Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pajak Naik, kok Dibanggakan?

Topswara.com -- Mentri keuangan Sri Mulyani menyampaikan kebanggaannya terhadap pencapaian penerimaan pajak yang terus membaik setiap tahunnya pada acara spektaxcular 2024 di GBK. 

Ia mengatakan bahwa untuk membangun negara dan menjadi negara maju serta sejahtera tidak mungkin bisa diraih tanpa penerimaan pajak. Ä°a bahkan mengatakan bahwa pajak adalah tulang punggung dan instrumen yang sangat penting untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara. (Liputan6, 14 Juli 2024).

Menkeu memamerkan bahwa direktorat jenderal pajak telah bekerja dengan baik hingga pencapaian pajak meningkat signifikan dari masa sebelum reformasi hingga saat ini. Menkeu mengatakan pajak pada tahun 1983 yang sebesar Rp.13 triliun sangatlah sedikit. Sehingga perlu peningkatan. 

Sebagaimana telah diungkapkan oleh DJP data peningkatan pada masa reformasi tahun 1998 mencapai Rp 400 triliun dan pada tahun 2024 terjadi peningkatan lima kali lipat sebesar Rp 1988,9 triliun. (CNN Indonesia, 14 Juli 2024).

Peningkatan pajak yang dibanggakan dan dipamerkan oleh Mentri keuangan sesungguhnya menunjukkan semakin tingginya pungutan terhadap rakyat. Pemerintah terus melakukan upaya untuk meningkatkan tarif pajak karena pemerintah memiliki target nilai yang harus dicapai. 

Ditambah lagi Indonesia harus menghadapi kondisi krisis ekonomi dunia. Sehingga pemerintah dituntut untuk mengantisipasi dampaknya dan memperbaiki sistem ekonomi nasional. 

Selain itu megara juga harus membiayai pembangunan untuk ibukota yang baru dan membiayai belanja negara yang lainnya. Tentu semua ini membutuhkan dana yang besar. Dan dana itu bersumber dari pajak.

Adapun beban lain yang ditanggung oleh negara adalah utang luar negeri. Negara sering menggunakan alasan demi kesejahteraan rakyat, melakukan pembangunan berbagai infrastruktur. 

Negara mengambil utang luar negeri dengan dalih investasi. Sehingga setiap tahun negara harus membayar bunga yang besar dari pinjaman itu. Jadi mau tidak mau negara harus menaikkan tarif pajak.
Besarnya pungutan pajak sejatinya adalah bentuk kezaliman. Karena tidak ada perbaikan apapun yang dirasakan oleh rakyat kecuali rakyat tetap menanggung semuanya sendiri. 

Misalnya dalam pembangunan jalan tol, rakyat tetap dibebani tarif tol yang mahal demi mengakses fasilitas itu. Atau untuk pembangunan ibukota baru, tidak semua rakyat bisa merasakan kemegahan ibukota baru itu. Bahkan hanya segelintir orang yang akan menikmatinya. Belum lagi banyak fakta bahwa dana pajak merupakan sasaran empuk untuk dikorupsi. 

Selain itu, pungutan pajak yang besar juga membuktikan bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Negara hanya berfungsi sebagai regulator dalam menentukan tata kelola urusan negara.

Pungutan pajak yang terus membebani rakyat adalah buah dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Dalam kapitalisme, pajak merupakan pemasukan utama negara. Sistem ini juga menjadikan semua sumber daya alam dikelola oleh pihak swasta (kapital). Semua sektor kebutuhan sudah dikelola oleh swasta, seperti air, minyak bumi dan barang tambang. 

Bahkan termasuk sektor pangan, seperti padi, gula, kedelai dan lainnya. Jelaslah sudah bahwa keberpihakkan negara terhadap pengusaha sangatlah nyata, bahkan ada pengusaha yang menjadi penguasa. Wajarlah rakyat hanya dijadikan alat penghasil uang yang terus dibebani pajak.

Rusaknya tatanan kehidupan yang terus membuat rakyat menderita, maka kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa melanjutkan kehidupan seperti ini. Kita harus kembali kepada aturan yang membawa kesejahteraan. Aturan itu adalah aturan yang datang dari sang pencipta yaitu Islam. 

Dalam Islam, negara berfungsi sebagai pengatur urusan rakyat. Sehingga negara akan bersungguh-sungguh dalam mengelola sumber daya alam yang ada demi kesejahteraan rakyat.

Ada banyak sumber pemasukan negara. Apalagi Islam memiliki sistem kepemilikan dan tata cara pengelolaannya. Tiga sistem kepemilikan Islam, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Masing-masing dikelola sesuai dengan sistem ekonomi Islam. 

Adapun kepemilikan individu adalah hak individu itu sendiri untuk mengelola dan mengambil hasilnya. Sedang kepemilikan umum dan kepemilikan negara menjadi tanggung jawab penuh oleh negara untuk mengelolanya. 

Hasil dari kepemilikan umum dikembalikan kepada rakyat berupa fasilitas umum seperti rumah sakit, jalan raya, sekolah. Sedangkan hasil dari kepemilikan negara digunakan untuk urusan administrasi negara seperti gaji pejabat negara, pembelanjaan kebutuhan administrasi negara. 

Sebagaimana sejarah Islam telah membawa kegemilangan dan kesejahteraan bagi rakyat dengan sistem ekonomi Islamnya. Bahkan pada saat pemerintahan khalifah Harun Ar-Rasyid tidak ditemukannya rakyat miskin yang sebagai penerima zakat. 

Wallahu'alam.


Oleh: Puput Ariantika, S.T.
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar