Topswara.com -- Ormas di negeri ini kini boleh ikut mengelola tambang. Bila biasanya ormas mengurusi soal keagamaan, pendidikan atau sosial kemasyarakatan, nantinya mereka akan punya kesempatan dalam urusan pertambangan di Indonesia.
Kebijakan tersebut didasarkan pada aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang pemberian wilayah izin khusus atau WIUPK kepada ormas.
Menurut PP yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024 lalu ini, tujuan pemberian izin terhadap ormas adalah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. WIUPK ditawarkan secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi masyarakat keagamaan. (cnbc.indonesia.com, 6/6/2024)
Pro dan kontra pun mengemuka. Banyak yang tidak setuju dengan peraturan tersebut. Kritik bermunculan terkait peraturan tersebut.
Di antara yang mengeluarkan kritikanya adalah dari Organisasi Jatam (Jaringan advokasi tambang) dan Walhi. Jatam menilai bahwa dengan ormas mengelola tambang belum tentu dapat mendorong kesejahteraannya. Menurut Jatam, pertambangan itu padat modal dan padat teknologi.
Ekonomi tambang juga sangat rapuh, tidak berkelanjutan, rakus tanah, dan rakus air. Ini berpotensi menambah kerusakan lingkungan bila urusan pertambangan ditangani tidak tepat. Karena itulah, Jatam menyeru ormas keagamaan untuk menolak izin kelola tambang tersebut.
Walhi pun demikian. Organisasi ini meminta ormas-ormas untuk menolak pemberian izin tersebut. Menurut Walhi, dengan ormas-ormas yang ikut dalam bisnis pertambangan bisa berpotensi pada perselisihan di tengah masyarakat.
Belum lagi potensi kerusakan lingkungan yang mungkin bertambah bila pengelolaan tambang diserahkan pada pihak yang tidak semestinya. Karena itulah, Walhi meminta ormas-ormas untuk tidak menerima tawaran pemerintah terkait pengelolaan tambang guna mencegah terjadinya konflik sosial dan bertambahnya kerusakan lingkungan. (nasional.tempo.co, 6/6/2024)
Negara Enggan Jalankan Kewajiban
Keluarnya kebijakan pemberian izin bagi ormas untuk mengelola tambang merupakan bentuk pengabaian tanggung jawab negara. Seharusnya negaralah yang mengelola tambang yang ada untuk kepentingan rakyat.
Namun, negara malah berupaya mengalihkan kewajiban tersebut kepada pihak lain. Negara tak mau repot-repot mengurusi hajat hidup rakyatnya.
Peraturan baru tersebut menggambarkan bagaimana peran negara makin diminimalkan, bahkan kalau bisa ditiadakan, dalam urusan rakyatnya. Hal ini menjadi ciri dari sistem kapitalisme yang memang menafikan peran negara.
Negara cukup menjadi fasilitator untuk kepentingan kapitalis. Melalui berbagai kebijakannya, negara membuka pintu bagi swasta pemilik kapital untuk bisa menguasai SDA.
Dalam sistem ini, rakyat terpinggirkan karena tidak ada yang memperhatikan. Urusan mereka terabaikan. Rakyat dibiarkan mengurusi dirinya sendiri. Sementara negara sibuk memenuhi kepentingan segelintir pemilik modal.
Kewajiban Negara Mengurusi Rakyatnya
Berbeda halnya dalam Islam yang justru memerintahkan negara untuk benar-benar mengurusi rakyatnya. Negara harus hadir untuk melayani dan mengurus rakyatnya sebagaimana hadis Rasulullah: “Imam (Khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya.” (HR Bukhari).
Islam juga memandang bahwa tambang termasuk harta milik rakyat. Tidak boleh ada yang mengeklaimnya sendiri. Demikian halnya dengan negara juga tidak berhak menyerahkan pengelolaannya atau bahkan menjualnya kepada pihak mana pun dengan alasan apa pun.
Kepemilikan tambang adalah umum, yang mana siapa saja bisa memanfaatkannya dan tidak boleh dikuasai oleh satu individua tau kelompok tertentu sebagaimana sebagaimana hadis Rasulullah SAW.: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Jelaslah bahwa wajib bagi negara untuk mengelola tambang milik umum dan diharamkan untuk menyerahkannya kepada pihak lain seperti pengusaha, ormas, atau individu. Negara mengelola tambang dengan baik agar manfaatnya bisa dirasakan bersama untuk kemakmuran rakyat.
Jadi, tidak boleh bagi siapa pun untuk mengelola tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak selain negara.
Inilah bentuk riayah atau pengurusan negara terhadap rakyatnya. Tugas ini wajib dilakukan negara sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah Sang Khalik. Ketika negara lalai dalam menjalankannya, maka bukan hanya rakyat yang dirugikan, tetapi kelak juga harus mempertanggung jawabkannya di hadapan Allah SWT. Dan ini yang sangat berat konsekuensinya.
Karena itu, negara harus selalu menyadari tanggung jawabnya sebagai periayah umat. Tanggung jawab ini akan bisa dijalankan secara baik mana kala sistem Islam yang menjadi panduannya. Dengan penerapan Islam dalam kehidupan, negara akan mampu melindungi kepentingan rakyat dan menjamin kebutuhan mereka dengan baik.
Wallahu a’lam bishshawwab.
Oleh: Nurcahyani
Aktivis Muslimah
0 Komentar