Topswara.com -- Di awal tahun baru Hijriah ini media sosial dihebohkan dengan kasus mabuk kecubung yang terjadi di Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel). Jumlah warga yang dilarikan ke rumah sakit jiwa (RSJ) Sambang Lihum Kalsel pun terus bertambah menjadi 49 pasien.
Dua orang di antaranya dilaporkan meninggal dunia. Kasi Humas dan Informasi RSJ Sambang Lihum, Budi Harmanto mengungkapkan, para pasien yang dirawat tidak hanya karena mengonsumsi kecubung.
Dari hasil pemeriksaan sementara, adapula pasien yang mencampur kecubung dengan obat-obatan atau minuman keras. Keluhan yang dialami pun mirip, yakni mabuk dan mengalami halusinasi berat. Hingga kini sebagian pasien sudah ada yang dipulangkan dan ada pula yang menjalani rawat jalan. (detik.com 15/07/2024).
Sebenarnya kasus ini bukanlah kali pertama terjadi di Banua, tahun lalu tepatnya bulan Agustus 2023, belasan warga Hulu Sungai Utara (HSU) Kalsel juga dilarikan ke RS usai mengkonsumsi kecubung yang dicampur dengan Zenith (jejakrekam.com 28/08/2023).
Setelah kasus kecubung kembali viral, pihak kepolisian pun mengimbau agar masyarakat tidak mengkonsumsi tanaman tersebut sebab mengandung alkohol, banyak tanaman kecubung akhirnya dibakar.
Sungguh tidak habis pikir, ketika secara nasional negeri ini masih dihadapkan dengan darurat narkoba, masalah justru semakin bertambah. Hanya untuk berhalusinasi, kecubung pun di sikat oleh warga Banua.
Mirisnya, kenyataan ini terjadi di negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Pengajian-pengajian bisa ditemukan di mana-mana, terkhusus di wilayah Banua.
Namun hal itu seakan tidak nampak pengaruhnya. Dari sisi regulasi, berbagai aturan dan sanksi pun telah diterapkan di negeri ini, namun hasilnya laju pertumbuhan kasus justru semakin menjadi-jadi.
Patutkah Kecubung Disalahkan?
Setiap masalah pasti ada solusi, namun ketika perbaikan tak kunjung terjadi, patut kita bertanya sudah benarkah solusi yang dijalankan selama ini? Tentu kita tak lupa, bahwa sebelum kecubung viral, kasus halusinasi karena lem juga telah marak di negeri ini. Lalu haruskah lem juga dimusnahkan sebagaimana kecubung?
Kecubung sendiri sebenarnya merupakan tanaman liar, bahkan ada yang mengkategorikannya sebagai tanaman hias. Apa yang terkandung di dalamnya pasti akan bermanfaat jika digunakan dengan bijak, seperti tanaman Bunga Lavender yang selama ini diolah sebagai obat pengusir nyamuk.
Tentu kedua tanaman ini akan berbahaya jika dikonsumsi langsung, namun bukan berarti memusnahkan mereka adalah cara yang patut diusung.
Sepatutnya yang harus dimusnahkan adalah pemikiran rusak yang ada saat ini yakni liberalisme. Paham yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan ini akan membuat penganutnya bertindak sesuka hati demi mengejar materi, berupa uang maupun kesenangan diri.
Bisa jadi mereka mengaku beragama Islam, namun ajarannya tak dijadikan sebagai rujukan. Pondasi akidah mereka rapuh, beragama sekedar karena keturunan atau ikut-ikutan.
Perbaikan dilakukan dengan mengajak umat untuk berfikir menggunakan segenap potensi baik akal maupun naluri yang mereka miliki, hingga sampai pada pemahaman bahwa mereka ada karena diciptakan oleh Allah ta'ala, hidup untuk meraih ridho-Nya dan akan kembali kepada-Nya untuk mempertanggung jawabkan segalanya.
Ketika pondasi ini telah kokoh, terciptalah individu-individu yang tidak hanya bertakwa namun juga produktif dalam kehidupannya. Sebab Rasulullah Shalallahu alaihi wa salam bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad).
Dengan demikian, alih-alih menjadi hama dalam kehidupan, individu ini justru akan menjadi cahaya bagi peradaban.
Dengan kokohnya akidah akan tercipta pula masyarakat yang saling memberi petuah. Mereka sadar bahwa aktivitas saling mengingatkan bukanlah pilihan melainkan kewajiban, tanpanya individu yang bertakwa pun akan sulit untuk istiqamah.
Selain itu, akan lahir pula sosok pemimpin yang menjadikan Al-Qur'an dan sunnah sebagai pedoman untuk menetapkan aturan. Hingga terterapkanlah berbagai kebijakan yang menghadirkan rahmat bagi seluruh alam. Semoga perbaikan ini mampu segera diwujudkan.
Allahua'lam.
Oleh: Noor Dewi Mudzalifah
Pemerhati Masyarakat
0 Komentar