Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kalimat, 'Kamu Terlalu Baik Untukku' Menunjukkan Belum Beres dalam Visi Berumah Tangga

Topswara.com -- Direktur Siyasah Institute Ustaz Iwan Januar mengatakan kalimat "kamu terlalu baik untukku" yang diungkapkan dengan maksud menolak secara halus baik laki-laki maupun perempuan dalam hal pernikahan menandakan ada yang belum beres dengan visi dan orientasi seseorang untuk berumah tangga. 

"Jadi kalimat kamu terlalu baik untukku lagi-lagi yang mau nikah, jangan kalimat begitu muncul kenapa? Berarti ada yang belum beres di dalam visi dan orientasi kita berumah tangga maka lurusin lagi," ungkapnya dalam video Maaf, Kamu Terlalu Baik untukku, di kanal YouTube Cinta Qur’an Foundation, Rabu (3/7/2024).

Sehingga ia mengingatkan, orientasi pernikahan harus didudukan pada hal yang benar dan visi yang benar. Niat menikah diluruska lagi, ngaji agar kemudian bisa memahami dengan baik jika berumah tangga nantinya aka diarahkan ke mana untuk mendapatkan bagian terbaik di akhirat.

"Ada memang perempuan yang menolak laki-laki yang seperti itu. Pertimbangannya, rupa, dia terlalu baik buat saya, saya kayaknya tidak selevel dengan kondisi seperti ini. Sebenarnya bisa kita analisis bahwa orang yang seperti itu sampai sekarang orientasi hidup, pernikahannya bukan untuk menjadi orang yang lebih baik lagi visinya, jadi orientasinya apa? Kita ingin ada progress dalam kebaikan, kita ingin yang terbaik apalagi dalam masalah akhirat harus lebih baik lagi," ungkapnya.

Ia mengutip hadis Nabi SAW yang artinya: 'Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan di muka bumi'. (HR. Tirmidzi No.1085. Al Albani berkata dalam Shahih At Tirmidzi bahwa hadis ini hasan lighairihi).

Pakar Parenting Islam itu mengingatkan bahwa hadis tersebut merupakan warning (peringatan) bahwa buat seorang Muslimah itu memang punya hak menolak lamaran, punya hak tidak menerima apa yang disampaikan seorang laki-laki. Namun jika yang datang laki-laki yang agama dan akhlaknya baik, pekerjaannya mapan, umur sudah masuk lalu hanya karena parasnya, kodisi mukanya enggak pas, enggak selera kalau dibandingin barang kali dengan artis-artis atau aktor Korea jauh. Itu lebih baik dipertimbangkan matang-matang, meskipun itu salah satu hal yang oke. Tetapi jangan sampai itu menjadi first priority (prioritas utama) dalam mencari seorang calon suami.

"Kalau kemudian datang laki-laki yang sudah oke, tetapi tidak diterima dengan alasan kurang baik untuk saya, tidak sepadan, tidak selevel, waduh lalu yang dicari yang bagaimana? Mau mencari laki-laki yang sama-sama ibadahnya bolong-bolong? Cari yang enggak pernah baca Qur’an? Cari yang enggak pernah ngajak puasa, enggak pernah ngebimbing ngajak shalat jamaah ke masjid apa mau yang begitu? Harusnya jangan dong, kalau datang laki-laki yang agamanya oke, kualitasnya diatas teman-teman calon ibu, calon istri itu bersyukur banget," paparnya.

Begitu juga dengan ikhwan/laki-laki, jika ada akhwat hafizah, rajin ibadahnya, aktif dalam kegiatan pengajian, lalu laki-laki malah mundur teratur, ia mengingatkan berarti laki-laki itu sama dengan yang akhwat. Maka orientasinya harus didudukan pada hal yang benar, visi yang benar. 

"Teman-teman ikhwan, bahwa kita itu terutama yang belum menikah, yang masih single, ketika berpikir cari istri itu bukan sekadar kesenangan kita saja. Karena dia cantik, pokoknya secara fisik oke. Tetapi dalam menikah ada proses lanjutannya bahwa nanti kamu itu punya anak, punya anak butuh ibu, dan natural perempuan menjadi ibu tetapi sifat natural Perempuan yang penyayang, mendidik anak, itu harus dinaikkan kapasitasnya," terangnya.

Bagi ikhwan (laki-laki) lanjut Iwan jangan sampai masalah fisik menjadi prioritas awal di dalam mencari calon istri. "Lalu kemudian ada yang bilang seperti Song Jong Ki, itu kejauhan. Jangan jadi prioritas awal, itu kemudian menjadi patokan harga mati untuk menentukan calon pasangan," lanjutnya.

Ia mengingatkan bahwasanya laki-laki adalah qawwam, dan banyak persoalan rumah tangga datang dari sisi laki-laki. "Saya tidak mengatakan perempuan punya masalah, kalau perempuan punya masalah, laki-laki mudah menyelesaikan, tetapi kalau laki-laki sudah punya masalah, perempuan itu dikatakan Nabi kalau sudah nikah seperti tawanan," tegasnya.

Sehingga, lanjutnya, akhwat (perempuan) kalau sudah menikah seperti masuk penjara, dan penjara tidak bisa ngapa-ngapain tergantung sipirnya, makan juga dikasih sipir.

"Berpikirnya nikah bukan untuk kesenangan kita (individu). Sebagai seorang lak-laki, memang kalau punya istri cantik yang secara fisik itu oke, happy. Ingat, itu cuma diawal-awal saja karena nanti ketika menikah teman-teman akan merasakan bersyukur banget punya istri yang mensupport suami dalam keadaan susah maupun senang, dan menjadi ibu bagi anak-anaknya itu oke. Maka jangan sampai misalkan nanti datang rijal green flag ‘saya tidak pantas, terlalu baik buat saya’ kata-kata itu dihilangkan, diganti dengan satu visi ‘oh pasti saya bisa," pungkasnya.[] Alfia Purwanti
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar