Topswara.com -- Shalat lima waktu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dosa meninggalkan shalat lima waktu tanpa uzur syar'i ini sangat besar. Orang yang meninggalkan shalat akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah SWT, serta mendapatkan kehinaan di dunia dan di akhirat.
Hal ini telah dijelaskan dalam QS. Maryam ayat 59, Allah SWT berfirman:
"Kemudian, datanglah setelah mereka (generasi) pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti hawa nafsu. Mereka kelak akan tersesat."
(TQS. Maryam: 59)
"Shalat lima waktu telah difardhukan oleh Allah kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa yang mengerjakannya, dengan tidak menyia-nyiakan hak-hak shalat sedikit pun, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke dalam surga dan barangsiapa yang tidak mengerjakannya, maka tidak ada janji Allah baginya... "
(HR. Abu Dawud).
Selain itu, sahlat adalah tiang agama. Amalan yang pertama dihisab oleh Allah SWT dan juga pembeda antara iman dan kekufuran. Dalil tentang ini sangatlah banyak, diantaranya Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu berkata, Rasulullah SAW bersabda:
"(Pembatas) antara seorang Muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.(HR. Muslim)
Adapun sanksi dari negara Khilafah berupa ta'zir, yaitu sanksi yang bentuk dan kadarnya tidak ditetapkan secara khusus oleh syariah. Jika sanksi ta'zirnya tidak diadopsi oleh Imam (Khalifah), maka qadhi (hakim) berhak menentukan sendiri ta'zirnya.
Menurut Syaikh Abdurrahman Al Maliki, seorang Muslim yang sengaja meninggalkan shalat lima waktu, akan dikenakan sanksi penjara sampai 5 tahun. Dan setiap orang yang shalat sebagian waktu dan meninggalkannya pada sebagian waktu yang lain, maka kepadanya akan dikenakan sanksi penjara sampai 2 tahun.
Selain memberi sanksi ta'zir bagi muslim yang meninggalkan salat fardhu tanpa unsur syar'i, Khilafah juga tidak lupa selalu mengingatkan kaum muslimin akan kewajiban shalat, jika meninggalkannya maka telah melakukan dosa besar, sehingga umat muslim akan terjauhkan dari sanksi di dunia dan azab di akhirat.
Pentingnya penegakan shalat ini juga pernah disampaikan oleh Khalifah Umar bin Al-Khattab kepada umat muslim khususnya para wali atau gubernur. Beliau berkata, "Sesungguhnya perkara paling penting menurut penilaianku adalah shalat. Siapa saja yang menjaga shalat, maka ia telah menjaga agamanya. Siapa saja yang melalaikan shalat, maka untuk perkara lainnya dia lebih mengabaikan. Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat."
Namun, pengkondisian dan penerapan hukum sanksi ini tidak akan kita temui saat ini. Pemimpin di bawah payung HAM dan dilandasi sistem sekuleris Kapitalisme ini, justru abai dan membiarkan rakyatnya yang sengaja meninggalkan shalat. Tidak ada perintah untuk shalat dan tidak ada pula larangan untuk meninggalkannya.
Selain itu, penerapan sanksi ta'zir dan uqubat lainnya, tidak akan bisa diterapkan dalam format negara demokrasi seperti saat ini, karena landasannya adalah Sekularisme, pemisahan peran agama dalam kehidupan.
Sistem sanksi Islam hanya akan terealisasi, jika ada Daulah Khilafah, karena hanya dengan khilafah hukum-hukum yang diberlakukan akan sesuai dengan syariat Islam.
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh: Sumariya
Anggota LISMA Bali
0 Komentar