Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pinjol untuk Biaya Kuliah, Solusi yang Menjerumuskan

Topswara.com -- Aneh tetapi nyata, seperti itulah yang terjadi di negeri ini. Pinjaman online (pinjol) dijadikan solusi untuk pembiayaan pendidikan. Setelah banyak kasus pinjol yang menimpa masyarakat, hingga tak sedikit yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. 

Akibat mereka tidak mampu membayar utang-utangnya. Akan tetapi, kini pemerintah menyetujui pinjol sebagai solusi pembayaran uang kuliah tunggal (UKT).

Sebagaimana pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, dalam konferensi pers di Kantor Kemenko PMK, (3/7/2024). 

Muhadjir menilai adopsi sistem pinjaman online (pinjol) di lingkungan akademik, melalui perusahaan P2P (Peer to Peer) lending, merupakan bentuk inovasi teknologi. 

Menurutnya, inovasi teknologi tersebut sebenarnya menjadi peluang bagus, tetapi sering disalahgunakan. Untuk itu, poin yang harus dipastikan adalah pinjolnya resmi, legal, bisa dipertanggungjawabkan, transparan, serta tidak akan merugikan mahasiswa.

Selain itu Muhadjir menjelaskan bahwa, setidaknya sudah ada 83 perguruan tinggi yang menggunakan mekanisme pembayaran uang kuliah (UKT) menggunakan pinjol yang secara resmi telah bekerja sama. Beliau pun menyatakan dukungannya, pada wacana student loan atau pinjaman online (pinjol) kepada mahasiswa guna membayar uang kuliah.

Ia pun menekankan bahwa, pinjaman online tidak bisa disamakan dengan judi online yang ada pelarangannya di atas hukum. Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang ancaman sanksinya 6 tahun penjara, dan denda sebesar 1 miliar rupiah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut mengawasi pemanfaatan pinjaman online bagi penggunaan di ruang akademik, jelasnya. (tirto.id, 3/7/2024)

Sungguh miris melihat realitas pendidikan saat ini. Pendidikan yang seharusnya menjadi hak masyarakat, serta negara menjamin setiap warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang baik. 

Namun, mengapa pemerintah tega menjerumuskan masyarakatnya ke jurang kehancuran? Betapa menyesatkan, pinjol dijadikan solusi untuk membayar pendidikan yang semakin mahal ini. 

Tidak ada habisnya masyarakat dibuat menderita. Dengan berbagai kenaikan harga sejumlah bahan kebutuhan pokok, kenaikan pajak, dan BBM, kini akan ditambah kenaikan biaya UKT. Pendidikan semakin mahal dan tidak terjangkau. Bahkan lapangan pekerjaan pun semakin sempit. Sungguh ketidakadilan semakin terpampang nyata.

Sejatinya menyediakan pendidikan berkualitas, murah, dan terjangkau adalah kewajiban negara, yang harus diberikan kepada masyarakat. Namun, hal ini sulit tercapai, karena negara menerapkan sistem sekuler kapitalisme. 

Sistem sekularisme adalah sistem yang memisahkan agama dalam kehidupan. Menghalalkan segala cara demi mendapatkan keuntungan bisa dilakukan, meskipun agama mengharamkannya. 

Dalam hal pinjol untuk biaya pendidikan, dimana jelas sekali Islam melarang dan mengharamkan aktivitas tersebut karena di dalamnya terdapat unsur riba. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 275, yang artinya: "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."

Selain itu, penerapan sistem kapitalisme menjadikan negara berdagang dengan rakyatnya. Negara tidak lagi melayani dan menjamin kesejahteraan rakyatnya, tak terkecuali urusan pendidikan. 

Semestinya, pemerintah menyadari bahwa pendidikan adalah investasi masa depan. Sehingga tidak akan rugi, jika saat ini memberikan anggaran besar untuk pendidikan. Hal ini demi menghasilkan calon pemimpin masa depan yang berkualitas dan mencetak SDM unggul pembangun peradaban. 

Negara tidak seharusnya berpikir hanya dari sisi untung rugi dan maslahat mafsadat semata dalam pengurusan urusan rakyat, melainkan mesti dipandang dari sisi kewajiban mengurus dan melayani. 

Satu di antaranya adalah pelayanan terhadap urusan pendidikan rakyat. Memberikan subsidi pendidikan, menyediakan sarana, dan prasarana yang baik guna terciptanya pendidikan yang berkualitas, adalah tanggung jawab negara.

Mirisnya, pemerintah bukannya memberikan subsidi pendidikan. Namun, justru memberikan solusi pembiayaan pendidikan melalui pinjol. Sudahlah pemerintah berlepas tangan, justru menyolusikannya dengan menjerumuskan masyarakat ke jurang kehancuran yang mengundang azab Allah SWT. berupa pinjol beriba. Nauzubillah. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabrani). 

Berbeda halnya dalam Islam. Pendidikan dalam Islam adalah kebutuhan pokok (primer) yang menjadi hak setiap rakyat. Dimana negara menyediakan dan memberikan kepada rakyatnya dengan biaya yang murah, bahkan mungkin gratis. Itu karena negara memiliki sumber pemasukan yang beragam dan berjumlah besar.

Di dalam Islam, pembiayaan pendidikan bersumber dari sejumlah pihak. Yakni dari individu warga secara mandiri, bisa berupa infak/donasi/wakaf, serta dari negara. Porsi terbesar pembiayaan pendidikan tentu saja dari negara. Selain itu, Islam tidak akan membiarkan pembiayaan pendidikan dari sesuatu yang haram. 

Negara Islam dengan sistem ekonomi Islam memiliki banyak mekanisme, sehingga harta yang masuk ke baitulmal (tempat untuk menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara) adalah harta yang halal dan berkah.

Sejumlah pos pemasukan negara di baitulmal, di antaranya berasal dari harta kepemilikan umum, seperti tambang mineral, batu bara (minerba), dan migas. Begitu pun pos fai, kharaj, jizyah, dan dharibah (pajak). Khusus untuk pajak, diambil hanya saat kas di baitulmal kosong, dan dikenakan hanya pada orang kaya, muslim, dan laki-laki saja.

Selain itu, keberlangsungan sistem pendidikan dijamin penuh oleh negara. Seperti pembangunan infrastruktur pendidikan, sarana, dan prasarana, juga anggaran untuk tenaga pengajar dan gaji pegawai, serta asrama dan kebutuhan hidup para pelajar, termasuk uang saku mereka. Semua kesejahteraan rakyat dijamin dan terealisasi oleh negara Islam. 

Oleh karenanya, sudah selayaknya sistem sekularisme kapitalisme ini ditinggalkan. Saatnya umat bersatu kembali menegakkan sistem Islam yang hakiki, sehingga tercipta negara baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. 

Wallahualam bissawab. 


Oleh: Sri Haryati 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar