Topswara.com -- Tawuran merupakan hal yang sangat meresahkan dan terus berulang. Tidak jarang karena hal kecil, tawuran pecah hingga menimbulkan dampak bagi masyarakat sekitar. Bahkan kini, tawuran diduga dijadikan ajang mencari cuan. Aksi kekerasan ini sengaja diunggah di medsos guna mendapatkan keuntungan.
Seperti yang diberitakan oleh news.detik.com (30/6/2024), aksi tawuran kembali terjadi di Jalan Basuk Rahmat (Bassura) Cipinang Besar Utara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur pada Kamis (27/6/2024) pukul 05.30 WIB.
Aksi tawuran yang melibatkan warga RW 01 dan RW 02 ini bukan yang pertama kali. Awal tahun lalu, keduanya terlibat tawuran serupa. Meskipun sudah membuat deklarasi damai, tetapi hal itu tidak mampu menghentikan tawuran. Bahkan, muncul dugaan kalau tawuran dilakukan sebagai konten di medsos.
Tawuran Merugikan
Tawuran sering kali disebabkan oleh hal yang sepele. Bermula dari saling ejek atau tersenggol tidak sengaja, emosi bisa tersulut. Merasa harga dirinya tercoreng, orang meluapkan emosinya dengan melakukan kekerasan.
Pada awalnya hanya dua orang yang terlibat adu mulut atau adu fisik. Namun, karena ada yang memanas-manasi, perseteruan kemudian meluas hingga melibatkan satu kampung. Pecahlah tawuran antar warga dengan dampak yang lebih merusak.
Tidak hanya meresahkan, tawuran juga menimbulkan kerusakan pada lingkungan sekitar. Selain mengganggu aktivitas warga, tawuran juga menyebabkan fasilitas publik mengalami kerusakan.
Kerap kali, tawuran terjadi di tempat umum seperti jalan sehingga menghalangi orang lain. Fasilitas publik dan properti pribadi yang ada di sekitar pun terkena imbasnya. Pelaku tak bisa mengendalikan emosinya sehingga tak memikirkan mengenai dampak dari aksinya. Apa pun yang ada di depan mata dihantamnya.
Hasil Pendidikan Sekuler
Sungguh miris! Aksi tawuran antar kelompok terus saja terjadi dan melibatkan remaja atau anak-anak muda. Mereka seakan mudah sekali tersulut emosi dan melampiaskannya dengan melakukan kekerasan. Mereka bahkan membawa senjata tajam untuk menghadapi pihak lawan.
Ini merupakan aksi kriminalitas yang membahayakan banyak orang. Dengan membawa senjata tajam, sudah barang tentu punya niat untuk menakuti atau melukai orang lain. Nyawa diri sendiri atau orang lain berada dalam ancaman.
Lebih miris lagi tatkala menemukan realitas bahwa tawuran dijadikan konten untuk mengeruk cuan! Kok bisa aksi kekerasan semacam itu dilakukan demi meraih keuntungan materi?
Hal ini tidak terlepas dari sistem kehidupan yang berlaku di tengah manusia saat ini. Sistem yang berlandaskan pada asas manfaat membuat orang hanya melihat dari materi. Perbuatan dilakukan selama ada keuntungannya.
Generasi yang hidup dalam sistem ini dididik dengan mindset bahwa hidup berfokus pada materi. Dalam sistem sekularisme saat ini, pendidikan untuk generasi tak mendasarkan kurikulumnya pada nilai-nilai agama. Ditanamkan pada generasi bahwa hidup adalah untuk meraih materi atau mengejar prestasi yang sifatnya duniawi. Agama dipandang tidak begitu penting.
Pendidikan sekularisme telah melahirkan insan-insan materialistis yang kering spiritualitasnya. Mereka sibuk mengejar dunia dan mengumpulkan materi sebanyak mungkin dengan mengabaikan aturan tuhan. Agama tidak lagi menjadi panduan. Segala cara dihalalkan untuk meraih tujuannya. Tidak peduli meskipun itu bisa membahayakan dan merugikan orang lain.
Inilah gambaran pendidikan ala sekularisme. Sistem pendidikan ini gagal menjadikan manusia sesuai fitrahnya sebagai hamba Sang Khalik. Akibatnya, manusia diliputi kekacauan dan keberadaannya tak membawa menfaat selain kerusakan.
Generasi Islam yang Luhur
Kondisi ini hanya bisa diperbaiki dengan penerapan aturan terbaik. Aturan tersebut adalah Islam. Hanya Islam yang mampu mengatur kehidupan manusia dari segala sisinya sekaligus menjadi solusi setiap permasalahan. Islam tidak hanya agama, tetapi juga merupakan pandangan hidup yang berasal dari Allah Al-Mudabbir.
Islam diterapkan secara menyeluruh di segala bidang kehidupan termasuk dalam urusan pendidikan. Ketika Islam menjadi landasan pendidikan, maka fokusnya adalah membentuk karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Generasi yang dibina dengan akidah Islam akan tertanam dalam benaknya bahwa hidup adalah untuk mencari ridha Allah taala.
Pendidikan Islam merupakan yang terbaik karena tak hanya memberikan bekal dalam kehidupan, tetapi juga mempersiapkan generasi untuk menghadapi akhir kehidupan atau kematian. Hasilnya, generasi tidak hanya terampil dengan urusan duniawi, tetapi juga fokus dengan perkara akhirat. Mereka mampu bertahan dalam setiap keadaan dengan tetap berpegang kepada syariat.
Generasi yang lahir dari pendidikan Islam akan memahami keberadaan mereka di dunia sebagai hamba Allah. Mereka sadar bahwa tugas hamba adalah untuk beribadah dan menjalankan perintah-Nya.
Inilah yang membuat generasi menjadi baik dan bermanfaat bagi sekitarnya. Mereka akan menghindari segala yang tercela dan buruk seperti halnya tawuran dan melukai orang lain tanpa alasan yang benar.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar