Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Anggaran Pendidikan Dikorupsi, Islam Solusinya

Topswara.com -- Belum lama ini, Penyuluh Antikorupsi (PAKSI) menyoroti dugaan tindak pidana korupsi dalam tatakelola dan pelaporan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun Anggaran 2022/ 2023, yang dilakukan oleh Sekolah Menengah Atas (SMAN) 1 Baleendah Kabupaten Bandung. PAKSI yang telah bersertifikasi LSP KPK Hamdan dengan No.Reg.PAK.915.0.00193 2022 tersebut mengatakan, pihak BPKP perwakilan Jawa Barat harus mengaudit masalah penyelewengan dana BOS ini. (Bandungraya.net, 28/6/2024)

Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) adalah bantuan pendidikan berbentuk dana yang diberikan pemerintah kepada satuan pendidikan untuk membiayai kegiatan operasional sekolah dari tingkat dasar hingga menengah atas. Meskipun begitu, pada faktanya dana BOS ini tidaklah besar dan tidak semua siswa mendapatkan fasilitas dari dana BOS tersebut alias tidak merata. 

Diketahui Dana BOS untuk jenjang PAUD/TK sebesar Rp700 ribu/siswa/tahun, jenjang SD Rp900 ribu/siswa/tahun, jenjang SMP Rp1,1 juta/siswa/tahun, jenjang SMA/SMK Rp1,5 juta-Rp1,6 juta/siswa/tahun, jenjang SLB Rp3,5 juta/siswa/tahun. Adapun untuk bagian guru hanya 15 persen, tergantung kepada kepala sekolah yang memiliki kebijakan sekolah. (Detikcom. 4/3/2024)

Karena itu sangatlah ironis jika dana BOS ini menjadi bancakan korupsi. Sudahlah kecil, tidak merata, kini dikorupsi pula oleh praktisi pendidikan. Maka akan makin sedikitlah dana BOS diterima oleh sekolah (para pelajar). 

Apalagi pendidikan merupakan kebutuhan vital bagi rakyat yang menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhinya. Negara seharusnya berperan menjadi pihak penyelenggara pendidikan bagi rakyatnya dan memastikan setiap individu rakyat mendapatkan pendidikan yang layak, merata, dan gratis. 

Memang anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak sepenuhnya sampai kepada yang semestinya. Sejatinya, pendidikan itu gratis berikut sarana dan prasarana menjadi tanggung jawab negara. 

Pendanaanya tentu mudah jika negara bisa melihat potensi yang dimiliki seperti sumber daya minyak, gas, batu bara, timah, tembaga, laut, hutan, dan lainnya. Potensi ini bisa menjadi sumber pendapatan negara jika dikelola secara mandiri untuk kepentingan masyarakat termasuk pendidikan. Hanya saja sumber daya alam yang dimiliki saat ini banyak dikuasai asing sehingga merekalah yang mendapatkan keuntungan. 

Maka wajar jika sistem demokrasi kapitalisme melahirkan oknum-oknum rakus dan tamak. Apapun dilakukan untuk mendapatkan keuntungan bersifat materi, tak peduli halal haram. Karena bagi kapitalisme materi adalah yang utama. Itulah sebabnya, anggaran pendidikan yang merupakan hak rakyat pun tidak lepas dari tindak korupsi. 

Terlebih, dalam sistem kapitalisme sekolah tidak mendapatkan dukungan penuh dari negara, sehingga untuk memberikan gaji yang layak dan memadai bagi guru (honorer) pun demikian sulit. Meskipun ada dana BOS, tetapi tetap saja hal itu tidak mencukupi. Karena itu, tidak heran jika dana BOS pun dikorupsi oleh penyelenggara pendidikan karena untuk memenuhi kegiatan operasional sekolah. 

Dalam sistem ini negara hanya setengah hati dalam mengurusi rakyatnya. Bahkan kehilangan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan rakyat, yang seharusnya menyediakan fasilitas pendidikan yang layak, merata, dan gratis.

Berbeda dengan pendidikan dalam Islam. Dalam sistem Islam, pendidikan sangat jelas merupakan hak setiap individu rakyat, negara wajib bertanggung jawab dengan semua itu, agar warganya bisa mendapatkan haknya. 

Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan vital masyarakat. Karena itu negara akan memberikan fasilitas pendidikan yang layak, merata, dan cuma-cuma kepada rakyat, dari mulai tingkat dasar hingga tingkat tinggi.

Negara akan mendukung sekolah-sekolah dengan memberikan bantuan berupa dana pendidikan, membangun seluruh sarana dan prasarana pendidikan seperti gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, menyiapkan guru-guru yang kapabel dan memberikan gaji yang layak bagi mereka, untuk menunjang terlaksananya sistem pendidikan yang mumpuni bagi rakyatnya. Sehingga tidak ada celah untuk sekolah melakukan korupsi ataupun tindak kecurangan lainnya.

Seluruh pembiayaan sarana dan prasarana pendidikan ini diambil dari kas negara (Baitulmal). Sebab dalam sistem ekonomi Islam, negara memiliki sumber pendapatan yang besar yang berasal dari kepemilikan umum seperti sumber daya tambang yang cukup besar jumlahnya, mineral, batu bara, dan migas. 

Dan kepemilikan negara yaitu kharaj, jizyah, ghanimah, dan fai. Seluruhnya dapat dialokasikan untuk kemaslahatan umat terutama pendidikan dan kesejahteraan umatnya. 

Dalam Islam, para pemimpin juga akan menjalankan amanahnya dengan penuh rasa tanggung jawab dan ketundukan terhadap hukum syarak. Sabda Rasulullah SAW.:

"Imam (pemimpin), ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya." (HR Bukhari)

Ketika sistem Islam diterapkan, para penyelenggara pendidikan tidak akan berani melakukan penyelewengan dan menyalagunakan dana anggaran yang menjadi hak rakyat. Fasilitas dan kebutuhan pendidikan seperti infrastruktur bangunan sekolah dan lain-lain akan terpenuhi, para guru akan sejahtera. 

Hal ini sebagaimana di masa kejayaan Islam, guru memegang peran yang sangat vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Posisi guru sangat dimuliakan, mereka diberikan gaji yang bisa dibilang sangat besar, setiap bulannya mendapatkan 15 dinar, yang setara dengan 4,25 gram emas murni mulia. Hal yang sangat jauh dibandingkan saat ini. 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.


Oleh: Popon Marliah
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar