Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Social Justice and Decent for All, Kapankah Terwujud?

Topswara.com -- Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2024 atau May Day, dengan tema Social Justice and Decent Work for All terjadi di tengah berbagai problem buruh. Mulai dari upah rendah, kerja tidak layak, tinggi maraknya PHK, dan sempitnya lapangan kerja, yang membuat nasib buruh kian terpuruk. 

Kaum buruh pun melaksanakan May Day dengan menggelar aksi di berbagai kota. Di Jogyakarta misalnya, massa buruh menggelar aksi di Titik Nol Km Jogja, Rabu (1/5/2024). Mereka menuntut mulai upah layak hingga terjangkaunya harga rumah, (detik.com, 1/5/2024).

Aksi buruh serupa juga terjadi di beberapa kota lain seperti Surabaya, Sumedang, Medan, dan Makasar. Aksi buruh terbesar terjadi di kawasan istana Presiden di Jakarta, (cnnindonesia.com, 1/5/2024). Mengapa fenomena ini terus terjadi? 

Akibat Mengadopsi Sistem Ekonomi Kapitalisme

Tema social justice and decent work for all, merupakan tanda bagi kondisi buruh yang belum terwujud kesejahteraannya. Dan persoalan ini akan terus ada selama sistem ekonomi yang diadopsi negeri kita tetap seperti saat ini, yakni sistem ekonomi kapitalisme. 

Dalam ekonomi kapitalisme kaum buruh hanya akan ditempatkan sebagai salah satu komponen faktor produksi. Konsekuensinya, untuk mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya, maka upah buruh harus ditekan serendah-rendahnya. 

Sehingga upah buruh atau pekerja dalam sistem kapitalisme hanya sekedar untuk bisa memenuhi kebutuhan fisik minimum saja. Yaitu sekadar bisa dipakai untuk hidup dalam suatu taraf hidup yang sangat sederhana, bukan standar dari produksi yang dihasilkan. 

Nasib kaum buruh dalam sistem ekonomi kapitalisme tergantung pada perusahaan atau majikan. Sementara itu tidak ada jaminan dari negara. Hal ini karena negara hanya berfungsi sebagai regulator, dan penengah antara buruh dan perusahaan. 

Lantas kapankah cita-cita social justice and decent work for all bisa terwujud? Tentunya ini butuh pengaturan dan penataan lebih lanjut dengan hukum-hukum tertentu. 

Hukum yang berasal dari Yang Maha Pengatur, yakni Allah al Mudabbir, bukan hukum buatan manusia. Hal ini karena sifat manusia yang punya keterbatasan dan lemah. Sehingga ketika manusia dibiarkan membuat hukum sendiri, justru cenderung membawa masalah baru. 

Islam Menjamin Kesejahteraan 

Dalam sistem ekonomi Islam, memandang kaum buruh adalah bagian rakyat, dan negara berkewajiban menjamin kesejahteraannya. Negara (khilafah Islamiah) memilih mekanisme ideal melalui penerapan sistem Islam kaffah dalam semua bidang kehidupan. 

Negara menjamin nasib buruh dan keberlangsungan perusahaan. Sehingga menguntungkan semua pihak. 

Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan keridhaan kedua belah pihak (pekerja dan pemberi kerja yang berakad), dan upahnya harus jelas. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW.(yang artinya) :
"Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak seorang pekerja, hendaknya ia memberitahukan upahnya kepadanya". (HR. ad-Daruquthni, dari Ibnu Mas'ud). 

Imam Ahmad juga meriwayatkan sebuah hadis dari Abu Said ra. (yang artinya):
"Nabi SAW. telah melarang mengontrak seorang pekerja hingga upahnya menjadi jelas bagi pekerja tersebut". (HR. Ahmad). 

Islam juga memiliki standar upah yang ditentukan oleh khubara (orang yang mempunyai keahlian untuk menentukan upah), sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan dan lain-lain. 

Upah berbeda-beda berdasarkan kerjanya dan berdasarkan perbedaan tingkat kesempurnaannya dalam suatu pekerjaan yang sama. Karenanya, gaji seorang insinyur berbeda dengan gaji tukang kayu. Dan gaji tukang kayu yang ahli, berbeda dengan gaji tukang kayu biasa. 

Jadi, tinggi rendahnya upah seseorang dalam suatu pekerjaan itu semata-mata dikembalikan pada tingkat kesempurnaan jasa atau kegunaan tenaga yang mereka berikan. Hal ini tidak bisa dianggap sebagai bonus, dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas mereka. 

Namun, ini semata-mata adalah upah mereka, yang memang berhak mereka terima karena sempurnanya jasa mereka. (Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidhaam al-Iqtishaadi fii al-Islaam).

Maka ketika negara ini mau menerapkan sistem ekonomi Islam, kaum buruh tidak akan ditindas lagi oleh majikannya, karena mereka akan bisa memperoleh upah sesuai dengan manfaat yang telah diberikan kepada majikannya. Upah tidak disama ratakan, yang hanya didasarkan kepada kebutuhan fisik minimum. 

Pihak perusahaan atau majikan juga tidak akan dirugikan, khususnya jika serikat buruh mampu memaksakan agar standar upah minimumnya dinaikkan, dengan kenaikan yang tinggi untuk semua pekerjaannya. Padahal faktanya, manfaat yang diberikan pekerja itu berbeda-beda. Majikan bisa memberikan upah sesuai manfaat dari masing-masing pekerjanya. 

Demikianlah Islam dengan sistem ekonominya, mampu menciptakan kondisi yang adil dan penuh kelayakan, baik bagi buruh atau pekerja, maupun bagi pihak pengusaha atau majikan. Semua itu akan terwujud ketika negeri tercinta ini mau menerapkan sistem Islam Kaffah dalam bingkai khilafah (negara yang menerapkan dan menegakkan sistem Islam secara kaffah). 

Wallahu a'laam bishshawaab. []


Oleh: Sumiatun 
Komunitas Pena Cendekia
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar