Topswara.com -- Sobat, tak Ada yang menjauhkanmu dari ridha dan rahmat Allah kecuali ketergantunganmu kepada manusia, sarana, akal, dan perolehan dunia.
Pernyataan itu sangat bijak. Maknanya begitu dalam, mengingatkan kita untuk selalu mengarahkan ketergantungan dan kepercayaan kita sepenuhnya kepada Allah. Ketergantungan pada manusia, sarana, kecerdasan manusia, atau perolehan dunia dapat menghalangi kita dari mendapatkan ridha dan rahmat Allah yang sejati. Ini mengajarkan pentingnya memelihara hubungan langsung dengan Sang Pencipta dan menyadari bahwa semua yang kita miliki berasal dari-Nya.
Jadikan dunia sebagai rahmat demikian nasihat Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani.
Nasihat Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani mengajarkan kita untuk melihat dunia sebagai ladang kebaikan dan kesempatan untuk mendapatkan rahmat Allah. Dalam pandangan ini, dunia bukanlah sesuatu yang harus dihindari atau dianggap sebagai penghalang untuk mencapai kebahagiaan spiritual, tetapi sebagai tempat di mana kita dapat mengekspresikan kebaikan, memberikan manfaat kepada orang lain, dan mendekatkan diri kepada Allah.
Menyikapi dunia sebagai rahmat mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam kehidupan duniawi semata, tetapi juga untuk mengambil manfaat dari segala yang Allah berikan kepada kita. Kita diajak untuk menjadikan setiap pengalaman, setiap tantangan, dan setiap kesempatan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan menjalankan tugas kita sebagai hamba-Nya dengan baik.
Dalam konteks ini, menjadikan dunia sebagai rahmat adalah tentang membawa nilai-nilai spiritual ke dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga kita dapat merasakan kedekatan dengan Allah dalam setiap langkah yang kita ambil.
Bila hikmah ilmumu makin tinggi, keyakinanmu makin teguh, dan hatimu makin tercerahkan maka kau mendapatkan maqam yang lebih dekat kepada-Nya.
Pernyataan ini menyiratkan pentingnya pengembangan diri secara spiritual dan intelektual dalam mencapai kedekatan dengan Allah. Ketika seseorang mendapatkan hikmah yang lebih dalam dari ilmu, keyakinan yang lebih kuat, dan hati yang lebih tercerahkan, maka dia mendekatkan diri kepada Allah.
Hikmah ilmu yang tinggi membantu seseorang memahami tata cara Allah dalam menciptakan dan mengatur alam semesta ini. makin tinggi pengetahuan seseorang, makin besar kesadaran akan kebesaran dan kebijaksanaan Allah. Keyakinan yang teguh membuat seseorang tetap kokoh dalam menghadapi cobaan dan tantangan kehidupan. Keyakinan yang kuat akan keadilan dan kasih sayang Allah memberi kekuatan pada seseorang untuk menjalani hidup dengan penuh harapan dan optimisme.
Hati yang tercerahkan merupakan hasil dari pengetahuan dan keyakinan yang terpadu. Hati yang tercerahkan mampu merasakan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupan dan dapat menangkap kebenaran yang lebih dalam. Dengan memiliki hati yang tercerahkan, seseorang dapat merasakan kedekatan spiritual dengan Allah.
Jadi, ketika seseorang mencapai tingkat hikmah, keyakinan, dan pencerahan hati yang tinggi, dia mendapatkan maqam yang lebih dekat dengan Allah, karena dia makin mendekati kebenaran dan kehadiran-Nya dalam hidupnya.
Tundukkan hasrat agar kau dilimpahi rahmat, demikian nasihat Syeikh Abdul Qadir al-Jailani.
Nasihat Syeikh Abdul Qadir al-Jailani ini menekankan pentingnya untuk mengendalikan dan menundukkan hasrat dan nafsu kita sebagai bagian dari perjalanan spiritual. Ketika kita mampu mengendalikan keinginan dan hasrat duniawi kita, kita membuka diri untuk menerima berkah dan rahmat Allah dengan lebih besar.
Hasrat dan nafsu yang tidak terkendali dapat menjadi penghalang dalam mencapai kedekatan dengan Allah. Mereka dapat mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang benar dan membebani jiwa kita dengan beban yang berat. Oleh karena itu, dengan menundukkan hasrat dan nafsu kita, kita membebaskan diri kita dari belenggu dunia yang duniawi dan mengarahkan fokus kita pada pencarian kebenaran dan keridhaan Allah.
Tindakan ini bukanlah tentang menolak atau menahan diri dari kesenangan hidup, tetapi lebih kepada penyeimbangan dan pengendalian. Ketika kita mampu mengendalikan hasrat kita, kita dapat menikmati kehidupan dengan lebih bijaksana, serta memprioritaskan yang benar-benar penting dalam perjalanan spiritual kita.
Dengan demikian, dengan menundukkan hasrat kita, kita membuka pintu bagi rahmat dan berkah Allah untuk mengalir ke dalam kehidupan kita, membawa kita lebih dekat kepada-Nya.
Kasihilah dirimu dan gunakan segala sarana untuk mengabdi kepada Tuhanmu, termasuk akal, keimanan, kecerahan ruhani, dan ilmu yang dianugerahkan Allah kepadamu.
Nasihat ini sangat dalam dan berarti bagi pencarian spiritual kita. Ini mengajarkan kita untuk mencintai diri kita sendiri dalam arti yang sejati, yaitu dengan menghormati, merawat, dan menghargai karunia-karunia yang telah diberikan oleh Allah kepada kita, termasuk akal, keimanan, kecerahan ruhani, dan ilmu.
Mencintai diri sendiri dalam konteks ini bukanlah tentang kesombongan atau egosentrisme, tetapi tentang penghargaan yang mendalam terhadap nilai yang Allah berikan kepada kita. Ini termasuk penghargaan terhadap akal yang memungkinkan kita untuk memahami kebenaran, keimanan yang memperkuat ikatan kita dengan Allah, kecerahan ruhani yang mengarahkan kita pada jalan yang benar, dan ilmu yang diberikan kepada kita untuk digunakan sebagai sarana untuk mengabdi kepada-Nya.
Penggunaan segala sarana yang dianugerahkan Allah kepada kita untuk mengabdi kepada-Nya adalah bentuk ekspresi cinta dan rasa syukur kita kepada-Nya. Dengan memanfaatkan akal, keimanan, kecerahan ruhani, dan ilmu yang telah diberikan kepada kita, kita dapat lebih baik mengenali dan menjalankan tugas-tugas kita sebagai hamba Allah dengan lebih baik.
Jadi, dengan mencintai diri kita sendiri dalam konteks spiritual ini, kita mempersiapkan diri kita untuk lebih baik mengabdi kepada Tuhan kita dengan memanfaatkan setiap karunia yang telah diberikan kepada kita.
Sebagai seorang mukmin, ada tiga kewajiban utama yang harus dipenuhi dalam segala keadaan:
1. Beriman dan Beribadah kepada Allah: Kewajiban pertama seorang mukmin adalah memelihara iman kepada Allah SWT serta melaksanakan ibadah kepada-Nya dengan sungguh-sungguh. Ini termasuk menjalankan shalat lima waktu, membaca Al-Quran, berpuasa di bulan Ramadan, membayar zakat, dan menjalankan ibadah haji jika mampu.
2. Menjaga Akhlak dan Etika: Seorang mukmin juga diwajibkan untuk menjaga akhlak dan etika dalam segala aspek kehidupan, baik dalam hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia. Ini mencakup sikap jujur, adil, kasih sayang, dan pengampunan, serta menjauhi perilaku yang dilarang dalam agama, seperti dusta, ghibah (menggunjing), dan mencuri.
3. Berusaha Meningkatkan Kualitas Diri dan Masyarakat: Seorang mukmin diharapkan untuk senantiasa berusaha meningkatkan kualitas dirinya secara spiritual, intelektual, dan sosial. Hal ini mencakup belajar dan mendalami agama, meningkatkan keterampilan dan pengetahuan, serta berkontribusi positif dalam memperbaiki kondisi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Dengan mematuhi ketiga kewajiban utama ini, seorang mukmin diharapkan dapat hidup dalam ketaatan kepada Allah SWT dan menjadi teladan yang baik bagi sesama.
Melaksanakan perintah-perintah Allah, menghindari larangan-larangan-Nya, dan Ridha atas segala ketetapan-Nya.
Benar sekali! Melaksanakan perintah-perintah Allah, menghindari larangan-larangan-Nya, dan meridhai segala ketetapan-Nya adalah bagian dari inti kewajiban seorang mukmin dalam keadaan apa pun.
1. Melaksanakan Perintah Allah: Ini mencakup melakukan segala yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Misalnya, menjalankan shalat, berpuasa, membayar zakat, berbuat baik kepada orang lain, dan sebagainya.
2. Menghindari Larangan Allah: Seorang mukmin juga harus menjauhi segala yang dilarang oleh Allah dalam agama. Misalnya, menjauhi perbuatan dosa seperti mencuri, berzina, meminum alkohol, dan sebagainya.
3. Meridhai Ketetapan Allah: Meridhai segala ketetapan Allah berarti menerima dan berserah diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya, baik dalam keadaan suka maupun duka. Ini mencakup menerima segala ujian dan cobaan yang diberikan Allah dengan ikhlas serta tetap bertawakal kepada-Nya.
Dengan melaksanakan perintah-perintah Allah, menghindari larangan-Nya, dan meridhai segala ketetapan-Nya, seorang mukmin dapat hidup sesuai dengan ajaran Islam dan mencapai kebahagiaan serta keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Dr. Nasrul Syarif M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo
0 Komentar