Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Minimnya Didikan dan Perhatian Orang Tua, Lahirkan Generasi Rusak

Topswara.com -- Baru-baru ini viral sebuah video seorang siswi SD di Depok Jawa Barat menjadi korban bulliying siswi SMP. Berawal dari korban yang menginginkan masuk geng si pelaku. Korban sempat mendapatkan pesan WhatsApp dari pelaku yang isinya kurang lebih seperti ini “Kalau mau jadi ‘adek-adekan’, harus berantem dulu”. Istilah adek-adekan ini merupakan istilah untuk anggota genk baru. Korban awalnya tidak menggubris namun tetap diajak bertemu di sebuah kebun oleh dua pelaku. Detiknews.com (5/6/2024) 

Awal bulan Juni negeri ini juga mendapatkan kabar menyedihkan dari Kota Batu Malang seorang siswa smp menjadi korban pengeroyokan 5 temannya hingga meregang nyawa akibat ada pendarahan otak. Salah satu pelaku dikabarkan tersinggung dengan ucapan korban yang meminta dia untuk mencetak tugas kelompok di malam harinya. Okezone.com (1/6/2024).

Menurut data Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, jumlah anak yang berkonflik dengan hukum menunjukkan peningkatan pada periode 2020—2023. Per 26 Agustus 2023, tercatat hampir 2.000 anak berkonflik dengan hukum. Sebanyak 1.467 anak berstatus tahanan dan masih menjalani proses peradilan, sedangkan 526 anak sedang menjalani hukuman sebagai narapidana. 

Seorang psikolog klinis anak dan keluarga Putu Andini, mengatakan bahwa anak yang melakukan perundungan di sekolah biasanya berkaitan dengan kurangnya perhatian sehingga kebutuhan emosional anak tidak terpenuhi. “Semua kasus perundungan yang tampak diluar, didalam, ada kebutuhan emosi yang tidak terpenuhi. Anak-anak yang menjadi korban maupun pelaku terlihat ada masalah diluar, ada emotional needs yang tidak terpenuhi,” ucapnya. 

Kebutuhan emosional yang dimaksud adalah jika anak tidak mendapatkan perhatian dari lingkungan terdekat, termasuk orang tua yang akhirnya mereka menemukan cara melampiaskan emosinya di media sosial yang mudah diakses oleh anak-anak saat ini. Tempo.co (17/3/2023).

Anak yang seharusnya di masa kecilnya melewati kehidupan dengan bermain dan belajar kini menjadi pelaku kriminal, mengapa bisa? Kejadian ini bukan satu atau dua orang melainkan merata dibeberapa daerah.

Yang harus diingat anak adalah penerus peradaban. Jika anak sejak dini menjadi pelaku kriminal bagaimana kedepannya? Tentu saja ini merupakan alarm bagi kita semua, terlebih bagi orang tua. Mengapa?

Karena orang tualah merupakan sekolah pertama bagi anak-anak. Namun tidak bisa dipungkiri kita hidup bersosialisasi baik di lingkungan masyarakat dan sekolah, tentu saja lingkungan ini berpengaruh terhadap perkembangan perilaku, pemikiran anak. 

Maraknya anak menjadi perilaku kriminal tidak bisa lepas dari sistem hidup yang mengatur manusia saat ini. Sistem sekuler kapitalisme makin mendegradasi moral dan kepribadian generasi. Sistem ini menjauhkan orang tua dan keluarga dari perannya sebagai pendidik dan pengasuh menjadi penyedia yang hanya memberi tanpa edukasi. 

Orang tua fokus memenuhi kebutuhan primer hingga tersier (gaya hidup) sedangkan anak tidak mendapatkan pendidikan dan perhatian yang maksimal. Pada akhirnya anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan gawai, tentu saja hal ini berdampak buruk. Anak belum memiliki filter mana tontonan yang buruk dan baik bagi perilakunya.

Inilah dampak buruk dari sistem sekularisme kapitalisme terhadap peran orang tua ke anak? 

Pertama, orang tua fokus bekerja mengumpulkan harta. Ayah hanya fokus berkerja saja, seolah dengan bekerja sudah memenuhi semua yang dibutuhkan keluarga. Namun harus diingat, bekerja memang kewajiban ayah, tetapi ada peran mendidik keluarga yang hari ini terlupakan seolah pendidikan keluarga hanya berfokus pada ibu saja. Sehingga terjadi ketidak stabilan dalam mengasuh dan mendidik anak.

Kedua, keluarga yang tidak utuh (broken home). Walaupun tidak semua anak yang hidup dalam keluarga tidak utuh karena orang tuanya tidak harmonis atau bercerai selalu memiliki perangai buruk. Akan tetapi, jika kita telurusi kebanyakan yang bermasalah dengan hukum adalah berasal dari keluarga yang tidak utuh. Mereka biasanya melakukan perbuatan tersebut dikarenakan ingin mencari perhatian dari kedua orang tuanya atau dari lingkungannya.

Ketiga, faktor ekonomi menjadi alasan orang tua kurang memperhatikan pola asuh dan pendidikan anaknya. Keterbatasan ekonomi menjadi sebab utama kesibukan orang tua mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pastilah anak yang menjadi korban tidak diperhatikan pola asuh dan pendididkannya. Ditambah lagi jika memang pada dasarnya orang tua tidak memiliki kesadaran bahwa anak adalah prioritas. Kurangnya literasi dan pengetahuan dalam mendidik anak menjadi penyebab kurangnya pendidikan dan perhatian yang didapatkan anak dari keluarganya.

Pendidikan keluarga memiliki peran vital dalam melahirkan generasi emas. Penerapan sistem kapitalisme memberi otoritas penuh terhadap pendidikan hari ini. Sistem ini secara tidak langsung membentuk keluarga terus berfokus pada pemenuhan materi dan pemenuhan kebutuhan yang serba sulit(mahal). 

Orang tua abai terhadap perannya sebagai pendidik, walaupun mereka sudah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dan biaya pendidikan sebenarnya peran orang tua tidaklah bisa digantikan dalam memberikan perhatian. Orang tua berlepas tangan seolah mendidik hanya terletak pada menyediakan fasilitas pendidikan saja namun tidak hadir mendampingi pada setiap fase tumbuh anak dan memenuhi emotional needs nya. 

Kebutuhan anak terpenuhi, namun minim adab, dan pemahaman ilmu hidup (ilmu agama) minim. Inilah yang menjadi sebab anak-anak mudah tersulut emosinya, mudah terpengaruh pada hal-hal negatif di lingkungan bertumbuhnya dan media sosial tempat mereka berselancar. Anak tidak memiliki perisai agama (Islam) dalam menjalani kehidupan mereka.

Generasi emas tidak lahir dari pendidikan yang tujuannya hanya untuk capaian materi saja. Generasi ini hanya akan lahir dari sistem pendidikan yang memiliki visi membentuk manusia bertakwa dan membentuk kepribadian mulia. Sistem Islam yang mampu menciptakan generasi seperti ini, sudah terbukti selama lebih dari 13 abad berhasil mewujudkan generasi mulia, beriman dan bertakwa. Generasi yang mampu berkontribusi untuk umat dan agamanya.

Ini karena sistem Islam akan menciptakan sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Menciptakan kurikulum pendidikan berbasis akidah islam adalah membentuk generasi yang memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan syariat Islam. 

Sistem Islam mengharuskan negara memberikan pelayanan pendidikan secara gratis dan dapat dinikmati seluruh anak di berbagai daerah. Selain itu juga didukung dengan tenaga pendidikan (guru) profesional yang fokus untuk mendidik saja. Dalam sistem islam guru akan diberikan gaji yang tinggi karena tugas mulia mereka yang mengantarkan anak menjadi generasi emas, ini adalah aset negara.

Islam juga sangat memperhatikan soal penyiaran informasi. Baik informasi secara langsung maupun digital informasi dari media sosial dan permainan online. Ada aturan untuk menyaring konten maupun tayangan yang tidak mendukung bagi tumbuh kembang generasi. Konten merusak seperti konten porno, film berbau sekuler dan liberal, media penyeru kemaksiatan dan perbuatan yang menagarah pada pelanggaran terhadap syariat tidak akan diperbolehkan beredar di dalam negeri. Dengan sistem Islam yang detai dan merinci setiap aturannya ini bukan tidak mungkin generasi emas dan peradaban yang mulia akan tercipta. 

Wallahua’lam.









Oleh: Nugraha Andani
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar