Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kontroversi Pinjaman Online untuk Membayar UKT, Solusi atau Masalah Baru?

Topswara.com -- Menko PMK, Muhadjir Effendy, baru-baru ini menyatakan dukungannya terhadap wacana penggunaan pinjaman online (p!nj0l) oleh mahasiswa untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT). 

Menurutnya, saat ini sudah ada 83 perguruan tinggi yang telah mengimplementasikan mekanisme pembayaran UKT melalui pinjol dengan kerja sama resmi. Muhadjir menilai bahwa penggunaan pinj0l melalui perusahaan P2P lending di lingkungan akademik adalah sebuah inovasi teknologi. 

Ia berpendapat bahwa meskipun peluang ini bagus, sering kali terjadi penyalahgunaan. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa pinjol yang disetujui harus resmi, legal, transparan, dan tidak akan merugikan mahasiswa.

Lebih lanjut, Muhadjir menyatakan bahwa pinjol tidak bisa disamakan dengan perjudian yang memiliki larangan hukum tegas berdasarkan UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang mengancam dengan sanksi enam tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga turut mengawasi pemanfaatan pinjaman online dalam lingkungan akademik untuk memastikan bahwa penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Kontroversi UKT dan Pinjol

Penggunaan pinjol sebagai solusi pembayaran UKT menimbulkan berbagai pandangan dan kontroversi. Meskipun ada kebijakan pembatalan kenaikan UKT untuk tahun 2024, kebijakan tersebut hanya bersifat sementara. 

Banyak mahasiswa mengalami kesulitan dalam membayar UKT di berbagai kampus negeri, namun hal ini tidak membuat pemerintah membatalkan kenaikan UKT secara permanen atau bahkan menggratiskannya.

Menjadikan pinjol sebagai solusi pembayaran UKT dianggap sebagai kebijakan yang tidak empatik terhadap kondisi ekonomi masyarakat. Pemerintah dianggap tidak berusaha mengurangi beban ekonomi rakyat, tetapi malah menambah beban dengan menyarankan pinjol yang dikenal memiliki risiko jerat riba. 

Banyak yang menganggap pinjol sebagai pintu gerbang menuju masalah keuangan yang lebih besar, seperti halnya perjudian.

Kebijakan pemerintah yang mengubah status perguruan tinggi negeri menjadi badan hukum (PTN-BH) juga berkontribusi terhadap masalah pembiayaan pendidikan tinggi. 

Undang-Undang Dikti mengharuskan PTN-BH untuk menurunkan UKT dengan mencari sumber pendanaan selain subsidi pemerintah. Namun, realitanya, alokasi anggaran pendidikan dari APBN yang hanya 20 persen membuat UKT terus meningkat.

Dengan rendahnya anggaran pendidikan, perguruan tinggi sering kali menaikkan UKT untuk mendapatkan dana segar, termasuk melalui biaya uang pangkal. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya mendukung pembiayaan pendidikan tinggi secara berkelanjutan dan adil.

Pemerintah Makin Lepas Tangan

Pada titik ini, jelas bahwa pemerintah makin lepas tangan dalam hal pembiayaan pendidikan tinggi. Skema pinjol menunjukkan bahwa pemerintah meminta rakyat mencari sendiri biaya pendidikan tinggi, meski dengan risiko tambahan. 

Meskipun pemerintah menawarkan alasan seperti kerja sama dengan lembaga pinjol resmi, tetap saja ini tidak bisa menutupi fakta bahwa tanggung jawab mencerdaskan rakyat telah diabaikan.

Polemik UKT menunjukkan kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan yang bukannya diselesaikan dengan pengembalian subsidi, tetapi malah menawarkan solusi pragmatis seperti pinjol yang menambah masalah baru. Jika pinjol menjadi solusi, ini adalah kebijakan yang menjerumuskan rakyat pada riba.

Yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah menyadari bahwa pendidikan adalah investasi peradaban masa depan bagi kemajuan negara. Dan menganggarkan dana besar untuk pendidikan akan menghasilkan generasi terdidik yang unggul. 

Namun, kenyataannya, pemerintah malah mendorong pembiayaan melalui p!nj0l yang mengandung riba, yang jelas-jelas bertentangan dengan prinsip pendidikan yang mulia.

Pendidikan Tanggung Jawab Negara

Dalam Islam, pendidikan adalah tanggung jawab negara dan harus disediakan dengan biaya murah atau gratis. Sistem Islam memiliki berbagai sumber pembiayaan yang halal, seperti pendapatan dari kepemilikan umum, fai, kharaj, jizyah, dan pajak dari orang kaya. Negara Islam menjamin pendidikan berkualitas dan terjangkau bagi semua rakyatnya.

Negara Islam memastikan bahwa pendidikan tidak dibiayai dengan cara yang haram seperti pinjolnyang mengandung riba. Dengan mengadopsi pandangan Islam, pendidikan dapat dijamin keberlangsungannya dan didanai secara halal, menghindari praktik riba yang merusak masyarakat.

Islam menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang disediakan oleh negara untuk mencerdaskan rakyatnya. Pendidikan dalam Islam tidak hanya berfokus pada aspek duniawi, tetapi juga membangun karakter dan moral yang baik sesuai dengan ajaran agama. Dengan sistem pendidikan Islam, diharapkan akan lahir generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki integritas moral yang tinggi.


Hanif Fika
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar