Topswara.com -- Kita semua adalah musafir, dunia hanya tempat persinggahan sementara. Tujuan utama kita adalah negeri akhirat (surga) yang kekal selamanya. Namun dalam perjalan (musafir) pasti banyak suka duka, rintangan, hambatan, air mata, senyuman yang harus kita jalani.
Dibutuhkan kekuatan, keimanan dan petunjuk jalan hidup yang benar, agar kita selamat dalam melewati perjalanan yang penuh liku ini.
Seringkali kita terlena dengan megahnya dunia, fatamorgana yang tersaji membuat kita terlena. Sampai melupakan dari mana kita berasal, surga yang kekal dan begitu banyak kenikmatan di dalamnya bagaikan ilusi. Padahal kita harus mempersiapkan sebaik-baiknya bekal untuk kita pulang ke kampung akhirat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al Hajj: “Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut penglihatanmu.” Jika sehari (24 jam) diakhirat 1000 tahun dan rata-rata umur manusia 60-70 tahun, maka umur manusia menurut perhitungan langit hanya sekitar 1.5 jam saja.
Astaghfirullah begitu sebentar kita di dunia ini, seperti kata Ibnu Qoyyim, “Manusia sejak diciptakan senantiasa menjadi musafir, batas akhir perhentian perjalan mereka adalah surga atau neraka” (Al-Fawaid, hal. 400).
Saat mudik lebaran (pulang kampung) kita persiapkan begitu banyak bekal, oleh-oleh dan lain sebagainya, lalu bagaimana persiapan kita pulang ke kampung akhirat yang sesunggahnya? Apakah bekal terbaik sudah kita persiapkan, untuk kita persembahkan dihadapan Allah SWT sang pencipta dan pemberi kehidupan ini?
Manusia hakekatnya diciptakan hanya untuk beribadah dan meraih ridha Allah SWT, dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Dan Allah telah memberikan petunjuknya agar selamat, di dunia dan akhirat.
Namun manusia seringkali lupa, hanya memperturutkan hawa nafsunya saja. Manusia mengingkari petunjuk Allah yang pasti, bahkan manusia membuat aturan sendiri yang pastinya hanya membawa kesengsaraan, kemudharatan dan kerusakan saja.
Dalam menjalani kehidupan manusia tidak mau diatur dengan aturan Allah, mereka memisahkan kehidupan dunia dengan agama (sekulerisme). Aturan Allah hanya berlaku pada saat menjalankan ibadah saja, namun untuk menjalani kehidupan manusia membuat aturan sendiri yang menguntungkan kebebasan berpendapat, kebebasan hak milik, kebebasan akidah dan kebebasan pribadi.
Sekulerisme ini dijadikan qiyadah fikriyah (kepemimpinan berpikir) yang dipropagandakan imperialisme barat keseluruh dunia. Dengan asas ini, barat mengguncang akidah kaum muslimin terhadap Islam, yang memberikan pengaruh yang kuat untuk selalu membebek dan menjadikan barat sebagai trend center dalam menjalani kehidupan.
Bukan lagi aturan Allah dan Rasulnya yang dijadikan tumpuan dan sandaran dalam menghadapi semua persoalan. Sedangkan aturan Islam lahir dari akidah Islam, yang memandang bahwa Allah SWT telah menentukan aturan seluruh aspek untuk dilaksanakan dalam kehidupan.
Aturan ini dibawa Rasulullah untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Negaralah yang menerapkan peraturan ditengah-tengah masyarakat. Kedaulatan milik syarak, bukan milik negara atau umat, sekalipun kekuasaan berada ditangan umat. Penerapan aturan Islam telah berhasil memberikan pengaruh yang gemilang kepada kejayaan Islam selama 1400 tahun.
Agar perjalanan (musafir) kita selamat di dunia dan akhirat, maka kita harus mengambil Islam secara sempurna, baik aqidah maupun peraturannya. Semua itu dapat terwujud dengan melanjutkan kehidupan Islam dan tegaknya Daulah Islam dalam bingkai khilafah.
Yesi Wahyu I
Aktivis Muslimah
0 Komentar