Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Haji 2024: Karut-Marut yang Berlarut-larut

Topswara.com -- Pelaksanaan ibadah haji 2024 belum lama usai. Momentum yang seharusnya menjadi peristiwa suci nan syahdu, berputar menjadi momen yang cukup menyedihkan. 

Pelakansaan ibadah haji pada tahun ini ramai dikecam oleh berbagai pihak, khususnya terkait pelayanan jamaah Indonesia selama di tanah suci. Pengamat Haji dari UIN Syarif Hidayatullah Ade Marfuddin mengungkapkan bahwa fasilitas pelayanan haji yang disediakan oleh pemerintah, baik selama perjalanan maupun ketika di tanah suci tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan (CNN News, 20/6/24). 

Fasilitas tenda yang disediakan terbilang sempit sehingga membatasi ruang gerak jamaah tak lebih dari 1 meter. Kondisi toilet, khususnya toilet khusus lansia dan difabel juga cukup menyedihkan. Jumlah toilet tidak sebanding dengan jumlah jamaah sehingga jamaah perlu mengantre berjam-jam untuk menggunakan toilet.

Seperti yang kita tahu, biaya perjalanan ibadah haji (BIPIH) terus naik dari tahun ke tahun. Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1445 Hijriah/2024 M, kisaran BIPIH yang harus dibayar oleh para jamaah menyentuh angka 50-60 juta rupiah (Kompas.com, 10/01/24). 

Selain biaya yang mahal, adanya sistem dana talang haji membuat jamaah yang ingin melakukan perjalanan haji tidak serta merta langsung berangkat begitu melunasi pembayaran. 

Terdapat antrean keberangkatan yang sangat amat panjang dan memakan waktu yang sangat lama untuk bisa berangkat ke tanah suci meskipun telah melengkapi syarat-syarat pembayaran dan administrasi. 

Mengapa ibadah yang seharusnya dipermudah malah sangat dipersulit? Bukankah jamaah haji ini merupakan tamu Allah yang patut dimuliakan? Segala keperluannnya diurus dengan baik mulai dari keberangkatan hingga kepulangannya. 

Hal ini merupakan buah dari komersialisasi pengurusan ibadah haji sebagai akibat sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini. Penyelenggaraan ibadah tidak luput dari ajang bisnis kelompok tertentu. 

Tidak optimalnya pelayanan yang diberikan sebab sebagian besar dana tersebut tidak tercurahkan sepenuhnya untuk penunjang fasilitas haji. Sistem pengurusan ibadah haji yang masih bolong di sana sini juga mendukung hal tersebut. 

Dampaknya jamaah tidak mendapatkan kenyamanan dalam beribadah di tanah suci. DPR RI membuat sebuah Tim Pengawas (Timwas) khusus untuk memantau keberjalanan haji. 

Namun nyatanya, usulan membuat Timwas tidak mampu menyelesaikan persoalan karena akar masalahnya adalah paradigma pelayanan haji dalam sistem kapitalisme.

Islam menetapkan negara sebagai rain, pelayan rakyat, yang akan mengurus rakyat dengan baik sehingga nyaman apalagi dalam menunaikan beribadah. 

Selain menjadi wujud habluminallah, ibadah haji juga merupakan momen persatuan umat di seluruh dunia. Sudah sepatutnya, negara sebagai pelayan rakyat melindungi dan memenuhi kebutuhan jamaah. 

Paradigma kapitalis yang saat ini mengakar, perlu diganti dengan paradigma Islam yakni ri’ayatus syuunil ummah, yang artinya memenuhi kebutuhan rakyat secara menyeluruh. 

Dalam sistem pemerintahan Islam, negara menerapkan prinisp taktis dan cepat, yakni tidak berbelit-belit dengan sistem, serta tanggap dalam menghadapi masalah. 

Untuk menjamin kebutuhan para jamaah selama pelaksanaan ibadah haji, khalifah menyediakan fasilitas dan sarana prasarana yang diperlukan dengan membangun infrastruktur yang mendukung kegiatan ibadah haji. 

Dengan begitu, setiap kebutuhan jamaah selama pelaksanaan haji, mulai dari kebutuhan dasar seperti makan, minum, buang hajat, hingga fasilitas-fasilitas penunjang seperti layanan kesehatan, keamanan, dan tempat tinggal dapat terpenuhi dengan baik.


Oleh: Nabila A.S.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar