Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islam, Solusi Hunian Murah bagi Rakyat

Topswara.com -- Rumah adalah tempat manusia tinggal yang berfungsi sebagai tempat beristirahat, berlindung dari cuaca luar, juga berkumpul bersama anggota keluarga lainnya. Keberadaannya menjadi kebutuhan pokok yang harus dipenuhi baik dengan memilikinya secara pribadi atau dengan cara menyewa.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan hunian, PT Kreasi Prima Nusantara (KPN) menggelar proyeknya yang ke delapan yaitu Pesona Prima 8 Banjaran pada 7 Juli 2024 lalu.

Rencananya akan dibangun sebanyak 497 unit rumah bersubsidi di lahan seluas 6,1 hektar dengan empat tipe bangunan. Pihaknya menargetkan semua bisa terjual dalam kurun waktu kurang dari satu tahun dengan penawaran Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama konsumen tanpa biaya tambahan. Untuk pembiayaan KPR, mereka menggandeng BTN syariah dan Bank Syariah Indonesia untuk bekerjasama. (Kompas.com,10/07/2024)

Rumah bersubsidi adalah program pemerintah yang yang dikerjakan oleh Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) dengan menggandeng pihak swasta dalam pengadaannya. Agar hasil bangunannya berkualitas baik, maka ditetapkan bahwa hanya perusahaan yang tergabung dalam asosiasi saja yang boleh menjalankan tender ini.

Banyak masyarakat yang tertarik mengikutinya karena bisa mendapatkan tempat tinggal dengan harga terjangkau, menggunakan sistem kredit, bahkan mendapat bantuan uang muka dan pembayarannya ringan karena tidak dikenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). 

Keberadaan bank negara yang menjadi rekan usaha dan kemudahan memperoleh SHM (Surat Hak Milik) menjadikan rakyat lebih tergiur dengan program yang ditawarkan.

Rumah subsidi semestinya menjadi solusi bagi rakyat untuk memiliki tempat tinggal yang layak huni. Namun, tata kelola yang ada saat ini bersifat kapitalistik dan memunculkan beberapa masalah dalam perjalanannya, hal itu disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut: 

Pertama, pemerintah tidak mengatur penuh tata pelaksanaan proyek pembangunan dan menyerahkannya pada pihak swasta. Hal ini dianggap lebih menguntungkan bagi pengusaha dan oligarki yang terlibat di dalam proyeknya saja. Lalu, kepemilikannya tidak bisa dialihkan pada nama konsumen apabila cicilan belum terlunasi.

Kedua, ada skema pembayaran yang berbasis riba, sehingga membuat besaran cicilan bisa meningkat di kemudian hari karena suku bunga yang berubah. Ini mungkin saja terjadi karena jangka waktunya bisa mencapai 20 tahun.

Masyarakat juga akan terkena denda jika ada keterlambatan dalam pembayaran setiap bulannya. Belum lagi rakyat Indonesia yang notabene muslim tidak terjaga ketaatannya terhadap pelaksanaan syariat.

Ketiga, kualitas bangunan yang sering membuat pelanggan kecewa karena berbagai masalah seperti, lokasi yang jauh, ukurannya kecil, kualitas bahan baku bangunannya standar bahkan perlu renovasi di beberapa titik agar bisa lebih nyaman untuk ditempati. Keadaan ini terkadang tidak sesuai dengan harga yang dinilai lebih mahal karena menggunakan sistem kredit dalam jangka waktu yang panjang.

Keempat, rumah bersubsidi tetap menjadi solusi yang tidak menyeluruh karena masih banyak rakyat yang belum memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang memadai untuk cicilan setiap bulannya. Ini berarti program tersebut hanya bisa menyasar kalangan menengah saja, sementara masyarakat yang tergolong miskin tetap tidak mampu untuk mengaksesnya. 

Begitulah rezim yang menerapkan kapitalisme dalam sistem ekonominya, solusi yang ditawarkan hanya bersifat parsial dan hanya menguntungkan para pemilik modal saja. Berbeda kenyataannya jika Islam diterapkan dalam tatanan ekonomi serta seluruh aspek kehidupan. Negara akan bertanggung jawab penuh terhadap urusan rakyatnya termasuk untuk penyediaan hunian murah. 

Semua itu bisa saja diwujudkan, karena Islam menetapkan bahwa sumber daya milik umum harus dikelola negara, dan manfaatnya dikembalikan kepada rakyat. Sehingga negara memiliki kemampuan menyediakan rumah murah non ribawi tanpa harus menggandeng swasta. Bahkan bisa memberikan secara cuma-cuma bagi rakyat yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli. 

Syariat dengan gamblang telah menegaskan keharaman riba, sehingga rakyat hanya dibebankan dengan jumlah pokok dari harga bangunannya saja. Tidak akan ada penambahan biaya seperti pajak, denda atau yang lainnya karena hal itu tidak dibenarkan dalam Islam. 

Selanjutnya, kualitas bangunan bisa dimaksimalkan karena negara akan mempekerjakan para ahli dalam proses pembangunannya serta menggunakan kualitas bahan yang baik. Itu bisa diwujudkan karena pemerintah memandang perlu membuat bangunan yang aman lagi nyaman bagi masyarakat. 

Terakhir, hunian murah dan berkualitas sangat mungkin dijangkau oleh setiap kepala keluarga karena lapangan pekerjaan dibuka seluas-luasnya oleh negara sebagai bentuk pengurusan terhadap masalah umat. 

Dengan demikian, mereka memiliki dana yang cukup untuk membangun tempat tinggal sendiri atau membeli yang sudah jadi. Ini yang menyebabkan rakyat bisa memenuhi kebutuhannya secara menyeluruh.

Itulah mekanisme Islam dalam memenuhi kebutuhan rakyat secara langsung atau tidak langsung bagi semua. Sayangnya aturan ini tidak bisa berjalan dalam pemerintahan yang menjalankan kapitalisme seperti sekarang. 

Sistem ekonomi Islam harus dijalankan berdampingan dengan aspek lainnya seperti dalam politik, pendidikan, sosial kemasyarakatan dan lain sebagainya. Maka penerapan Islam kaffah menjadi sesuatu yang mendesak dan perlu diperjuangkan.

Wallahu a'lam bishawab.


Oleh: Ai Siti Nuraeni
Pegiat Literasi
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar