Topswara.com -- Berita pembunuhan seolah tak pernah sepi dari media. Aksi pembunuhan seorang wanita berinisial AN (21) oleh C (30) di Cirebon (detik.com, 10/5/2024). Seorang wanita dengan inisial RM (50) dibunuh dan dimasukkan dalam koper di Bekasi. Di Ciamis, seorang suami tega membunuh istri lalu memutilasi.
Di Bali seorang PSK dengan inisial RA (23) di bunuh lantas dimasukkan dalam koper (cnnindonesia.com, 5/5/2024). Sementara di Marunda Jakarta Utara seorang taruna berinisial P (19) tewas diduga dianiaya seniornya (tirto.id 4/5/2024). Mengapa nyawa seolah tak berharga, naluri dan rasa kemanusiaan hilang, bahkan lebih sadis dari binatang?
Sistem Sekularisme Lahirkan Perilaku Sadis
Maraknya tindakan menghilangkan nyawa indikasi gangguan kesehatan mental akut. Psikolog dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Adhyatman Prabowo menjelaskan seseorang tega membunuh dan memutilasi korban karena ingin menghilangkan barang bukti dan faktor psikologi seperti traumatis, seksual, dan permasalahan yang belum tuntas. Dia berpesan agar masyarakat memahami pentingnya menjaga kesehatan mental, diawali bagaimana cara berpikir, mengelola emosi, bersosial, dan berperilaku.
Tentu tidak mudah menjaga kesehatan mental ditengah kesulitan hidup yang membelit rakyat saat ini. Berbagai masalah baik dari ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan dan sosial pergaulan makin membuat dada kian sesak.
Di tengah harga-harga kebutuhan yang membumbung tinggi, diikuti biaya pendidikan yang kian mahal, listrik naik, pajak pun tak ketinggalan ikut naik. Lingkungan sosial yang tidak kondusif, syarat pergaulan bebas, aborsi, lgbt membuat hati senantiasa was-was.
Berbagai tekanan hidup membuat manusia mudah tersulut emosi. Ketika tersinggung dan marah tidak sekedar mengeluarkan kata-kata bahkan mudah berbuat kriminal, seperti membunuh dan memutilasi.
Gangguan kesehatan mental sudah sangat mengkhawatirkan. Di Indonesia terdapat 9.162.886 kasus depresi dengan prevalensi 3,7 persen. Sementara jumlah penduduk Indonesia setiap tahun bertambah sampai lebih dari 3 juta jiwa yang kini sudah menyentuh 278.16.661 jiwa. Sehingga angka penduduk depresi bisa jauh lebih besar lagi (tirto.id, 10/10/2013).
Nilai-nilai yang dianut di tengah masyarakat sangat dipengaruhi idiologi yang diterapkan saat ini yakni idiologi sekuler kapitalisme. Ide yang rusak dan merusak karena memisahkan agama dari kehidupan dan mengagungkan kebebasan.
Kebebasan kepemilikan meniscayakan ekonomi dikuasai segelintir oligarki. Rakyat berebut remah-remahnya sehingga senantiasa bergelut dalam kemiskinan.
Gaya hidup liberal membuat manusia hanya mengejar kepuasan jasmani dan materi tanpa memgindahkan halal dan haram. Kurikulum sistem pendidikan dibuat agar peserta mampu bersaing secara materi dan melalaikan aspek pembentukan kepribadian dan jati diri.
Sementara sistem sanksi tidak tegas, tebang pilih dan tidak menimbulkan efek jera. Meski ada hukuman dan penjara justru mengedukasi para kriminal makin mahir berbuat kejahatan.
Islam Solusi Tindak Kriminal
Islam adalah ideologi yang darinya terpancar berbagai sistem, solusi problematika kehidupan manusia. Sistem Islam tegak diatas akidah Islam yang menjadikan perintah dan larangan Allah sebagai rambu-rambu kehidupan.
Allah menciptakan manusia dengan tujuan agar beribadah pada-Nya sebagaimana firman Allah dalam Surat Az-Zariat ayat 56 yang artinya,
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”.
Makna ibadah bukan sekedar menjalankan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Ibadah bermakna luas yakni senantiasa dalam ketatan melaksanakan perintah dan larangan-Nya dalam semua aspek kehidupan termasuk bermuamalah, baik dalam pemerintahan, ekonomi, pendidikan dan sebagainya.
Islam memandang seorang pemimpin adalah ra'in atau penggembala yang mempertanggung jawabkan rakyatnya. Dia berkewajiban memastikan setiap individu rakyatnya terpenuhi kebutuhan pokok individu yakni, pangan, sandang, papan maupun kebutuhan komunalnya seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Mekanisme ini membuat rakyat hidupnya mudah, tidak banyak terbebani seperti saat ini. Pendanaan diperoleh dari baitul mal yang memiliki banyak sumber pemasukan baik dari kepemilikan umum seperti tambang maupun kepemilikan negara seperti ghanimah, fa'i, jizyah dan sebagainya.
Kurikulum pendidikan dalam Islam disusun untuk membentuk kepribadian Islam. Yakni individu yang memiliki pola pikir dan pola nafsiyah Islam. Akalnya senantiasa menyandarkan setiap perbuatannya pada perintah dan larangan Allah.
Nafsiyahnya mengikuti persepsi akal bahwa dia akan mempertanggung jawabkan setiap amal perbuatannya dihadapan Allah. Dorongan ini membuat manusia tegak berjalan diatas ketaatan dan menghindari perbuatan kriminal dan segala kemaksiatan. Bahkan muncul dorongan untuk senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar.
Tidak kalah penting, Islam memiliki sistem sanksi yang tegas terhadap perilaku kriminal. Perbuatan yang merusak anggota badan dan menghilangkan nyawa ada sanksi jinayat yang tegas. Sanksi didalam Islam berfungsi sebagai jawabir yakni menghapus dosa pelaku kriminal juga sebagai zawajir yakni mencegah orang lain agar tidak berbuat kriminal serupa.
Sistem sanksi yang tegas akan memelihara nyawa manusia sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Baqarah 179, didalam kisas ada keberlangsungan kehidupan.
"Dan didalam kisas itu ada kehidupan bagi kalian, wahai orang-orang yang berakal agar kalian bertakwa".
Begitulah kesempurnaan Islam menyelesaikan masalah kriminal. Mekanisme ini hanya terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam.
Ida Nurchayati
Sahabat Topswara
0 Komentar