Topswara.com -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyoroti kasus viral ibu dan anak baju biru di Tangerang Selatan (Tangsel) yang ramai diperbincangkan di media sosial Tiktok dan X (dulunya Twitter) sejak Sabtu (1/6/2024). Diketahui, unggahan tersebut menunjukkan seorang ibu berinisial R (22) yang melecehkan anak laki-lakinya yang masih balita.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi menuturkan, saat ini R sedang diperiksa aparat Polda Metro Jaya. Ia sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus pencabulan anak.
Diberitakan, bahwa R mengaku tega melecehkan anaknya pada Jumat (28/7/2023) lalu, karena disuruh kenalannya dari media sosial Facebook. Kemudian, kenalannya tersebut membujuk tersangka dengan iming-iming akan dikirimkan sejumlah uang.
Sungguh mengiris hati, seorang ibu yang seharusnya merawat dan menyalurkan kasih sayang kepada anaknya malah menjadi sumber petaka bagi sang anak. Ibu dalam sistem kapitalisme hari ini seolah telah kehilangan fitrahnya, hingga tega mencabuli anaknya sendiri hanya demi mendapatkan cuan.
Kekerasan terhadap anak dalam sistem kehidupan bercorak kapitalisme tidak ada usainya. Kasusnya semakin banyak dengan jenis kekerasan yang semakin beragam dan pelaku yang beragam. Jika sebelumnya kasus kekerasan seksual terhadap anak banyak dilakukan oleh bapak atau paman, kini pelaku pencabulan itu telah merambah ke ibu.
Ide sekularisme dalam sistem kapitalisme ini, memandang agama bukan sebagai pengatur urusan kehidupan publik dan telah mempengaruhi cara pandang masyarakat mayoritas muslim di negeri ini. Apalagi ide ini telah diaruskan secara sistemik, baik melalui sistem pendidikan, media, hingga sanksi.
Sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini, menyebabkan masyarakat jauh dari sosok kepribadian Islam. Alhasil, mereka menstandarkan perbuatannya bukan pada halal-haram, tetapi capaian materi. Tidak heran, ditemukan seorang ibu yang tega mencabuli anaknya karena iming-iming uang. Sistem ini, juga telah melahirkan keluarga yang tidak islami dan dekat dengan kriminalitas.
Media dalam sistem sekularisme kapitalisme juga sarat dengan tayangan-tayangan yang memicu syahwat. Negara sendiri membiarkan dengan dalih kebebasan berperilaku dan berekspresi.
Demikian juga sistem sanksi yang tidak menimbulkan efek jera pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Memang benar, berbagai solusi penyelesaian kekerasan dan kejahatan anak sebenarnya sudah ditempuh oleh negara, salah satunya program Kota Layak Anak (KLA).
Namun, solusi tersebut tidak menyentuh akar masalah, sebab sistem pendidikan, media dan sanksi tetap disandarkan pada sistem sekulsrisme kapitalisme. Tidak heran, jika kekerasan seksual tetap menjadi wabah menjijikan di negeri ini.
Sungguh, penerapan sistem kapitalisme di Indonesia telah menghilangkan peran negara sebagai junnah (pelindung) bagi rakyatnya, termasuk anak-anak.
Sementara Islam memiliki paradigma yang khas dalam penyelesaian kasus kekerasan dan kejahatan anak, yakni Islam menangani masalah ini dengan penerapan aturan yang integral dan komprehensif, serta pilar pelaksanaan aturan Islam adalah negara, masyarakat dan individu atau keluarga.
Negara memiliki tanggung jawab sebagai pengayom, pelindung dan benteng bagi keselamatan seluruh rakyatnya, termasuk anak-anak. Bahkan, negara adalah benteng sesungguhnya yang melindungi anak-anak dari kejahatan. Adapun penerapan aturan Islam yang dilakukan, yaitu:
Pertama, penerapan sistem ekonomi Islam. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup dan layak, agar para kepala keluarga dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya, sehingga tidak ada anak yang terlantar.
Krisis ekonomi yang memicu kekerasan anak oleh orang tua yang stres bisa dihindari dan para perempuan akan fokus pada fungsi keibuannya karena tidak dibebani tanggung jawab nafkah.
Kedua, penerapan sistem pendidikan Islam. Negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa, individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah SWT dan terjaga dari kemaksiatan apapun yang dilarang Allah SWT.
Dengan penerapan sistem pendidikan tersebut, orang tua akan menjalankan salah satu amanahnya, yaitu merawat dan mendidik anak-anak serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan.
Ketiga, pengaturan media massa. Berita dan informasi yang disampaikan hanyalah konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Segala hal yang dapat melemahkan iman dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syariat, akan dilarang keras.
Keempat, penerapan sistem sanksi. Negara menjatuhkan hukuman tegas sesuai syariat Islam terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap anak. Hukuman yang tegas akan membuat jera orang yang terlanjur terjerumus pada kejahatan dan akan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan tersebut.
Karena itu, ketika negara Islam (khilafah) tegak, Islam akan menjadi rahmat bagi semesta alam. Anak-anak pun akan bertumbuh kembang secara optimal dan sejahtera, hidup aman dan nyaman, serta jauh dari bahaya yang mengancam.
Wallahu a'lam bishshawab.
Sumariya
Aktivis Lisma Bali
0 Komentar