Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tapera, Bentuk Lepas Tangan Negara?

Topswara.com -- Aturan mengenai Tapera tengah menuai polemik di masyarakat. Pasalnya aturan ini memerintahkan pemotongan penghasilan buruh dan pekerja setiap bulannya. 

Padahal, selama ini telah banyak pajak dan potongan yang diterapkan pada penghasilan pekerja seperti BPJS, Jaminan Kecelakaan Kerja, atau Jaminan Hari Tua. Aturan ini menambah beban yang ditanggung para pekerja dan buruh.

Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perubahan Rakyat (Tapera) telah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024 lalu. PP ini mewajibkan pekerja untuk menjadi peserta Tapera. Konsekuensinya, pekerja dengan gaji di atas UMR akan dipotong sebesar 3 persen dari gajinya. 

Meskipun pekerja tersebut telah memiliki rumah sendiri, ia tetap diharuskan ikut. Ini seperti halnya BPJS yang menerapkan prinsip gotong royong. Jadi, yang sudah punya rumah membantu yang belum punya rumah melalui Tapera. (cnbcindonesia.com, 31/5/2024).

Kebijakan ini jelas ditolak karena kian memberatkan rakyat. Seperti halnya Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, yang mendesak pemerintah untuk mencabut aturan terkait Tapera. Ia mengatakan bahwa partai buruh dan KSPI akan melakukan aksi besar pada 6 Juni mendatang dalam rangka menolak Tapera. (money.kompas.com, 2/6/2024).

Ada sejumlah alasan penolakan Tapera. Di antaranya adalah aturan ini bentuk lepas tangan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rakyat akan rumah, memaksa, menambah beban hidup rakyat, rawan dikorupsi, ketidakjelasan dan kerumitan pencairan dana Tapera, dan ketidakpastian akan bisa memiliki rumah.

Penolakan ini sangat wajar mengingat fakta dan pengalaman mengenai kebijakan pemerintah selama ini banyak menzalimi rakyat. Program-program yang katanya untuk kepentingan rakyat justru diselewengkan sebagaimana dalam kasus korupsi Taspen dan Asabri.

Apalagi di tengah kondisi yang masih serba sulit seperti saat ini, program Tapera makin membebani rakyat. Seakan belum cukup rakyat dihadapkan pada harga barang yang naik, biaya sekolah dan kuliah yang mahal, lapangan pekerjaan yang sempit, ancaman PHK yang masih terus menghantui, dan kini masih ditambah lagi dengan penghasilan mereka yang harus dipotong untuk Tapera. Rakyat yang sudah pontang-panting mencari nafkah makin sengsara dibuatnya.

Selain itu, dari aturan ini tampak jelas bahwa negara lepas tangan dalam mengurusi rakyatnya. Negara ogah memenuhi kebutuhan rakyat akan rumah. Sebaliknya, aturan tersebut menyuruh rakyat untuk bergotong royong sendiri dalam memenuhi kebutuhan akan papan untuk semua. Rakyat diminta membayar iuran guna membantu sesamanya. Sementara, negara hanya membuat regulasi dan tak ikut membayar iuran.

Padahal, sejatinya rumah merupakan tanggung jawab negara untuk rakyatnya. Rumah menjadi kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi oleh negara sebagaimana halnya sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Karena itu, tugas negaralah menyediakan rumah yang terjangkau dan layak bagi setiap orang. 

Inilah bila Islam yang menjadi landasan negara. Islam menjadikan negara sebagai pengurus urusan rakyat. Islam memerintahkan pemimpin untuk melayani dan mengurus rakyatnya sebagaimana hadis Rasulullah: “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).

Karena itu, setiap apa yang menjadi kebutuhan rakyat menjadi tugas negara untuk menyelenggarakannya dengan sebaik mungkin. Segala urusan rakyat ada di tangan negara. Artinya, negaralah yang melayani rakyat atas setiap keperluannya. Negara tidak boleh menyerahkan urusan pelayanan tersebut kepada individu atau swasta maupun pihak lain. Negara tidak boleh membiarkan rakyat mengurus kebutuhannya sendiri.

Begitulah kiranya dengan kebutuhan akan papan atau rumah untuk rakyat seharusnya menjadi tanggungan negara. Tidak boleh bagi negara mengambil keuntungan atas penyelenggaraan kebutuhan ini. Justru rakyat harus dipermudah untuk bisa memiliki rumah yang layak sebagaimana ketentuan syariat. 

Islam menjamin setiap jiwa bisa tercukupi kebutuhannya dan terlindungi urusannya. Hanya dengan sistem Islam inilah, masyarakat akan hidup sejahtera lahir dan batin. Karena itu, mengupayakan agar Islam bisa diterapkan secara sempurna dalam kehidupan merupakan tugas yang mendesak. 

Wallahu a’lam bishshawwab.


Oleh: Nurcahyani 
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar