Topswara.com -- Viral video asusila di kampus Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, yang diduga dilakukan oleh mahasiswa di kampus tersebut. Ada dua video mesum yang beredar dan direkam di lokasi berbeda.
Video pertama berdurasi 18 detik, diduga berlokasi di kampus UINSA, belakang gedung Fakultas Dakwah, sedangkan video kedua berdurasi 24 detik diduga berlokasi di Fakultas Saintek dan Fakultas Adab dan Humaniora (Fahum), kampus UINSA di gunung Anyar.
Wakil Rektor III UINSA Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Prof. Abdul Muhid, membenarkan adanya video yang beredar tersebut. Ia menambahkan pihaknya telah menyiapkan sanksi yang sesuai kode etik kepada mahasiswa terkait pelanggaran apa yang sudah dilakukan.
Saat ini pihaknya sudah memanggil salah satu orang tua wali dari mahasiswa tersebut. Sanksi beragam pun disiapkan, hukuman teringan adalah peringatan, sementara yang paling berat ialah drop out atau dipecat dari kamus. cnnindonesia.com (17/05/2024)
Adanya tindakan asusila yang dilakukan mahasiswa menunjukkan liberalisasi pergaulan makin nyata, apalagi terjadi di kampus keagamaan. Pendidikan seharusnya mampu memperbaiki perilaku seseorang, namun faktanya tidaklah demikian.
Oleh karena itu, diduga kuat ada kesalahan orientasi pendidikan yang sedang berjalan hari ini. Diakui atau tidak, kurikulum pendidikan yang sedang berjalan di dunia pendidikan hari ini, hanya berorientasi pada peningkatan taraf berpikir pelajar maupun mahasiswa dalam memahami ilmu pengetahuan.
Mereka hanya disiapkan menjadi lulusan yang siap menghadapi dunia kerja, bukan menghadapi kehidupan dunia, apalagi kehidupan akhirat. Tidak heran terbentuk generasi yang memiliki pemikiran rusak dan berdampak pada rusaknya tingkah laku dalam kehidupan.
Mereka tidak lagi peduli aktivitas keharaman, bahkan tindakan kemaksiatan, seperti perbuatan asusila pun bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja semau mereka. Mereka bahkan tidak peduli dengan sistem sanksi yang ada. Inilah buah pendidikan sekular yang diberlakukan di negeri ini.
Sekularisme adalah paham yang menafikkan peran agama dalam kehidupan, efeknya kebahagiaan distandarkan dengan ukuran materi atau kesenangan jasadiyah. Kalaupun ada nilai-nilai agama yang diajarkan, sejatinya hanya sekedar formalitas, itu pun dibatasi terkait ibadah ritual dan akhlak.
Bahkan sering kali kita mendapati peserta didik yang telah melakukan kemaksiatan, seperti tindakan asusila tidak diberi sanksi tegas dari institusi pendidikan, apalagi jika yang bersangkutan dipandang memiliki prestasi di sekolah/kampus, maka tidak jarang masih dipertimbangkan dalam pemberian sanksi tegas, seperti DO.
Selain sistem pendidikan yang salah, lemahnya sistem hukum negeri ini juga membuat tidak adanya rasa takut ketika melakukan pelanggaran. Alhasil, masyarakat termasuk mahasiswa, mudah melakukan kejahatan.
Kerancuan definisi kejahatan di negeri ini, juga memicu terjadinya tindakan kejahatan, seperti asusila. Pasalnya, tindakan asusila tidak dipermasalahkan jika dilakukan oleh dua insan atas landasan sukarela. Sebagaimana pada kasus ini, tindakan asusila menjadi persoalan, karena dilakukan di tempat terbuka yang masuk dalam area kampus, sehingga dipandang tidak etik dan harus diberi sanksi.
Seandainya tindakan asusila tersebut dilakukan di luar kampus, di rumah atau di hotel misalnya, maka negara dipandang tidak memiliki hak untuk memberikan hukuman.
Sistem pendidikan dan sistem sanksi tersebut sejatinya buah dari penerapan kapitalisme di negeri ini. Negeri ini dibangun atas asas sekuler. Negara dengan asas sekuler adalah negara yang berideologi Kapitalisme. Tak heran sistem-sistem yang muncul, selalu dilandasi asas sekuler, termasuk pendidikan dan sanksi.
Sungguh, inilah akar persoalan lahirnya generasi liberal di negeri ini. Ideologi kapitalisme, hanya melahirkan sistem pendidikan yang gagal membentuk kepribadian mulia generasi, termasuk mahasiswa. Ideologi ini juga gagal melahirkan sistem sanksi yang mampu mencegah merajalelanya kejahatan atau kemaksiatan.
Berbeda dengan negara yang berasaskan akidah Islam. Islam adalah sebuah ideologi yang melahirkan sistem kehidupan yang lengkap di atasnya. Sistem tersebut adalah sistem politik Islam (khilafah), yakni sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam, sistem sanksi dan lain sebagainya.
Sistem-sistem tersebut mana kalau diterapkan dalam kehidupan bernegara, maka akan terwujud keberkahan dalam kehidupan, sebab bersumber dari Pencipta manusia, Allah SWT.
Ideologi Islam, melahirkan sistem pendidikan berasaskan akidah Islam, yang meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam pada diri generasi. Kepribadian Islam bermakna terbentuknya pola pikir dan pola sikap seseorang. Para pelajar benar-benar disiapkan untuk mampu mengarungi kehidupan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Di dunia, mereka akan menjadi kontributor terwujudnya peradaban dunia, sedangkan di akhirat mereka terobsesi meraih kebahagiaan surga. Alhasil, mereka akan menjaga tingkah lakunya dari hal yang diharamkan Islam. Jangankan perbuatan asusila, hal yang mendekatkan pada perbuatan tersebut saja akan mereka hindari.
Apalagi sistem pendidikan Islam memahamkan generasi tentang tata pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Tidak hanya diajarkan sebagai teori, tetapi dikontrol penerapannya dalam kehidupan.
Penjagaan generasi dari aktivitas maksiat, tidak hanya dilakukan melalui pendidikan Islam yang membentuk individu yang shalih, tetapi juga dari masyarakat Islami. masyarakat Islami adalah masyarakat yang memiliki standar Islam. Mereka akan menjaga individu-individu dalam masyarakat, melalui budaya amar makruf nahi mungkar.
Di sisi lain, negara dalam Islam memiliki sistem sanksi Islam yang tegas dan menjerakan, sehingga dapat mencegah pelanggaran hukum syara.
Seluruh mekanisme penjagaan generasi ini, hanya akan terealisasi dalam negara yang menerapkan ideologi Islam, Khilafah Islamiah.
Wallahu a'lam bishshawab.
Sumariya
Aktivis Lisma Bali
0 Komentar