Topswara.com -- "Kebanyakan suami itu to the point dan terkesan cuek bagi para Istri, padahal bisa jadi suami saat itu sedang diam sejenak berpikir jernih mengamati, mencari solusi dan menahan bicara yang tidak perlu. Kasih sayang dan perhatian suami lebih ditunjukkan dengan sikap dan perbuatan, pahamilah wahai para istri karena tidak semua suami adalah pujangga yang pandai merangkai kata."
Kasus pertama
Istri: “Papa enggak protes ni, rumah berantakan kayak kapal pecah?”
Suami: “biasa aja tuh, yang penting ada tempat buat baringkan punggung.”
Kasus kedua
Neng: “kang, tau enggak, ibu yang di sebelah rumah bla bla bla, terus ada anaknya itu idiih bla bla bla, dan ternyata suaminya malah bla bla bla, eh eh mertuanya yang bla bla bla."
Suami: “oh gitu ya, nanti juga mereka tau sendiri akibatnya (sambil tetap fokus di laptop dan minum kopi)."
Kasus ketiga
Mamah: “pah, ntar kalau kita udah punya rumah, mamah yang atur desain kamarnya ya, kamarnya warna bla bla, trus harus ada taman kecil dibelakang, trus di depan harus ada pohon mangga sama jambu, terus kalau bisa buat kolam ikan kecil ya, gimana menurut papah?”
Papah: “oke dah ma, diatur aja.”
Kasus keempat
“mas, kok enggak care banget sih, sengaja saya enggak pake cincin mahar nikah kita, supaya mas nanya-nanya dan perhatian, ini kan cincin kawin kita…”
Sosok Laki-Laki yang Kebanyakan Cuek
Sosok laki-laki identik dengan sifat dasar mereka sebagimana yang diungkapkan oleh para psikologi dan ahli sifat manusia, yaitu cuek, mengutamakan logika, praktis, harga diri, berpikir masa akan datang, menaklukkan, mengutamakan hasil dan berpikir global.
Namun kumpulan sifat ini, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya memang diciptakan agar kelak bisa menjadi pemimpin. Minimal menjadi pemimpin dalam rumah tangganya. Allah Ta’alaberfirman
,الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebahagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa’: 34).
Salah satu sifat yang kita sorot disini adalah cuek. Mungkin sesama laki-laki tidak terlalu bisa melihat kontrasnya sifat ini. Karena jelas, mereka sama-sama cuek.
Bisa kita lihat jika kita masuk ke asrama atau wiswa laki-laki, maka pandangan tidak biasa di mata wanita akan nampak, seperti lantai yang setengah bersih, panci kotor diatas kompor, handuk di atas kursi dan sepatu dengan kaos kaki berserakan di depan pintu. Tetapi para laki-laki sepertinya santai saja dan sudah biasa yang seperti ini.
Bagi yang sudah berumah tangga, maka mereka bisa melihat bagaimana protes para istri terhadap sikap cuek para suami, mulai dari tidur mendengkur tengah malam di saat anak bangun menangis.
Cuek dengan curhat para istri dengan berkata, “sudah, enggak apa-apa; sudah, tenang aja; wah kayak gini gampang”. Dan umumnya cuek dengan penampilan dirinya. Padahal wanita sangat jauh dari sikap cuek alias sensitif dan perhiasannya adalah perhatian.
Yang lebih kita sorot lagi adalah cuek terhadap penampilannya. Jangan salahkan sepenuhnya para istri jika mereka menyambut para suami yang pulang dengan baju lusuh, agak bau dapur dan tidak berhias.
Lha wong suami kalau di rumah juga biasanya sarungan plus kaos putih lusuh kayak penjual-penjual di pinggir jalan, rambut jarang disisir, pakai parfum hanya keluar rumah saja. Dan yang kurang adil adalah suami jarang membelikan istri pakaian yang bagus-bagus, pakaian dengan mode terkini dan pakaian yang [maaf] agak menggoda serta jarang membelikan parfum pilihannya buat istrinya. Tentu dengan catatan dipakai di rumah untuk dipersembahkan bagi para suami mereka.
Solusi Bersama
Mudahan dengan mengerti sifat dasar laki-laki ini wanita bisa lebih bijaksana menyikapi dan laki-laki juga lebih bijaksana memperbaiki dan begitu juga sebaliknya. Solusi dari itu semua adalah komunikasi dan keterbukaan.
Dalam hal ini laki-laki lebih banyak memegang kunci, karena laki-laki lebih diberi ketenangan dengan kecuekannya dalam menghadapi permasalahan. Laki-laki yang lebih dulu mengajak untuk bermusyawarah kecil.
Musyawarahkanlah apa yang diinginkan suami dan apa yang diinginkan istri dan apa yang diperlu sama-sama diperbaiki serta apa-apa yang masih bisa ditolerir dan mentok sudah tidak bisa ditolerir lagi. Allah Ta’ala berfirman,
وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakal kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya” [Ali-Imran : 159].
Dan merupakan kebiasan Nabishallallahu ‘alaihi wasallambermusyawarah dengan istri beliau, saling curhat dan bertukar pikiran. Kita lihat contoh ketika Nabishallallahu ‘alaihi wasallammendapatkan wahyu pertama kali dan pulang ke rumah istri beliau khadijah radhiallahu ‘anha dengan hati yang bergetar bercampur rasa takut, kemudian beliau meminta diselimuti dan berkata,
لَقَدْ خَشِيْتُ عَلَى نَفْسِيْ
“Sungguh aku mengkhawatirkan diriku (akan binasa).”
Khadijah radhiallahu ‘anha pun menghibur suaminya,
كَلاَّ وَاللهِ، مَا يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا، إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْـمَعْدُوْمَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Tidak demi Allah! Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Engkau seorang yang menyambung silaturahim, menanggung orang yang lemah, memberi kecukupan/kemanfaatan pada orang yang tidak berpunya, suka menjamu tamu, dan menolong kejadian yang haq.”[1]
Imam Nawawi rahimahullahumenjelaskan perkataan Khadijah yang sangat menghibur suaminya,
(قال العلماء رضي الله عنهم معنى كلام خديجة رضي الله عنها إنك لا يصيبك مكروه لما جعل الله فيك من مكارم الأخلاق وكرم الشمائل
“Para ulama radhiallahu ‘anhum berkata, “Makna dari ucapan Khadijah radhiallahu ‘anha ini adalah engkau tidak akan ditimpa perkara yang jelek /tidak disukai karena Allah menjadikan pada dirimu akhlak yang mulia dan perangai yang utama.”[2]
Begitu juga curhat beliau kepada kepada Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengenai para sahabat yang belum mau menyembelih hewan kurban dan mencukur rambut ketika mereka tidak jadi melakukan haji tahun tersebut karena perjanjian dengan musyrikin Mekkah. Kemudian istrinya berkata,
يَا نَبِيَّ اللهِ، أَتُحِبُّ ذلِكَ؟ اُخْرُجْ، ثُمَّ لاَ تُكَلِّمْ أَحَدًا مِنْهُمْ حَتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وَتَدْعُو حَالِقَكَ فَيحْلِقَكَ
“Wahai Nabiullah! Apakah engkau ingin mereka melakukan apa yang engkau perintahkan? Keluarlah, lalu jangan engkau mengajak bicara seorang pun dari mereka hingga engkau menyembelih sembelihanmu dan engkau memanggil tukang cukurmu lalu ia mencukur rambutmu.”[3]
Maka para sabahat langsung mengikuti beliau. Kebiasaan bercengkrama bersama istrinya sebelum tidur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa bercengkrama bersama istrinya sebelum tidur. Saling berbagi, saling curhat dan mencari solusi bersama.
Kami sebutkan salah satu contoh saja dari sekian banyak contoh, yaitu kisah Abu dan Ummu Zar’ merupakan kisah yang panjang diceritakan oleh ‘Aisyah radhiallahu ‘anha dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengarkan dengan seksama dan memberikan beberapa komentar mengenai kehangatan dan romantisme kisah mereka. Beliau berkata.
Dalam riwayat yang lain Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Aisyah,
كُنْتُ لَكِ كَأَبِي زَرْعٍ لِأُمِّ زَرْعٍ إِلاَّ أَنَّ أَبَا زَرْعٍ طَلَّقَ وَأَنَا لاَ أُطَلِّقُ
“Aku bagimu seperti Abu Zar’ seperti Ummu Zar’ hanya saja Abu Zar’ mencerai dan aku tidak mencerai”[4]
Kemudian Aisyah radhiallahu ‘anhamembalas dengan romanntis lagi,
يَا رَسُوْلَ اللهِ بَلْ أَنْتَ خَيْرٌ إِلَيَّ مِنْ أَبِي زَرْعٍ
“Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik kepadaku dari pada Abu Zar’”[5]
Semoga kita bisa menerapkannya, karena memang menerapkan tidak semudah teori.
Demikian semoga bermanfaat
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush shalihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Ustaz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc, Sp.PK
(Alumni ma’had Al-Ilmi Yogyakarta)
[1] HR. Al-Bukhari no. 3 dan Muslim no. 401
[2] Al-Minhaj 2/202, Darul Ihya’ut Turots, cet. Ke-2, asy-Syamilah
[3] HR. Al-Bukhari no. 2731, 2372
[4] HR At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir XXIII/173 no 270
[5] HR An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro V/358 no 9139
Sumber: http://muslimafiyah.com/memahami-sifat-dasar-laki-laki-cuek.html
0 Komentar