Topswara.com -- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025 tengah berlangsung di seluruh Indonesia. Para calon siswa mulai tingkat SMP, SMA/SMK, dan SLB telah melakukan pendaftaran tahap 1 sejak tanggal 3-7 Juni lalu. Sedangkan untuk tahap 2 berlangsung pada 24-28 di bulan yang sama.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, pemerintah membuka beberapa jalur dalam proses seleksi PPDB, yaitu: jalur zonasi, prestasi, afirmasi, dan perpindahan tugas orang tua. Tujuannya agar calon peserta didik baru dapat ditampung seluruhnya di sekolah-sekolah negeri sesuai dengan jenjang yang mereka tempuh.
Untuk wilayah pemerintahan Kabupaten Bandung sendiri, Bupati Bandung, Dadang Supriatna menegaskan tidak ada transaksi uang selama PPDB, dan semuanya harus sesuai dengan mekanisme yang ada. Ia pun menekankan bila ada sekolah yang nekat melakukan praktik curang maka akan segera ditindak dan diproses oleh ketua saber pungli. (detikjabar, 10 Juni 2024)
Sekalipun begitu, PPDB melalui 4 jalur mekanisme ini sedari awal sudah menemui banyak masalah. Dalam proses seleksinya saja tidak sedikit ditemukan berbagai kecurangan.
Mulai dari mengubah kartu keluarga agar berdomisili dekat dengan lokasi sekolah dengan maksud untuk memanipulasi jalur zonasi, melakukan pemalsuan data penghasilan agar terkategori miskin demi lulus jalur afirmasi, bisa juga melalui status siswa titipan, hingga memalsukan sertifikat agar diterima via jalur prestasi.
Praktik-praktik culas tersebut dilakukan dengan tujuan agar siswa diterima di sekolah-sekolah favorit yang kualitas pendidikannya dianggap paling baik. Adanya label sekolah negeri favorit membuat para orang tua dan calon siswa berlomba dan menggantungkan harapan agar diterima di sekolah terbaik.
Padahal kuota siswa yang dapat diterima di sekolah favorit terbatas jumlahnya, tidak sebanding dengan peminat yang mendaftar. Apapun akan dilakukan meskipun harus melalui jalan curang.
Dan hal inilah yang membuka peluang terjadinya pungutan liar (pungli) dan gratifikasi. Akibatnya siswa yang seharusnya diterima masuk, gagal mendapatkan jatah kursi di sekolah yang telah dipilihnya.
Adanya label sekolah favorit sendiri terjadi akibat tidak meratanya mutu pendidikan di seluruh wilayah negeri ini. Ketimpangan yang terlihat jelas adalah pemenuhan sarana dan prasarana sekolah, seperti gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan juga kualitas para gurunya.
Sedangkan lulusan sekolah favorit seakan menjadi jaminan siswa akan diterima di perguruan tinggi plat merah terbaik, dan pada akhirnya akan mudah mencari pekerjaan dengan penghasilan yang layak. Ibarat menempuh 'jalur sutra', seolah masa depan cerah sudah ada di tangan bila berhasil menempuh pendidikan di sekolah-sekolah terbaik.
Inilah cara pandang pendidikan ala kapitalisme sekularisme. Tujuan utama bersekolah adalah agar bisa mencapai nilai materi yang setinggi tingginya. Generasi muda merasa bangga bila berhasil mencapai kepuasan duniawi. Sekalipun harus melalui 'jalan belakang' demi memuluskan keinginannya.
Paradigma pendidikan ala sekularisme ini melahirkan generasi yang hanya cerdas secara ilmu pengetahuan dan teknologi, namun minim adab dan akhlak. Fenomena pungli hanyalah salah satu dari sekian banyak kebobrokan moral yang kita saksikan di negeri ini. Masih banyak kerusakan lain yang terjadi akibat jauhnya umat dari nilai agama.
Beginilah potret buram pendidikan yang tidak didasari akidah Islam. Pungli sudah dianggap lumrah. Para pelakunya, baik yang meminta ataupun yang memberi mungkin tidak pernah berpikir perbuatannya adalah dosa. Yang ada dalam benak mereka hanyalah bagaimana bisa memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya.
Pelaku pungli pun tidak pernah mendapat hukuman yang berat. Paling tinggi mendapatkan sanksi penjara ataupun hanya dicopot dari jabatannya. Tentu saja yang demikian tidak akan menimbulkan efek jera.
Maka tidak heran jika praktik curang seperti ini masih tumbuh subur di negeri ini. Padahal memungut biaya dengan jalan tidak sah adalah termasuk dosa besar, karena menzalimi orang lain dan memakan harta dari jalan yang batil.
Allah SWT. berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 188, yang artinya:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui.”
Oleh sebab itu jangan berharap praktik pungli di sektor pendidikan ini akan lenyap dari negeri mayoritas muslim ini selama rakyatnya tidak diatur dengan aturan Islam.
Islam mengatur bahwa sistem pendidikan wajib berbasis akidah Islam. Karena menuntut ilmu merupakan hak mendasar seluruh rakyat yang harus dipenuhi oleh penguasa tanpa memandang agama, suku, ras, bangsa, dan lain sebagainya. Seluruh warga negara yang tunduk pada pemerintahan Islam akan dijamin dapat bersekolah dengan kualitas yang sama.
Oleh karena itu negara akan fokus pada tujuan pendidikan, yaitu membentuk generasi yang memiliki kepribadian islami, dengan pola pikir dan pola sikap sesuai aturan Islam. Bukan hanya membangun sarana dan prasarana fisik untuk meningkatkan kualitas pengajaran, para guru pun akan didorong dan dibiayai untuk menambah kompetensi yang dimiliki.
Negara juga akan melakukan pemerataan kualitas sarana pendidikan di setiap wilayah, baik di kota maupun di desa. Sehingga tidak ada label sekolah favorit dan tidak. Semuanya mendapat prioritas yang sama dari negara. Para siswa pun mendapat kesempatan yang sama untuk merasakan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas.
Selain meningkatkan mutu pendidikan, negara juga akan membangun dan menjaga keimanan dan ketakwaan generasinya. Karena dengan kekuatan iman dan takwa umat tidak mudah tergoda dan terjerumus dalam dosa, misalnya dengan melakukan pungli, suap, dan sebagainya.
Masyarakat akan dibina dan dibangun kesadaran akan keterikatannya dengan Allah Swt. serta tujuan penciptaannya yaitu semata-mata mengabdi kepada-Nya saja. Dengan begitu akan timbul rasa takut melakukan maksiat dalam bentuk apapun.
Di samping itu negara juga akan memberlakukan sanksi yang tegas terhadap pelaku pungli (pemberi dan penerima), sehingga menimbulkan efek jera di kemudian hari untuk orang tersebut dan bagi yang lainnya. Dalam Islam, hukum untuk pelaku pungutan liar ini dikategorikan sebagai takzir, bisa dihukumi penjara bahkan sampai hukuman mati tergantung keputusan Qadhi yang menangani perkara ini.
Dengan demikian praktik-praktik kecurangan seperti pungli dan yang lainnya dapat dihindari. Pendidikan berkualitas bisa diraih oleh generasi umat seluruhnya untuk meraih kebangkitan Islam kembali. Dan semua itu akan terwujud bila sistem Islam kembali diterapkan secara kaffah.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Tatiana Riardiyati Sophia
Pegiat Literasi dan Dakwah
0 Komentar