Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Islam Jauh Terpental, Bikin Masyarakat Lemah Mental

Topswara.com -- Miris, melihat kondisi masyarakat saat ini yang seperti kian lemah jiwanya. Saat tak mampu menghadapi berbagai persoalan hidup, bunuh diri dianggap sebagai jalan pintas atasi masalah. 

Beberapa kasus terjadi, seperti di Tanah Datar, Sumatra Utara. Seorang pemuda berusia 18 tahun nekat gantung diri lantaran minta dibelikan sepeda motor oleh orang tuanya yang secara ekonomi belum mampu memenuhinya. 

Lalu pada Maret 2023, di Bantul, Yogyakarta, seorang pria ditemukan tewas tergantung di langit-langit musala. Pertengahan Desember 2023, warga Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang dikejutkan oleh meninggalnya satu keluarga yang diduga bunuh diri lantaran terlilit utang. 

Ä°ni hanya beberapa kasus yang tersebutkan di tanah air. Jika dahulu kasus bunuh diri hanya di dengar di berita mancanegara, seperti Korea Selatan dan Jepang yang dikenal sebagai negara yang memiliki angka bunuh diri tinggi, melihat beberapa kasus di atas, maka Indonesia mulai mengikuti jejak kelam perihal kasus bunuh diri. 

Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri, mencatat terdapat 451 kasus bunuh diri pada periode Januari—Mei 2023. Jika dirata-rata, setidaknya ada tiga orang bunuh diri setiap harinya.

Secara nasional, Provinsi Bali menduduki peringkat pertama angka bunuh diri. Data Pusiknas Polri menyebutkan bahwa angka bunuh diri di Bali mencapai 135 kasus sepanjang 2023. 

Sementara di DIY menjadi yang tertinggi kedua di seluruh Indonesia setelah Bali. Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri yang menerima laporan kasus bunuh diri sepanjang 2023, angka suicide rate di DIY mencapai 1,58. 

Suicide rate dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk. Angka suicide rate Bali jauh melampaui provinsi di Tanah Air yaitu 3,07. Peringkat ketiga Provinsi Bengkulu 1,53. Sementara, Aceh menempati posisi buncit dari seluruh provinsi di Indonesia, angka suicide rate-nya hanya 0,02 (detik.com, 30/6/2024).

Psikolog Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo mengatakan, penyebab bunuh diri bisa bermacam-macam. Salah satunya karena proses meniru atau modelling dari kasus sebelumnya yang diketahui dari medsos. Menurutnya, ini menjadi keprihatinan banyak pihak karena DIY Kota Pelajar dan banyak orang ingin menuntut ilmu di Yogya. 

Ia memandang, dilihat dari kondisi geografisnya, perlunya seluruh elemen mengatasi kasus bunuh diri karena DIY merupakan daerah yang berisiko tinggi terjadinya kasus bunuh diri di Indonesia (republika.co.id, 4/10/2024).

Kesehatan Mental Melemah

Jika pelaku bunuh diri hanya satu atau dua orang mungkin masih bisa dikatakan hal ini adalah masalah individu. Namun, jika angka bunuh diri bukan lagi satuan tetapi sudah ratusan kasus, maka hal ini bukanlah sekadar fenomena biasa, tetapi menjadi tren. 

Peningkatan angka bunuh diri sesungguhnya menggambarkan betapa buruknya mental masyarakat yang terbentuk. Mental yang lemah menandakan bahwa masyarakat kita tidak cukup kuat menghadapi tantangan dan ujian hidup.

Munculnya masalah kesehatan mental merupakan faktor internal yang dipengaruhi cara pandang tertentu. Mengapa mental menjadi lemah? Ini karena pandangan hidup sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan. 

Akibatnya, masyarakat mengalami krisis identitas sebagai seorang hamba serta krisis keimanan yang membuat seseorang mudah goyah, gampang tersulut emosi, nafsu sesaat, hingga pikiran yang kalut. Inilah yang sesungguhnya yang menyebabkan masyarakat kita sakit, yakni tersebab lemahnya iman sehingga mengganggu kesehatan mental.

Hidup dalam Cengkeraman Sekularisme materialistik

Jika dicermati, fenomena maraknya bunuh diri juga dipengaruhi faktor lainnya. Di antaranya kehidupan sekuler yang memandang kehidupan berjalan dengan visi hidup materialistis. Standar kebahagiaan diukur dengan kepemilikan materi semata. 

Kemuliaan dan kemapanan hidup juga dinilai dengan segala sesuatu yang bersifat fisik, seperti jabatan, harta, kedudukan, dan kemewahan. Tidak heran, jika pandangan ini mendorong seseorang untuk mencapai segala sesuatu yang bersifat materi. Dengan segala cara, tidak peduli halal atau haram. Inilah bukti nyata kehidupan hari ini sangat materialistis.

Tak Sekadar Solusi Ä°ndividual

Menyelesaikan kasus ini tak cukup solusi secara individu. Karena jika melihat akar masalahnya,tidak sebatas problem personal, tapi sistemis. Masyarakat akan selalu dihadapkan pada kerasnya kehidupan. 

Bagaimana tidak, masyarakat akan menghadapi sulitnya mencari pekerjaan serta susahnya mendapatkan kebutuhan pokok, akibat kebijakan negara yang terkadang jauh dari harapan. Kondisi ini juga turut melahirkan kesenjangan sosial yang makin lebar dan dalam antara si kaya dan si miskin.

Masyarakat selalu dipertontonkan dengan gaya hidup bermegah-megahan sementara kenyataan tak seindah harapan. Akhirnya solusi praktis menjadi pilihan. Pinjaman online, judi online, investasi saham, dan lain-lain menjadi upaya yang ditempuh untuk mendapat materi dan menikmati kesenangan dengan cara singkat.

Ä°nilah mental lemah dan karakter instan yang terbentuk pada masyarakat dan generasinya. Jauh dari karakter mulia sebagai manusia dan seorang mukmin, mental pejuang, bahkan juga jauh dari karakter masyarakat yang memiliki pemikiran jernih, jernih untuk menghadapi berbagai persoalan hidup. 

Untuk bisa mewujudkan masyarakat bermental kuat, maka satu-satunya solusi adalah mengembalikan agama sebagai standar kehidupan. Islam sebagai agama yang sempurna, sudah seharusnya dijadikan sebagai tuntunan. Termasuk ketika menghadapi berbagai problema kehidupan. Tempat untuk kembali adalah aturan Sang Khalik, serta mewujudkan kehidupan ini dengan pengaturan Islam. []


Oleh: Sari Diah Hastuti
(Aktivis Muslimah di Yogyakarta)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar