Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Demokraai Dalang Politik Dinasti

Topswara.com -- Baru-baru ini putra bungsu pejabat negeri no 1 di Indonesia tengah ramai menjadi perbincangan. Menyusul kakaknya Gibran Rakabuming Raka yang telah terpilih sebagai wakil presiden yang akan datang, kini giliran adiknya Kaesang Pangarep berencana maju di Pilgub DKI Jakarta.

Meski rencananya itu belum dikonfirmasi lebih jelas dari Kaesang sendiri karena masih menunggu respon KPU terkait putusan MA mengenai revisi aturan usia minimal calon Pilkada, namun bukan pencalonannya saja yang sedang disorot publik.

Publik menduga politik dinasti sedang dimainkan di samping rencana Kaesang maju di Pilgub. Pasalnya, belum lama ini MA memutuskan mencabut syarat minimal usia untuk maju di pilgub, yang tadinya KPU mengatur syarat pendaftaran pilkada usia minimal 30 tahun. Setelah putusan MA, syarat umur 30 berlaku di pelantikan pilkada terpilih.

Artinya, Kaesang bisa bernafas lega. Kaesang bisa mencalonkan diri di Pilkada serentak yang akan dilaksanakan November 2024. Di Desember ini usianya genap 30 tahun disinyalir bisa mengikuti pelantikan jika dirinya terpilih di Pilgub DKI. Terlebih lagi politik dinasti kian tercium kuat tatkala yang menjadi pasangan Kaesang di pilgub ialah ponakan dari presiden selanjutnya, Prabowo.

Inilah yang menjadi polemik publik. 
Seakan, terjadinya kesepakatan dibalik putusan MA yang mencabut syarat usia pilkada dengan niatan anak bungsu presiden untuk maju di Pilgub. Akan tetapi tidak ada yang kebetulan tentu hal ini telah dirancang sedemikian rupa. Demokrasilah dalang dari semua.

Dalam dunia perpolitikan demokrasi semua hal bisa terjadi. Aturan pun bisa dengan gampang diotak-atik sesuai pesanan di sistem hari ini, terlepas dengan cara licik atau kah tidak.

Apalagi kebebasan berpendapat salah satu asas yang terkandung dalam demokrasi bisa dijadikan senjata penguasa untuk melanggengkan kepentingannya.  

Belum lagi dalam sistem kapitalisme meniscayakan orang yang bermodal yang pantas bersuara dan berkuasa. Semboyan yang terdapat dalam demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat hanya bualan semata. Materi yang layak berbicara di sistem saat ini.

Dengan dalih bahwa Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020, tersebut tidak ada hukum yang mengikat, maka MA memutuskan menggeser aturan minimal usia calon pasangan pilgub ke ketika pelantikan pasangan terpilih. Namun, sejatinya itu hanya siasat dari para pengemban demokrasi yang telah menghalalkan segala cara untuk mendukung penuh hajat para pemodal (kompas.com, 30/5/24) 

Bukankah memang demokrasi artinya kedaulatan di tangan rakyat atau manusia? Ini bisa diartikan manusia manapun bisa berkehendak mengubah-ngubah aturan, termasuk para penguasa. Pun sayangnya nama baik demokrasi telah tercoreng karena demokrasi tidak diterapkan secara utuh. 

Tatkala masyarakat memuhasabahi ke penguasa langsung dicekal, namun di sisi lain suara pemodal sigap dilayani. Lihat saja MA yang langsung merespon cepat dalam 3 hari itu pun mencabut Pasal 4 PKPU nomor 9 tahun 2020, ketika usulan Hak Uji Materi (HUM) tentang aturan usia minimal pilkada datang dari Ketum Garuda, Ahmad Ridha Sabana.

Satu-satunya yang mampu menumpas perpolitikan kotor seperti contoh fakta di atas ialah kembali pada sistem Islam. Dalam Islam rakyat manapun diberi hak bersuara, tetapi tentu tidak menyalahi aturan Islam. 

Contohnya bisa diambil dari kisah salah satu rakyat yang mengadu kepada Umar bin khatab, selaku khalifah. Umar mendapatkan kabar bahwa rakyat tersebut telah dizalimi oleh putra seorang Gubernur. Tanpa basa-basi Umar memanggil sang Gubernur Mesir untuk menghadapkan putranya dan mempertanggungjawabkan atas perbuatan kesewenang-wenangannya itu.

Nah inilah sepenggal kisah yang patut di contoh. Bagaimana cerminan pemimpin dalam Islam menanggapi masalah yang ada. Islam mengatur agar undang-undang negara bisa adil, memenuhi haq dan kewajiban rakyatnya dalam hal apapun, termasuk dalam bersuara. Tidak ada istilah aturan tebang pilih dan politik dinasti di sistem Islam. Yang ada hanyalah orang yang layak menjadi pemimpin ialah orang memenuhi syarat-syarat pemimpin dalam Islam. 

Wallahu A'lam Bishawab.


Oleh: Gina Kusmiati 
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar