Topswara.com -- Direktur Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi mengatakan total anggaran subsidi pupuk naik menjadi Rp54 triliun untuk alokasi 2024 setelah pemerintah menetapkan adanya tambahan volume dari 4,7 juta ton menjadi 9,5 juta ton.
Meskipun begitu ternyata naiknya anggaran subsidi tidak disertai dengan kemudahan mendapatkan pupuk. Sebab pupuk disebagian wilayah masih sulit untuk dijangkau sebab tidak tersebar merata.
Petani di Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer (km) untuk mendapatkan pupuk bersubsudi (berisatu.com, 23/6/2026).
Meski disebut sebagai pupuk bersubsidi, bukan berarti pupuknya murah apalagi gratis. Pemerintah telah mengeluarkan dana APBN untuk subsidi bubuk, tetapi harga pupuk tetap saja mahal.
Padahal negeri ini adalah negeri agraris dan pertanian merupakan salah satu sektor strategis yang seharusnya perlu perhatian serius, apalagi di tengah program swasembada pangan yang seharusnya diwujudkan pemerintah.
Negeri ini telah gagal mewujudkan swasembada pangan, sebab bahan pangan masih bersandar pada impor. Lebih parah lagi ternyata Indonesia juga masih bertumpu pada impor pupuk. Itu berarti dari hulu ke hilir kita ternyata belum bisa mandiri. Jika semua aspek pertanian bertumpu pada impor maka itu berarti alarm berbahaya bagi bangsa ini.
Lebih parah lagi. Ternyata pemerintah tercatat memiliki utang subsidi pupuk kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) sebesar Rp12,5 triliun. Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyebut, utang tersebut terdiri atas tagihan berjalan April 2024 sekitar Rp2 triliun dan sisanya merupakan tagihan subsidi pupuk pada 2020, 2022, dan 2023 yang belum dibayarkan pemerintah (bisnis.com, 20/6/2024).
Negara memenuhi kebutuhan pupuk ternyata bersandar pada utang. Padahal utang negeri ini sudah sangat menumpuk. Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah mencapai Rp8.262,10 triliun di akhir Maret 2024.
Jika semua pengelolaan urusan rakyat bertumpu pada kaidah kapitalisme bahwa negara hanya fasilitator dan swasta sebagai operator maka inilah hasilnya. Negara gagal memenuhi kebutuhan rakyat dari hulu sampai hilir. Harga pangan mahal, pupuk mahal dan hitang menumpuk. Padahal seandainya negara hadir sebagai periayah dan pengurus umat tentu hal ini tidak akan terjadi.
Dalam sistem politik sekuler, negara hanya pengatur dan menetapkan aturan. Sementara swasta lah yang terjun secara riil dalam memenuhi kebutuhan rakyat dengan motif ekonomi dan standar untung rugi. Sehingga wajar hampir semua hajat hidup rakyat di ambil alih oleh swasta.
Lihat saja, program pengadaan pupuk negara menyerahkan kepada swasta dan negara cukup sebagi pembuat regulasi dan memberi subsidi. Bahkan dengan tidak malu-malu negara justru menumpuk hutang pada BUMN dalam urusan pengadaan pupuk.
Meski begitu, urusan pupuk ternyata bukan tuntas malah tetap ruwet. Padahal seandainya urusan pupuk ini diatur sedemikian rupa di mana negara mengadakan sendiri secara mandiri tentu ini akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat. Di sisi lain harga pupuk bisa dikendalikan oleh negara tidak didikte oleh importir atau negara pemasok pupuk. Lebih dari itu pupuk pun bisa merata di masyarakat.
Harga pupuk yang stabil akan berpengaruh terhadap biaya produksi. Pada akhirnya ini akan berpengaruh pada penyediaan pangan dalam negeri. Sungguh kebijakan yang aneh jika pemerintah hanya fokus pada pemberian subsidi sementara swasta dibiarkan mengambil keuntungan sesuka hati dan mencekik petani dalam negeri.
Naiknya subsidi pupuk tidak cukup untuk menyelesaikan carut marut urusan pertanian. Sebab seharusnya sektor strategis ini mendapat support total dari pemerintah. Mulai dari pengadaa lahan, pengadaan benih, pupuk, dan pestisida hingga penutupan kran impor. Ini semua tentu butuh kehadirannya negara yang menerapkan islam dalam semua urusan kehidupan. Sebab sektor pertanian tentu akan berhubungan langsung dengan sistem politik dan sistem ekonomi.
Pengelolaan pertanian bisa dijalankan secara mandiri butuh dukungan politik dan dukungan finansial. Sistem islam menjadi jawaban atas kegagalan negara dalam mengurus rakyat. Sistem ini adalah sistem terbaik dan Allah menjanjikan keberkahan jika kita menerapkannya dalam kehidupan.
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan (TQS. al-Araf : 96). []
Oleh: Nurjannah Sitanggang
(Aktivis Muslimah)
0 Komentar