Topswara.com -- Bahaya! Indonesia kini darurat judi online (judol). Telah terekam jejak banyak berita dampak judol yang menyasar pada tindakan kriminalitas hingga ke pemerintahan. Judol juga menjadi “tempat” mencari nafkah bagi banyak orang di tengah krisis ekonomi.
Selain mudah diakses melalui smartphone, judol pun makin dikemas menarik dalam berbagai bentuk. Mulai dari judol bola, judol game dan judol dalam bentuk bisnis.
Perkembangan tekonologi juga turut memberikan peluang judi mudah diakses. Tidak perlu menyewa tempat apalagi mengeluarkan ongkos untuk keluar rumah, cukup jemari bekerja, maka uang di rekening bisa berkurang dan bertambah dengan mudahnya. Tetapi pada faktanya, hanya segelintir saja saldo rekening dapat bertambah dari judol dan sisanya berakhir tragis pada kriminalitas. Entah itu ikut pinjol (pinjaman online), mencuri, merampok, atau bahkan membunuh demi tetap bisa mengikuti judol.
Bahaya Kok Dibantu?
Betapa dahsyatnya judol memengaruhi warga Indonesia saat ini. Sudah tercatat 3 juta warga Indonesia yang bermain judol, angka ini diungkapkan saat diskusi daring bersama PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan).
Menkominfo juga mengungkap, bahwa makin menjamurnya judol saat ini dikarenakan banyaknya permintaan dari warga. Oleh karena itu dibuat Satgas Pemberantas Perjudian Daring yang telah diresmikan oleh Presiden pekan lalu dengan mengandalkan dua cara, yakni edukasi dan literasi lalu melakukan takedown terhadap situs-situs judol maupun yang menampilkan iklan situs judol (CNBC, 15-06-2024).
Sayangnya respon lain pemerintah ternyata mengecewakan dengan mengusulkan para pelaku judol sebagai salah satu penerima bansos. Sudah jelas judol adalah cara instan warga saat ini untuk menjadi kaya tetapi pemerintah malah memberikan peluang bagi judol dengan pemberian bansos yang secara otomatis akan menggunakannya kembali untuk judol.
Tindakan tersebut menurut MUI perlu dikaji ulang karena sangat tidak efisien dalam membantu negara memberantas judol (CNBC, 15-06-2024).
Mekanisme Judol
Judol termasuk cara baru dalam bermain judi. Sebelum era digital biasanya judi dilakukan hanya di tempat-tempat tertentu yang membutuhkan akses khusus. Namun kini, judi dikemas menjadi lebih menarik dan mudah diakses oleh berbagai usia. Bahkan dikemas menjadi sebuah permainan yang biasa dimainkan anak-anak dan terdapat transaksi judol di dalamnya.
Menurut salah satu sumber dari CNBC, dulu judol hanya ada di situs web judol saja dengan cara mengetik email dan password pribadi, kemudian top up dengan nominal minimal Rp10.000 kemudian tinggal memilih bermain game bentuk apapun.
Jika ingin menang, harus membeli booster dengan sejumlah uang sehingga harus top up kembali. Tapi kini iklan judol tersedia di akun media sosial saat melihat snap atau story. Bahkan terkadang ada iklan judol di berbagai aplikasi yang tersedia dalam smartphone (CNBC, 03-06-2024).
Cukupkah Solusi Takedown?
Solusi takedown yang ditawarkan pemerintah terhadap situs-situs judol sangatlah kurang efektif, begitu juga dengan pemberian edukasi dan literasi yang terlihat kurang berpengaruh bagi pelaku judol. Karena faktanya pelaku judol masih menjamur dan bertambah.
Mereka tidak segan melakukan perbuatan minim adab bahkan diluar batas demi memenuhi hasrat judolnya. Mereka juga rela menjual apapun demi keuntungan instan yang didapat dari judol, tanpa berpikir apakah akan menghabiskan seluruh aset yang ia miliki atau bahkan mengorbankan nyawa keluarga.
Pemberantasan judol dengan memblok situs-situs judol juga dapat dikatakan sia-sia. Mengapa demikian? Karena pada faktanya, situs-situs judol masih bisa diakses lewat aplikasi yang tersedia di smartphone ataupun dari akun medsos yang menawarkan link judol, baik via medsos maupun aplikasi chat.
Apalagi akun medsos yang mengiklankan judol merupakan aplikasi sejuta umat terutama di Indonesia. Mereka juga mendapat dukungan perizinan bisnis yang resmi. Jadi wajar saja jika situs maupun aplikasi judol akan tetap eksis dan berinovasi dengan model-model judol terbaru.
Ditambah lagi solusi pemberian bansos kepada pelaku judol yang pastinya tidak membuat mereka jera dan semakin terlena dengan adanya tambahan modal dari bansos. Mereka akan merasa didukung dan tidak perlu takut miskin karena pemerintah akan menyokong keuangan dan kebutuhan mereka sehari-hari. Bukannya menuntaskan judol malah mengembangbiakkan judol menjadi besar kepala.
Islam Mengharamkan Judi
Dalam Islam sudah jelas bahwa judi diharamkan, sebagaimana dalam Surah Al-Maidah ayat 90, Allah SWT. berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung."
Maka apapun bentuk dan sistem perjudian seharusnya diblokir oleh pemerintah termasuk dari aplikasi medsos ternama sekalipun. Karena negara memiliki akses dan wewenang untuk melakukan hal itu, bahkan negara mampu untuk menegur dan meminta kepada pemilik aplikasi untuk menghentikan iklan-iklan tersebut.
Negara pun mempunyai wewenang membuat peraturan untuk melarang judi sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah SWT.. Negara pun berhak membuat hukuman tegas bagi pelaku judi seperti yang pernah dilakukan oleh pemerintah Islam dahulu dengan cara ta’zir atau cambuk. Sehingga tidak hanya mengancam yang ingin melakukan judi tetapi juga membuat jera para pelaku.
Inilah solusi Islam yang tentu saja dapat direalisasikan ketika Islam dijadikan sebagai standar hukum negara. Masyarakat tidak hanya diberikan edukasi dan literasi tetapi juga diberikan sanksi tegas oleh negara.
Khalifah sebagai pemimpin negara tidak akan membiarkan kesempatan bagi masyarakat maupun pebisnis judi dalam memasuki negaranya demi melindungi rakyat dari dosa dan kesejahteraan hidup mereka.
Wallahu’alam bisshawwaab.
Oleh: Rifka Fauziah Arman, A.Md.Farm.
Aktivis Muslimah
0 Komentar