Topswara.com -- Penista agama masih terus bermunculan hingga saat ini. Belum selesai kasus yang lalu sudah muncul lagi kasus baru penistaan agama. Mama Ghufron yang mengaku seorang wali dan mengarang 500 kitab berbahasa Suryani serta bisa berbahasa semut telah menyebarkan kesesatan.
Aktivis Islam Farid Idris menyatakan bahwa ajaran Mama Ghufron telah meresahkan masyarakat dan pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) harus bertindak. Sebab, masyarakat yang pemahaman Islam nya masih lemah bisa terpengaruh ajaran sesat. (suaranasional.com/19/6/2024)
Banyak hal yang menyebabkan kasus penistaan agama terus terjadi. Salah satu nya adalah tidak adanya tindakan sanksi yang tegas terhadap pelaku sehingga tidak memberikan pelajaran bagi masyarakat pada umumnya. Penerapan sanksi yang tidak tegas ini pun tidak lepas dari penerapan sanksi dalam sistem demokrasi.
Demokrasi adalah sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga aturan dan perundang-undangan dalam kehidupan dirancang berdasarkan kehendak manusia termasuk sistem sanksi. Kebebasan berbicara, berpendapat, dan bertingkah laku yang dijamin dalam sistem demokrasi menjadi lahan subur munculnya para penista agama.
Setiap individu dijamin oleh negara untuk berbuat apa saja sekalipun melanggar aturan agama. Maka bisa kita lihat bagaimana kebebasan yang dijamin oleh sistem demokrasi berakibat pada tingkah laku masyarakat yang kebablasan.
Bahkan kebebasan ini pula yang membuat para penguasa dalam sistem demokrasi tidak berani bertindak tegas kepada para penista agama. Paham liberalisme yang digadang-gadang dalam demokrasi ternyata membawa negeri ini pada jurang kehancuran. Bahkan ranah akidah seseorang tidak mampu dijaga oleh negara yang menetapkan sistem sekularisme. Padahal negeri ini mayoritas muslim.
Maka sangat jelas bahwa sistem demokrasi telah gagal membasmi para penista agama. Bahkan sistem demokrasi yang justru merestui munculnya para penista agama.
Sungguh jauh berbeda dengan islam. Islam menjadikan negara memiliki peran besar sebagai penjaga akidah umat dan menetapkan semua perbuatan individu terikat dengan hukum syarak. Oleh karena itu, Islam tidak akan memberi ruang bagi kebebasan berbicara dan bertindak.
Di dalam Islam, negara wajib menerapkan hukum syarak sebagai aturan kehidupan. Sebagaimana negara Islam ini pernah ada yaitu Daulah Khilafah Islam. Khilafah pernah diterapkan sepanjang 13 abad dengan kemuliaan sistem Islam.
Khilafah juga memiliki sistem sanksi yang tegas dalam membasmi para penista agama hingga memberikan efek jera. Sebagaimana ketegasan aturan Islam pada masa Khilafah Utsmaniyah terhadap para penghina Islam.
Khilafah Utsmaniyah sanggup menghentikan rencana pementasan drama karya Voltaire yang akan menistakan kemuliaan Nabi Muhammad SAW.
Khalifah Abdul Hamid II langsung mengultimatum kerajaan Inggris agar menghentikan pementasan drama tersebut. Ketegasan khalifah pada saat itu akhirnya membuat Inggris membatalkan nya.
Selain itu, sistem pendidikan yang diterapkan dalam khilafah adalah kurikulum berbasis akidah. Sehingga umat akan terjaga dari pemahaman-pemahaman yang rusak yang tidak sesuai dengan akidah Islam.
Penerapan syariat Islam secara kaffah akan menunjukkan kemuliaan Islam dihadapan umat manapun. Tidak akan ada seorang pun yang berani menghina, mengolok-olok agama yang mulia ini. Islam akan memerangi orang-orang yang menistakan agama Islam.
Sehingga tidak akan muncul kembali kasus-kasus serupa karena sanksi yang diberikan sangat tegas dan memberikan efek jera. Maka, solusi terhadap kasus penistaan agama tidak lain hanyalah kembali kepada Islam. Solusi hakiki yang secara pasti mampu membasmi para penista agama dengan aturan Islam yang berasal dari Rabb semesta alam.
Wallahua'alam.
Oleh: Farida Marpaung
Aktivis Muslimah
0 Komentar