Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pinjol untuk Pendidikan, Bukti Lepas Tangan Penguasa kepada Rakyat

Topswara.com -- Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhajir Efendi menyatakan bahwa membayar uang kuliah tunggal (UKT) perguruan tinggi memanfaatkan pinjaman online (pinjol). Gagasan ini dinilai rentan membuat mahasiswa bisa terjerat pinjaman online. 

Anggota Komisi VIII DPR RI dari fraksi PKS, Wisnu Wijaya Adi Putra menyatakan khawatir jika skema pembayaran UKT dengan pinjaman online diberlakukan. Sebab jerat utang pinjaman online dapat menjerumuskan mahasiswa pada masalah yang lebih buruk. Seperti kesulitan melunasi utang. 

Data otoritas jasa keuangan (OJK) pada Mei 2023 yang mencatat total utang masyarakat lewat pinjaman online se-Indonesia saat ini mencapai Rp54,16 triliun. Dari jumlah itu pinjaman macet mencapai Rp1,72 triliun. 

Jika pinjol dijadikan solusi untuk membayar UKT maka kesulitan mereka bisa semakin bertambah. Akibatnya bisa frustasi sehingga mendorong mereka pada tindak kriminal hingga keinginan untuk bunuh diri. 

Sementara Undang-Undang nomor 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi mengamanatkan pemerintah memenuhi hak mahasiswa kurang mampu secara ekonomi dengan sejumlah cara. Seperti mahasiswa yang berprestasi diberikan beasiswa, bantuan atau membebaskan biaya pendidikan. Atau pinjaman dana tanpa bunga yang wajib di lunasi setelah lulus atau memperoleh pekerjaan (Kompas.com,9/7/2024).

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahardiansah menilai dukungan pemerintah terhadap pinjaman online untuk biaya pendidikan bisa menimbulkan beban dan masalah. 

Menurutnya permasalahan pembiayaan kuliah seharusnya dapat diatasi pemerintah. Melihat pernyataan menteri PMK Muhajir, merupakan bentuk kebingungan dan upaya pemerintah lari dari tanggung jawab dalam menyediakan akses pendidikan yang terjangkau. 

Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Semarang, Edi Subhan mengapa kan solusi pinjaman online untuk pendidikan menunjukkan bahwa permasalahan UKT hanyalah tanggung jawab individu atau orang tua bukan urusan negara. 

Seharusnya pemerintah dapat memberikan tambahan subsidi untuk menurunkan biaya UKT maupun iuran pengembangan institusi (IPI), memperbanyak beasiswa. Sehingga persoalan ini tidak menjadi persoalan individu rakyat (Tempo.co,8/7/24).

Realisasi persoalan UKT belum usai, dari masalah mahasiswa gagal bayar UKT di berbagai kampus negeri tidak membuat hati penguasa terkutuk untuk membatalkan kenaikan UKT. Bahkan jika perlu digratiskan. 

Pembatalan kenaikan UKT yang sifatnya sementara sampai tahun depan, kemudian menjadikan pinjaman online sebagai solusi untuk pembayaran UKT membuktikan penguasa lepas tangan dan menyakiti rakyat.

Sulitnya ekonomi yang dihadapi rakyat justru penguasa menambah beban masa depan, dengan menyarankan pinjaman online kepada mahasiswa. Pinjaman online untuk pendidikan menjelaskan bahwa rakyat diminta untuk mengupayakan sendiri biaya pendidikan tinggi bagaimanapun caranya. 

Meskipun pemerintah menawarkan sejumlah alasan dengan menerbitkan kebijakan kerjasama dengan lembaga pinjaman online resmi, tetap saja tidak bisa menutupi lepas tangannya penguasa dari tanggung jawab mencerdaskan rakyat. 

Penguasa bukan berkontribusi memberikan solusi dengan mengembalikan subsidi tetapi malah menawarkan solusi pragmatis yang menimbulkan masalah baru. 

Sejatinya solusi pinjaman online adalah kebijakan yang menjerumuskan rakyat pada keharaman. Sebab pinjaman online tidak mungkin lepas dari sistem riba.
Pendidikan seharusnya menjadi hak rakyat justru dikomersialisasi. 

Inilah buah penerapan dari sistem kapitalisme. Selama sistem ini masih bercokol, mustahil rakyat akan sejahtera. Sebab sistem ini adalah sistem yang berdasarkan manfaat dan keuntungan. 

Solusi pinjaman online yang ditawarkan untuk biaya pendidikan adalah wujud nyata liberalisasi pendidikan. Langkah pemerintah yang sekuler dalam penyelenggaraan pendidikan jelas kezaliman, sebab telah merampas hak rakyat untuk bisa mengenyam pendidikan tinggi. Berdampak pada terancam nya kualitas sumber daya manusia hingga sulitnya bersaing di pentas dunia.

Dalam hal pendidikan, Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak rakyat dan merupakan kebutuhan pokok rakyat. Seharusnya disediakan oleh negara dan diberikan kepada rakyat dengan biaya yang murah bahkan gratis. Semua individu rakyat mendapatkan kesempatan yang sama untuk bisa menikmati pendidikan. Mulai dari para sekolah, sekolah dasar, sekolah menengah hingga perguruan tinggi. 

Pembiayaan dalam islam berasal dari sejumlah pihak. Yaitu dari individu warga secara mandiri, donasi atau wakaf dari umat untuk keperluan pendidikan serta dari negara. Pembiayaan dari negaralah yang porsinya lebih banyak. 

Pos pemasukan negara di baitul mal untuk memenuhi anggaran pendidikan berasal dari pendapatan milik umum. Yaitu seperti barang tambang, migas. Dari harta fa'i, kharaj, jizyah, juga dharibah. Negara tidak membiarkan adanya celah yang memungkinkan pendanaan pendidikan dengan cara yang haram seperti pinjaman online. 

Selain pembiayaan pendidikan negara juga menjamin keberlangsungan pendidikan berupa pembangunan infrastruktur pendidikan, sarana dan prasarana, anggaran kesejahteraan pegawai dan tenaga pengajar. 

Penguasa di dalam Islam paham bahwa kesejahteraan rakyat di berbagai bidang adalah tanggung jawabnya. Oleh karena itu mereka akan senantiasa berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan untuk rakyat. 

Sekecil apapun keputusan akan dipertanggung jawabkan di hadapan rakyat dan juga di hadapan Allah SWT.
Untuk itu sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam yang terbukti mampu memberikan kemaslahatan kepada umat. 

Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Endang Seruni 
Muslimah Peduli Generasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar