Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kemiskinan, Angka atau Realita?

Topswara.com -- "Kerja lembur bagai kuda." Sebuah cuplikan lagu yang cocok untuk kaum menengah ke bawah. Mereka setiap hari banting tulang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dari pagi hingga malam. Meski demikian, antara hasil dan usaha sering terjadi ketimpangan.

Sejatinya, kemiskinan dan ketimpangan adalah salah satu masalah yang belum terselesaikan di Indonesia. Bagaimana tidak? PHK di mana-mana, tapi harga kebutuhan makin mahal. Anehnya, para pejabat justru mengklaim bahwa kemiskinan menurun dari tahun sebelumnya. 

Febrio Kacaribu selaku Kepala Badan Fisikal, menjelaskan bahwa pada pada Maret 2024 penduduk yang berada pada garis kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0,68 juta orang dari tahun sebelumnya (Menpan.go.id, 05/07/24).

Upaya Pemerintah

Pemerintah sendiri sudah melakukan berbagai macam cara untuk mengatasi masalah kemiskinan. Pemerintah membuat batasan, apabila dalam 1 bulan orang tersebut mampu mengeluarkan uang lebih dari Rp 550.458 per bulan, maka tidak lagi dianggap berada dalam garis kemiskinan. Sehingga tidak akan mendapatkan bansos (Kompas, 14/01/24).

Namun, Bansos tersebut nyatanya jauh dari kata cukup. Banyaknya kebutuhan mulai dari kebutuhan sehari-hari, pendidikan, sampai kesehatan tidak dapat tercover dengan adanya bansos. Belum lagi jika bansosnya salah sasaran. Sulit sekali mengatasi kemiskinan.
Selain masalah kemiskinan, ada banyak masalah lain. 

Misalnya, pendidikan yang kurang berkualitas. Masyarakat sulit mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Kini masyarakat dipaksa untuk mengeluarkan biaya yang sangat mahal. Karena sekarang mayoritas sekolah yang lebih berkualitas adalah sekolah swasta.

Selain itu, kesehatan pun juga menjadi dampak dari kemiskinan yang makin merajalela. Mendapatkan makanan yang bergizi, seperti daging saja itu adalah suatu hal yang sangat jarang. 

Tetapi apa boleh buat? Harga daging pun juga melambung tinggi, sehingga kita bisa menyantap daging itu hanya setahun sekali yaitu pada saat hari raya Iduladha. Terlebih, biaya ketika sedang sakit, biayanya tidak main-main. Kalaupun ada yang gratis, kualitasnya juga kurang terjamin.

Buah Sistem Kapitalisme

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak sumber daya alam. Tapi rakyatnya tidak bisa menikmati hasil SDA dengan sebebas-bebasnya. Malah berkebalikan, pihak asing justru sampai mendapatkan hak kepemilikan. Itu semua adalah buah dari sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia. 

Sistem ini hanyalah menguntungkan sebelah pihak saja. Para kapitallah yang akan menang dan diuntungkan.
Dalam sistem kapitalisme, negara hanya menciptakan kebijakan-kebijakan. Selanjutnya yang melaksanakan adalah pihak swasta atau pemilik modal. Misalnya, negara menciptakan UU tentang kesehatan akan tetapi yang melaksanakan adalah pihak swasta yaitu berupa BPJS. 

Masyarakat diharuskan untuk membayar setiap bulannya meskipun tidak sakit. Lagi-lagi swasta yang diuntungkan. Padahal seharusnya kesehatan adalah tanggung jawab dari negara.

Negara Islam sebagai raa'in
Berbeda dalam sistem Islam. Negara akan ditetapkan sebagai raa'in (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab atas kesejahteraan individu. Negara akan menjamin kebutuhan primer rakyatnya. Mulai dari sandang, pangan dan papan akan diperhatikan oleh negara dan akan dipenuhi dari hasil bumi dengan berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh negara.

Lapangan pekerjaan pun juga akan mudah sekali didapatkan. Masalah kepemilikan juga telah diatur. Sehingga tidak akan terjadi peristiwa tambang yang diambil alih oleh ormas atau swasta. Aturan hak kepemilikan tersebut dibagi menjadi tiga bagian. 

Pertama, kepemilikan individu. Contohnya harta warisan, harta hasil kerja. Kedua adalah kepemilikan umum yaitu meliputi hutan, tambang, padang rumput, sungai,. Sedangkan yang termasuk kepemilikan negara adalah jizyah, ghanimah, kharaj.

Sejarah membuktikan bahwa sistem Islam telah berhasil menyejahterakan rakyatnya. Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz sangat sulit sekali menemukan orang-orang miskin, karena hidupnya telah berkecukupan. Sehingga sangat sulit untuk menemukan orang yang berhak menerima zakat. 

Oleh karena itu, kemiskinan hanya bisa selesai dengan penerapan Islam oleh khilafah. Maka, sebagai umat Islam yang beriman, selayaknya berhijrah dari sistem yang rusak menuju sistem yang benar, yaitu Islam.


Oleh: Kholipah Nurkhasana 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar