Topswara.com -- Pemadaman listrik bergilir atau blackout sejak Selasa (4/6/24) sampai Rabu 5/6/2024) terjadi mulai dari Aceh hingga Lampung dengan durasi yang bervariasi mulai dari 10 jam sampai 24 jam.
Padamnya aliran listrik tersebut dikarenakan adanya gangguan pada jaringan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 275 kV Linggau-Lahat yang terjadi pada Selasa (4/6).
Sistem transmisi tersebut merupakan jaringan interkoneksi yang terhubung dengan sejumlah wilayah di Sumatra. Hal ini mengakibatkan terganggunya tak kurang dari 29.000 gardu distribusi yang memasok listrik pelanggan. (ekonomi.bisnis.com, 6-7-2024)
Penyebab utama gangguan pada SUTEY 275 kV Linggu-Lahat belum diketahui. Masih dilakukan investigasi penyebab utama padamnya listrik yang menimpa sekitar 600.000 pelanggan di wilayah tersebut oleh PT PLN (Persero) Unit Indus Distribusi (UID) Sumatra Barat.
Menurut General Manager PLN UID Sumbar Eric Rossi Priyo Nugroho di Padang, Sumbar, PLN baru menemukan penyebab minor yaitu tower yang berdekatan dengan pohon, jembatan yang terputus dan lainnya.
Sungguh aneh dimana Pulau Sumatra merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki cadangan listrik berlebih. Berdasarkan data PLN per Desember 2023 menyebutkan sistem kelistrikan Sumatra memiliki cadangan yang sangat besar dengan reserve margin 41 persen. Idealnya reserve margin yang optimal berada di kisaran 24 persen sampai 35 persen. Ini menunjukkan bahwa sistem kelistrikan mengalami kelebihan pasokan.
Ada Apa di Balik Sumatra Blackout?
Setiap provinsi di Sumatra saat ini sedang berlomba meningkatkan investasi di wilayah masing-masing. Di Indonesia terdapat 5 provinsi yang memiliki potensi investasi menjanjikan di tahun 2024. Salah satunya adalah Provinsi Riau, yang dikenal sebagai penghasil CPO terbesar di Indonesia. Riau memiliki 2,9 juta hektar lahan perkebunan sawit.
Riau juga memiliki 3 industri besar seperti manufaktur, pertanian dan pertambangan. Bahkan tahun ini Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan PDB di Provinsi Riau bisa mencapai 4-4,8 persen.
Selain Provinsi Riau ada pula Maluku Utara, karena Maluku menjadi penghasil Nikel terbesar di Indonesia.
Kejadian ini menunjukkan lemahnya mitigasi dan pemeliharaan listrik. Padahal listrik merupakan kebutuhan publik yang menjadi tanggungjawab negara. Di sisi lain, peristiwa ini memunculkan sorotan kurang profesionalnya PLN dalam mengurusi listrik.
Pada saat yang sama, PLN menggelar forum diskusi dan kolaborasi bisnis road to PLN Investment Days 2024. Acara ini dihadiri pemerintahan, pebisnis, perbankan, akademisi, hingga investor dalam dan luar negeri dengan upaya membangun kolaborasi dalam mengakselerasi transisi energi bersih di tanah air.
Maka dari itu, permasalahan Sumatra blackout tidak hanya masalah pemadaman listrik belaka tapi momen ini di jadikan topeng seolah anak bangsa tidak mampu mengelola potensi besar sumber daya listrik di Sumatra. Sehingga, seakan membutuhkan investasi dari swasta lokal dan asing.
Dalam Islam produksi dan distribusi sumber daya listrik merupakan harta kepemilikan umum (umat) dan tidak semestinya ada investasi swasta di sektor tersebut. Pengelolaan sumber daya listrik wajib di lakukan oleh penguasa dan untuk kepentingan publik.
Posisi penguasa hanya sebagai pengelola bukan pemilik. Penguasa memberikan kepada rakyat secara gratis atau menetapkan harga tertentu tapi tidak memberatkan rakyat.
Kemudian hasilnya akan di kembalikan lagi untuk kemaslahatan rakyat. Penguasa tidak boleh memanfaatkan dan mengambil keuntungan secara pribadi karena peran penguasa hanya mewakili umat untuk mengelola sumber daya listrik.
Islam juga menetapkan bahwa pejabat negara harus memiliki sifat amanah dalam menjalankan tugasnya. Sebaliknya jika, pengelolaan di serahkan kepada swasta lokal atau asing pastilah akan terjadi kapitalisasi sumber daya listrik.
Puput Weni R.
Aktivis Muslimah
0 Komentar