Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

SDA Melimpah, Pekerja Migran Indonesia Justru Bertambah

Topswara.com -- Empat ribu warga Kabupaten Blitar tercatat sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). Berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Blitar, jumlah PMI pada 2023 mencapai 4.167 orang. Jumlah itu terdiri ada 2.749 pekerja di sektor informal dan 1.418 pekerja di sektor formal.

Kabid Penempatan dan Perluasan Kesempatan Kerja Disnaker Kabupaten Blitar, Yopie Kharisma Sanusi mengatakan bahwa pekerja perempuan mendominasi di sektor informal yakni sekitar 2.734 orang. Sementara di sektor formal lebih banyak diisi oleh laki-laki yaitu 1.271 orang. Bahkan PMI Kabupaten Blitar menempati nomor dua di Jatim dan nomor empat di nasional.

Menurut Yopie, keterbatasan ekonomi masih menjadi alasan warga Kabupaten Blitar bekerja di luar negeri. Mereka hendak memperbaiki kondisi ekonomi, dengan mengadu nasib menjadi PMI.(detik.com, 31/1/2024)

Sebagian besar orang mungkin akan heran dan bertanya apa penyebab lonjakan angka sebesar itu? Mengapa puluhan bahkan ribuan perempuan tetap mau bekerja menjadi buruh migran dan bermigrasi ribuan kilometer untuk profesi yang beresiko itu. Jawabannya tidak lain adalah faktor ekonomi.

Kemiskinan dan kesenjangan global adalah motivasi terbesar gelombang PMI. Miris memang, negara dengan sumber daya alam dan manusia yang besar justru menjadi pengirim buruh migran dalam jumlah besar. 

Penerapan kapitalisme global di negeri-negeri Muslim dan seluruh dunia dengan prinsip pasar bebas dan model keuangan berbasis riba adalah penyebab kekayaan hanya terkonsentrasi pada kalangan elit. Sehingga menyebarluaskan kemiskinan. Lantas, lahirlah eksploitasi transnasional pekerja migran secara massal.

Belum lagi nilai-nilai dasar kapitalisme telah berkontribusi besar dalam membangun cara pandang yang eksploitatif pada kaum buruh. Masyarakat senantiasa berhitung harga dan laba dari setiap transaksi sosial dan praktik-praktik kehidupan yang mereka jalani mengalahkan nilai kemanusiaan, moral bahkan spiritual.

Di level pemerintah, para buruh miskin yang ingin mengangkat ekonomi keluarga ini dipandang negara sebagai komoditas demi sekedar remitansi ekonomi dan mereka mendapat predikat pahlawan devisa. Sungguh memalukan dan memilukan. 

Alih-alih menghentikan pengiriman buruh migran karena membahayakan, pemerintah justru mengirim buruh migran dalam jumlah besar. Pemerintah begitu inkompeten menyejahterakan rakyatnya di dalam negeri sekaligus abai terhadap hak-hak pekerjanya tanpa khawatir tentang keselamatan mereka. Kekhawatiran mereka hanya tentang kepentingan nasional sebagai dampak dari konsep nasionalisme yang beracun.

Alhasil, para PMI perempuan ini menjadi korban dari dua hal sekaligus, yakni abainya negara dan politik perburuan kapitalisme. Sungguh keji kapitalisme memeras rakyat kecil hingga tetes keringat terakhirnya. Islam justru sebaliknya, sesuai dengan sabda Nabi SAW,

"Imam adalah penggembala dan ia bertanggung jawab untuk orang-orang yang digembalakannya." (HR. Bukhari)

Peran negara sangatlah vital, tugas utamanya adalah melayani dan mengurusi kebutuhan rakyat serta mencegah terjadinya kezaliman. Prinsip mendasar ini akan meminimalkan problem perburuhan di dalam khilafah dan jika pun ada akan terpecahkan dengan cepat dengan penerapan aturan Islam yang komprehensif. 

Begitupun problem yang mengorbankan puluhan bahkan ribuan kaum buruh perempuan tidak akan ditoleransi oleh khalifah. Negara khilafah akan segera mencari jalan untuk memberantasnya sampai ke akar. Khilafah melindungi kaum perempuan. 

Di dalam Islam, mereka dipandang sebagai kehormatan yang wajib dijaga, diberlakukan layaknya manusia yang bermartabat. Islam menggariskan bahwa perempuan harus selalu dijamin nafkahnya oleh suami, kerabat laki-laki dan jika mereka tidak memiliki kerabat laki-laki, maka negara yang akan menjamin nafkahnya.

Khilafah adalah negara yang menerapkan sistem ekonomi yang sehat yang menolak model ekonomi kapitalisme yang cacat yang berbasis riba. Melarang penimbunan kekayaan atau privatisasi sumber daya alam dan melarang Asing berinvestasi besar dalam pembangunan infrastruktur, pertanian, industri dan teknologi. 

Pondasi kebijakan diarahkan untuk mengupayakan distribusi kekayaan yang efektif dalam menjamin kebutuhan pokok semua warga negaranya. Disaat yang sama, juga meletakkan produktivitas ekonomi yang sehat untuk mengatasi pengangguran massal dan memungkinkan individu untuk mendapatkan kemewahan.

Khusus dibidang ketenagakerjaan, Islam memberlakukan hukum-hukum tegas kepada siapa saja yang melakukan kezaliman, baik majikan maupun pekerja termasuk menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi para pekerja juga merupakan tanggung jawab negara.

Hukum-hukum itu diberlakukan agar tidak ada kezaliman. Di sinilah letak keadilan Islam yang tidak berpihak kepada pekerja saja, tetapi juga kepada majikan. Membiarkan kezaliman berlangsung terus-menerus adalah perbuatan dosa dan maksiat di hadapan Allah SWT. 

Khilafah dengan visi politiknya yang lurus akan mampu mengatasi persoalan perburuhan dengan langkah-langkah yang sistemik dan antisipatif. Jutaan perempuan dan kaum lemah hari ini yang menghadapi eksploitasi ekonomi di seluruh negeri Muslim akan memiliki cerita indah yang berbeda di bawah naungan sistem khilafah yang sangat kredibel dan teruji oleh waktu dalam menangani kemiskinan, melindungi kaum lemah sekaligus tetap menjaga kehormatan kaum perempuan. []


Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar