Topswara.com -- Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, berencana menerapkan peraturan ketat yang melarang berbagai konten yang dianggap tidak senonoh secara daring. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan, Jumat (14/6), bahwa Indonesia siap menutup platform media sosial X jika platform itu tidak mematuhi peraturan yang melarang konten dewasa.
(voaindonesia.com, 14/6/2024)
Menkominfo Budi mengatakan kepada kantor berita Reuters, pihaknya telah mengirimkan surat peringatan kepada X terkait hal tersebut. "Kami pasti akan menutup layanannya," katanya, menunjuk pada undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE) di Indonesia yang dapat menjatuhkan hukuman enam tahun penjara jika seseorang menyebarkan konten pornografi.
(pranala.co, 16/6/2024)
Sebelum ada rencana pemblokiran ini, konten pornografi sebenarnya sudah berseliweran bukan hanya di platform X, tetapi juga di platform sosial media yang lain, seperti YouTube Facebook dan lain-lain.
Perbedaannya, X baru saja melegalkan pengunggahan konten dewasa tersebut, sementara platform lainnya masih ilegal secara hukum. Namun juga tidak menindak tegas dan memblokir konten-konten yang mengandung konten dewasa yang diunggah pengguna. Alhasil, saat ini sebagian besar masyarakat termasuk generasi sudah teracuni oleh konten pornografi.
Banyaknya konten pornografi di Indonesia memicu banyaknya aktivitas perzinaan dan kekerasan seksual, hal ini menunjukkan rusaknya media saat ini. Harus diakui bahwa dunia sedang berada di bawah arahan ideologi kapitalisme, mengakui bahkan menjunjung tinggi kebebasan berperilaku dan berekspresi. Alhasil, media yang ada hari ini pun didasarkan atas kebebasan ini, termasuk platform X.
Bahkan kapitalisme yang mengedepankan keuntungan materi telah menjadikan pornografi sebagai bagian dari bisnis yang menggiurkan. Kalaupun pemerintah mengancam akan menutup platform media yang melegalkan penyebaran konten pornografi, upaya ini sejatinya tidak menyentuh akar persoalan. Pasalnya, ada banyak pintu lain yang memberi celah bahkan membiarkan masuknya pornografi.
Dengan kemajuan teknologi yang pesat, masyarakat dengan mudah membuat konten pornografi dan menyebarkan secara pribadi kepada orang lain. Hal ini tidak lepas dari mindset sekuler yang ditanamkan melalui sistem pendidikan saat ini.
Jika sistem sekularisme menjadi asas pendidikan, maka generasi akan terbentuk menjadi generasi liberal dan materialistik, yang memandang kesenangan jasadiyah/materi sebagai sumber kebahagiaan, sebab paham sekularisme ini memisahkan agama dari kehidupan.
Tidak heran mereka mudah mengkonsumsi atau membuat konten pornografi. Semua ini, menunjukkan ketidakseriusan dan upaya setengah hati pemerintah memberantas pornografi dan melindungi generasi dari perilaku menyimpang.
Akar dari persoalan ini adalah sistem kapitalisme sekularisme yang diadopsi negeri ini. Untuk memberantas maraknya pornografi yang tersebar luas di media saat ini, dibutuhkan peran besar negara dengan upaya komprehensif dan menyeluruh, sebab pemberantasan pornografi butuh dana besar dan kekuatan hebat serta kemauan yang kuat.
Islam mengharamkan pornografi dan semua hal terkait. Islam menetapkan negara memiliki peran strategis dalam memberantas pornografi, sebab membiarkan pornografi berarti membiarkan kemaksiatan dan kerusakan masyarakat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya."
(HR. al-Bukhari)
Sebagai pengurus urusan umat, negara wajib mengatur peredaran informasi kepada masyarakat melalui media. Dalam konstelasi pemerintahan Islam, terdapat Departemen Penerangan (Al-I'lam) yang bertugas mengatur informasi yang tersebar di masyarakat. Departemen ini bertujuan mengolah informasi shahih agar terbentuk masyarakat Islami yang kuat dan kokoh, menghilangkan keburukan dan menonjolkan kebaikan.
Selain itu, media juga berfungsi sebagai sarana dakwah Islam yang menjelaskan keagungan Islam dan keadilannya. Terkhusus untuk media informasi, boleh-boleh saja jika ada warga negara yang ingin mendirikannya, tidak memerlukan izin khusus, tetapi hanya membutuhkan pemberitahuan kepada Departemen Penerangan. Seluruh konten penayangan menjadi tanggung jawab pemiliknya.
Negara memberikan kebebasan dalam masalah konten dengan syarat tidak menyajikan konten yang melanggar syariat. Pemberian izin ini tentu didukung oleh pilar ketakwaan individu yang juga menjadi tanggung jawab negara Islam.
Negara sangat fokus pada pembentukan ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penegakan syariat oleh negara, sebab ketiganya menjadi pilar penjaga bagi individu Muslim dalam berucap dan bertindak. Umat akan berpikir seribu kali untuk memproduksi atau mengkonsumsi konten porno.
Dalam konteks pornografi, negara dalam Islam wajib melarang tayangan-tayangan yang mengandung konten-konten pornografi atau yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, memblokir semua situs-situs yang berbau pornografi, melakukan sensor pada semua tayangan di media televisi maupun media sosial yang akan ditayangkan.
Negara akan memberi sanksi takzir yang tegas dan menjerakan bagi pelaku pembuat maupun pengonsumsi konten pornografi. Semua pengaturan tersebut, hanya bisa diterapkan dalam institusi negara khilafah yang diwajibkan Allah subhanahu wa ta'ala.
Wallahu a'lam bishshawab.
Sumariya
Aktivis Lisma Bali
0 Komentar