Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Konsesi Tambang oleh Sang Tuan

Topswara.com -- Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 yang memuat tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, oleh Jokowi pada 30 Mei 2024, menandai bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) oleh badan usaha milik ormas keagamaan telah diberlakukan. 

Yang menjadi landasan hukum untuk memberikan izin tambang mineral dan batu bara (minerba) kepada ormas keagamaan adalah isi Pasal 83A ayat I yang berbunyi "Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan".

Peraturan pemerintah ini menuai kritik dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Koordinator Jatam Nasional, Melky Nahar, menyampaikan bahwa pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada ormas ini tidak bertujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama atau terkait dengan pembukaan lapangan kerja. 

Karena, pertambangan merupakan usaha padat modal dan teknologi. Konsesi ini juga akan berdampak memperburuk krisis sosial-ekologis yang semakin parah. Dan yang menjadi korban adalah warga di kampung-kampung. Karena banyaknya penambang tidak bertanggungjawab yang meninggalkan galian-galian yang membahayakan keselamatan warga. 

Menurutnya, penerbitan PP ini lebih memiliki tujuan politik, yaitu menjaga pengaruh Jokowi sendiri setelah lengser dari jabatan Presiden RI.

Senada dengan yang disampaikan oleh koordinator Jatam, Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Mahmudi Achyak, menyampaikan PP ini akan menimbulkan masalah karena ormas-ormas tidak memiliki kompetensi dan pengalaman mengelola sektor pertambangan. 

Lebih dalam lagi, Ali menyampaikan hal ini akan berdampak pada keberlangsungan usaha pertambangan, gejolak sosial, terganggunya target produksi, serta berpengaruh terhadap transisi energi. Dikhawatirkan, pihak yang tidak memiliki kompetensi ini akan menggandeng atau bahkan menjual kepada pihak lain yang pada akhirnya akan mengakibatkan penguasaan secara langsung ataupun tidak langsung oleh pihak lain tersebut.

Sedangkan Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al Maroky, M.Si. menyebutkan bahwa pengesahan PP ini merupakan pelanggaran konstitusi. Karena, konstitusi telah mengamanatkan tambang harus dikelola oleh negara dan hasilnya diserahkan kepada rakyat, bukan justru pengelolaannya diserahkan kepada ormas atau kepada rakyat. 

Ormas di sini berfungsi untuk menggerakkan kegiatan masyarakat, bukan mencari profit atau mengurus tambang.

Wahyudi menambahkan ini merupakan upaya pendekatan dengan sumber pendanaan. Diterima atau tidak, publik akan menilai bahwa keputusan ini bermotif politik untuk menanam balas budi kepada ormas tertentu yang diberikan izin untuk mengelola tambang.

Permasalahan yang akan timbul berikutnya adalah karut marutnya perizinan tambang atau saling sikut antar perusahaan atau ormas dengan perusahaan. Sungguh, yang menjadi kekhawatiran dari para tokoh di atas, akan sangat mungkin terjadi. 

Begitulah pengaturan pengelolaan tambang dalam sistem pemerintahan sekuler kapitalisme. Yang menjadi prioritas bukanlah rakyat. Tetapi siapa yang dianggap banyak memberikan 'jasa' dalam meraih kekuasaan dan mampu menguatkan eksistensi kekuasaan tersebut. 

Konstitusi yang ditetapkan pun akan dengan mudah dilanggar atau dirubah. Banyak sekali hal-hal negatif yang akan terjadi dengan diberlakukannya PP ini. Yang salah satunya disebabkan oleh ketidakmampuan ormas dalam pengelolaan tentunya.

Wajah buruk rupa dari sistem sekuler kapitalisme, semakin nampak nyata. 
Jika dalam konstitusi yang berlaku saat ini saja, PP ini merupakan pelanggaran dan berpotensi memunculkan permasalahan-permasalahan baru, apalagi dalam pandangan Islam.

Islam membagi jenis kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan pribadi, pemilikan umum, dan kepemilikan negara. 
Bahan galian tambang merupakan hak kepemilikan umum. Maka, haram jika dikuasai individu atau kelompok. Bahan galian tambang merupakan sumber hasil bumi terpenting yang sudah sewajarnya mendapatkan perhatian khusus.

Menurut Syekh Taqiyuddin an Nabhani, hutan dan bahan galian tambang yang tidak terbatas jumlahnya dan tidak mungkin dihabiskan, adalah milik umum dan harus dikelola oleh negara. Hasilnya harus dikembalikan pada rakyat dalam bentuk subsidi untuk pemenuhan kebutuhan primer masyarakat, seperti kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum.

Islam sangat tegas dan jelas dalam segala pengaturan hidup manusia. Dengan pembagian tiga jenis kepemilikan ini, tidak ada ruang sedikit pun bagi siapa saja yang ingin menguasai bahan tambang yang ada. Negara punya otoritas penuh untuk mengelola. Bukan individu atau ormas-ormas atau juga swasta.

Jika sistem kapitalisme memberi ruang gerak pada pihak lain untuk mengelola, dan memungkinkan munculnya oligarki, maka Islam sedikit pun tidak memberi celah pada siapa pun untuk menguasai apa-apa yang menjadi hak warga negara daulah Islam.

Sudah seharusnya, kerusakan sistem yang saat ini terjadi, cukup menjadi alasan untuk berjuang mengembalikan sistem pada Islam. Sistem yang telah disediakan oleh Allah SWT, Zat Yang Maha Sempurna.


Oleh: Nurhidayati 
(Aktivis Muslimah) 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar