pada rakyat dan petani local sebaliknya negara semakin melayani kepentingan korporasi dan asing. Sehingga, ketahanan dan kedaulatan pangan semakin tergantung pada impor.

Berbeda dengan paradigma Islam, Islam menjamin kebutuhan pokok rakyat dan menjaga distribusi sehingga rakyat mudah mengakses, baik dengan harga murah ataupun gratis. Pelaksanaannya wajib berada di pundak negara tidak diserahkan kepada swasta apalagi asing. 

Rasulullah SAW. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad). 

Berdasarkan hadis tersebut, negara wajib bertanggung jawab penuh terhadap pengaturan urusan rakyatnya, memudahkan hidup rakyatnya, tidak hanya berfungsi sebagai regulator bagi kelancaran bisnis pangan. 

Berbagai langkah didasarkan pada syariat Islam untuk meningkatkan produksi dengan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi. Larangan membiarkan tanah tidak dikelola lebih dari 3 tahun. 

Untuk kestabilan harga tidak dilakukan dengan cara penetapan harga melainkan menjamin kestabilan harga dengan cara-cara Islami yang tidak merusak mekanisme alami. Mewujudkan kemandirian negara dan berlepas diri dari semua ikatan perjanjian Internasional yang merugikan rakyat.

Islam dalam hal perdagangan memiliki aturan mulai dari produsen sampai ke distributor kemudian barang didistribusikan ke masyarakat. Dalam Islam tidak akan ada tempat untuk para pedagang melakukan kecurangan seperti mengurangi timbangan, penipuan bahkan sampai penimbunan barang. Hal ini terlarang dalam Islam. 

Bahkan Nabi SAW memberikan pujian kepada pedagang yang berlaku jujur dan amanah. Nabi SAW bersabda :

"Seorang pedagang Muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para nabi, para shiddiqqîn dan para syuhada pada Hari Kiamat (nanti).” (HR Ibnu Majah).

Untuk praktik penimbunan barang yang dilakukan produsen untuk dapat memberikan keuntungan besar bagi para pedagang atau produsen, hal ini jelas terlarang dalam islam. Nabi SAW bersabda:

Siapa yang melakukan menimbun makanan terhadap kaum Muslim, Allah akan menimpakan kepada dirinya kebangkrutan atau kusta (HR Ahmad).

Praktik penimbunan yang dilakukan untuk memonopoli harga pasaran adalah haram. Sebab ini adalah bentuk kezaliman terhadap rakyat. Rakyat dipaksa membeli barang dengan harga mahal. 

Praktik perdagangan seperti hanya menguntungkan para pengusaha. Nabi SAW sudah memperingatkan para pedagang untuk tak mempermainkan harga barang, Nabi SAW bersabda :

Siapa saja yang mempengaruhi harga bahan makanan kaum Muslim sehingga menjadi mahal, merupakan hak Allah untuk menempatkan dirinya ke dalam tempat yang besar di neraka nanti pada Hari Kiamat (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Pemimpin dalam Islam adalah sebagai perisai umat, tempat rakyat mengadu dan berlindung. Sehingga ketika rakyat mendapat kesusahan, seorang pemimpin harus berada di garda depan untuk memberikan solusi kepada rakyat. Sebab saat ini rakyat sedang membutuhkan seorang pemimpin yang berani melawan tindak kezaliman.

Minyak goreng dari langkah kini mulai berlimpah tapi dengan harga sangat tinggi. Mau tidak mau, rakyat harus rela membayar dengan harga pasar saat ini. Namun negara dalam Islam akan menindak pelaku yang memainkan harga minyak goreng. Kemudian negara akan melarang pedagang melakukan perdagangan jika kedapatan melakukan tindakan curang sebagai bentuk sanksi.

Negara dalam Islam juga akan menghapus segala kebijakan yang hanya menguntungkan para pengusaha. Sebab kebijakan yang merugikan banyak orang adalah bentuk kemudaratan besar. 

Sebab negara negara dalam Islam akan senantiasa memprioritaskan kebutuhan rakyat. Namun aturan ini hanya ada dalam negara Islam yang menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. 

Waalahualam bisshawab.


Oleh: Tri Setiawati, S.Si.
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar