Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Katanya Kemiskinan Menurun, tetapi kok PHK di Mana-Mana!

Topswara.com -- Sebagai ibu rumah tangga di seluruh Indonesia pastinya merasakan dampak inflasi setiap tahunnya. Semua harga kebutuhan pokok naik, katanya sih enggak naik tetapi ganti harga.

Misal kenaikan harga beras yang dimakan setiap hari, dari harga sepuluh sampai dua belas ribu sekarang tidak ada beras yang harga segitu. Ganti harga menjadi empat belas ribu sampai lima belas ribu. 

Nah kenaikan harga-harga di semua kalangan tidak dibarengi dengan kenaikan upah minimum regional, pada akhirnya banyak ibu rumah tangga yang mengeluhkan atas kenaikan harga-harga kebutuhan pokok tersebut.

Belum lagi biaya sekolah, bayar listrik, air, tagihan-tagihan yang lainnya. Saya rasa gaji UMR tidak mencukupi dengan pengeluaran yang ada. Sehingga yang terjadi dalam ekonomi kita adalah daya beli masyarakat yang sangat menurun. Pedagang banyak yang mengeluhkan sepi pembeli. Parahnya banyak pegawai swasta yang di-PHK oleh perusahaannya karena tidak mampu bersaing dalam persaingan global ini.

Tetapi anehnya kenapa pejabat negeri ini justru mengeklaim bahwa kemiskinan menurun? Apakah ini fakta bahwa masyarakat Indonesia mengalami peningkatan kesejahteraan ekonomi?

Dilansir dari menpan.go.id (5/7) mengatakan bahwa, di tengah stagnasi ekonomi global, berbagai kebijakan strategis pemerintah berhasil menopang resiliensi ekonomi nasional. Per Maret 2024, tingkat kemiskinan melanjutkan tren menurun menjadi 9,03 persen dari 9,36 persen pada Maret 2023.

“Penduduk miskin pada Maret 2024 turun 0,68 juta orang dari Maret 2023 sehingga jumlah penduduk miskin menjadi sebesar 25,22 juta orang. Angka kemiskinan ini merupakan yang terendah dalam satu dekade terakhir,” ujar Kepala Badan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu, dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (05/07/2024).

Tetapi fakta di masyarakat justru sebaliknya. Rakyat Indonesia masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Upah pegawai swasta yang sangat rendah belum mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarga. Para pedagang yang sepi pembeli juga membuktikan bahwa hoax jika rakyat Indonesia dikatakan turun angka kemiskinannya.

Jadi negara tidak sungguh-sungguh mengurangi kemiskinan dengan kebijakan nyata, tapi hanya sekedar bermain angka spekulatif semata. 

Penguasa mengandeng erat segelintir para crazy rich untuk bekerjasama dalam mempertahankan kekuasaannya, tetapi melupakan masyarakat yang miskin yang memerlukan perhatian lebih dan membutuhkan solusi. Jelas! ini watak asli sistem kapitalisme yang melupakan janji-janji manis pada "wong cilik" cuma dibutuhkan sesaat saat pemili saja.

Ah rasanya seperti ini susahnya jika kapitalisme menguasai semua lini kehidupan. Yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, itu bukan jargon semata, tetapi memang terbukti di zaman yang serba susah ini. Ya jelas karena tidak menggunakan hukum Allah pencipta manusia. 

Inilah yang terjadi sistem kapitalisme meniscayakan adanya kemiskinan apalagi negara hanya sebagai regulator, rakyat diabaikan sementara konglomerat dianak emaskan. 

Beda banget dengan sistem Islam yang menetapkan negara sebagai pengurus rakyat atau raa'in, negara wajib menjamin terwujudnya kesejahteraan individu per individu melalui berbagai kebijakannya.

Telah terbukti ketika daulah Islam memimpin dunia saat itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz kebingungan mencari orang miskin untuk diberi zakat, tidak ada yang menerima zakat karena semua rakyatnya sudah kaya. 

Artinya sebegitu makmur dan sejahteranya ketika Islam diterapkan di muka bumi ini. Sehingga berkah langit dan bumi Allah turunkan kepada hambaNya yang taat kepada perintah Allah yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.


Oleh: Munamah
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar