Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kewajiban Para Suami Memberi Hunian Tempat Tinggal untuk Keluarganya

Topswara.com – Pakar Parenting Islam Ustaz Iwan Januar mengatakan, kaum laki-laki punya kewajiban memberikan hunian tempat tinggal untuk keluarganya.

“Diingatkan oleh Allah, kita ini para suami atau kaum laki-laki ada kewajiban untuk memberikan hunian tempat tinggal untuk keluarga kita,” tuturnya dalam video Berat untuk Punya Rumah di kanal YouTube Cinta Qur’an Foundation, Rabu (5/6/2024).

Iwan menjelaskan bahwa dalam agama Islam, memberikan sebuah syariat setiap kepala rumah tangga punya kewajiban untuk memberikan tempat tinggal, seperti dijelaskan dalam QS. Talaq: 6 

اَسْÙƒِÙ†ُÙˆْÙ‡ُÙ†َّ Ù…ِÙ†ْ Ø­َÙŠْØ«ُ سَÙƒَÙ†ْتُÙ…ْ Ù…ِّÙ†ْ ÙˆُّجْدِÙƒُÙ…ْ

Tempatkanlah mereka (para istri yang dicerai) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu.

Ia mengatakan, para ulama sepakat, ayat ini menunjukkan wajibnya seorang kepala rumah tangga untuk memberikan tempat tinggal untuk keluarga mereka. Baik itu yang baru berdua dengan istrinya atau pun nantinya sudah punya anak. Menjadi salah satu kewajiban untuk kaum laki-laki harus berpikir memang untuk memiliki tempat tinggal. Karena hal ini satu perkara yang wajib. Tempat tinggal itu tidak mesti langsung milik pribadi. Bisa jadi mungkin kontrakan, bahwa rumah tangga itu struggle. 

"Allah tidak mewajibkan harus punya, yang penting tempatkan yang di mana kamu tinggal, yang kamu bisa dapatkan. Allah mengingatkan bahwasannya Allah tidak memberikan beban kepada seseorang melainkan sebatas kadar kemampuannya, jadi jangan sampai kemudian juga istri dibikin susah karena tidak memiliki tempat tinggal tetapi Allah pun memberikan kasih sayang bahwa suami pun tidak diwajibkan untuk harus memiliki rumah sendiri, yang penting اَسْÙƒِÙ†ُÙˆْÙ‡ُÙ†َّ Ù…ِÙ†ْ Ø­َÙŠْØ«ُ سَÙƒَÙ†ْتُÙ…ْ tempatkan istrimu ditempat kamu tinggal di sana,” paparnya.

Kemudian, ia menjelaskan untuk mendapatkan hunian bisa juga dikasih pinjam. Tidak sedikit orang yang sudah menikah, mereka tinggal di rumah dinas, ada juga di rumah mertua, baik di rumah mertua bareng dengan mertua atau pun dikasih pinjam rumah mertua.

Ia mengutip pendapat ulama Ibnu Hazem dalam kitabnya Al Muhalla; bahwa tidak ada masalah ketika seorang suami belum mampu membeli atau menyewakan satu rumah, unit lengkap tetapi dia hanya mampu menyewa paviliun. “Itu tidak ada masalah kata Ibnu Hazem yang penting bahwasannya istri terjaga, terlindungi. Ketika istri di rumah dia akan membuka baju luarnya, dia buka kerudung, buka jilbab, tetap dia nyaman. Walaupun bukan satu rumah unit lengkap, tetapi para ulama mengatakan, itu pun tidak ada masalah, jadi di situlah agama memberikan keluasaan dan keluwesan dalam perintah itu,” urainya.

Namun yang harus diingat, Iwan menjelaskan terutama yang laki-laki jangan ada di zona nyaman terus, artinya tinggal bersama orang tua terus. Termasuk juga ada beberapa keluarga mereka terlalu nyaman di rumah dinas, akhirnya tidak keluar. Banyak rumah dinas penghuninya sudah pada pensiun, karena sudah merasa nyaman, lupa menyisihkan penghasilan untuk beli rumah jadi begitu pensiun tidak memiliki rumah.

"Yang harus diingat sebagai laki-laki baru berumah tangga kita ada kewajiban untuk bekerja, mencari nafkah yang dengan rezeki itu mudah-mudahan bisa untuk membeli rumah kalau pun enggak, untuk menyewa rumah, dari usaha laki-laki itulah dan itu pahalnya besar," ujarnya.

“Buat teman-teman sisihkan untuk membeli rumah atau sewa rumah itu pahala besar atau belum bisa beli rumah, beli lahannya dulu nanti bertahap dulu kalau sekarang namanya rumah tumbuh yang penting bisa masuk dulu ada kamar, kamar mandi, sambil kemudian bertahap dibangun lainnya, pertama dengan cara mandiri, kita punya rezeki untuk bisa beli,” ingatnya.

Ia menjelaskan, yang harus diperhatikan ketika memiliki hunian yakni, tertutupi. Jadi istri dan anak-anak merasa nyaman, ada di rumah. Segala aktivitas privat terlindungi, terjaga. Istri buka kerudung, buka jilbab, mau pakai baju rumah, anak-anak perempuan juga sama. Para suami pun juga sama, di rumah ingin leha-leha itu terlindungi dari pandangan orang lai.

Selanjutnya ia membandingkan konsep rumah terbuka ala Barat dengan kosep rumah ala Islam. “Kalau kita lihat di Barat tidak ada pagarnya. Orang keluar masuk bebas. Itu keliru. Dalam Islam hunian itu mengandung unsur-unsur syariat, tadi terlindungi. Makanya adanya pagar rumah itu satu perkara yang memang harus disiapkan oleh kita. Pagar itu harus ada memberikan ruang privat untuk kita sebagai keluarga ini dari sisi tuntutan agama,” pungkasnya.[] Alfia Purwanti
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar