Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Pemberdayaan Perempuan di Sektor Pariwisata Jauh dari Sejahtera

Topswara.com -- Konferensi Pariwisata PBB ke-2 tentang Pemberdayaan Perempuan di Asia dan Pasifik, Harry Hwang selaku Director of the Regional Department of Asia and the Pacific UN Tourism berharap pelajaran yang dapat dipetik dari diskusi tiga panel akan membantu untuk mendobrak hambatan bagi generasi mendatang dan menginspirasi semua perempuan muda yang hadir untuk memulai karier yang cemerlang di sektor pariwisata. 

Dalam konferensi tersebut terdapat tiga panel diskusi utama yang diisi pakar dari negara-negara peserta. Adapun topiknya yaitu membahas peran perempuan dalam mempromosikan pariwisata berkelanjutan, menelaah bagaimana pendidikan dan pelatihan berdampak pada partisipasi perempuan di sektor pariwisata, dan mengatasi kekhawatiran terkait keselamatan dan menciptakan peluang perjalanan yang lebih mudah diakses bagi perempuan. 

Sedangkan tujuan diadakannya konferensi tersebut adalah mewujudkan pariwisata yang menawarkan peluang yang lebih banyak dan lebih baik untuk pemberdayaan perempuan dan anak, serta lingkungan pariwisata yang mewujudkan kesetaraan gender. (m.antaranews.com/2/5/2024/15:59WIB)

Dalam sudut pandang ala kapitalis, kesetaraan gender masih diusung bahkan dalam ranah pariwisata. Para perempuan dimotivasi untuk berkarir keluar rumah agar memiliki penghasilan yang tidak kalah dengan laki-laki. 

Tidak jarang setiap pekerjaan yang ditawarkan selalu mengeksploitasi perempuan itu sendiri. Diantaranya menampakkan kecantikan, perawakan yang ideal, aurat yang terbuka, bahkan sampai pada harus melayani nafsu para tamu yang mendatangi tempat kerja para perempuan ini. 

Atau yang memiliki wajah pas-pasan dan badan yang tidak ideal, di letakkan di bagian yang dibalik layar. Tidak lebih dari mencetak para pekerja untuk menguntungkan para kapital. 

Atas nama kesetaraan, para perempuan harus keluar dari fitrahnya. Ia dituntut menjadi tulang punggung. Sungguh betapa sengsaranya yang secara fitrah diciptakan menjadi tulang rusuk, harus beralih menjadi tulang punggung. 

Jika hanya sebatas menjadi pekerja, harus meninggalkan atau menitipkan anak-anaknya kepada orang lain dalam rentang waktu jam kerja yang lama, ditambah saat ini segala kebutuhan hidup serba mahal, tentu kerja banting tulang pun tak akan menjadikannya hidup sejahtera.

Meskipun promosi sektor pariwisata digencarkan, income yang dihasilkan tidaklah lebih besar daripada sektor pertambangan maupun sumber daya alam yang lain. Namun pengaturan dalam demokrasi kapitalisme justru menyerahkan sektor tambang yang melimpah ruah hasilnya ini kepada para investor asing dan aseng. 

Adapun anak generasi di negeri sendiri hanya sebagai pekerja di perusahaan milik asing. Sumber daya alam milik negara dikelola asing dan hasilnya dimiliki oleh asing. Sedangkan rakyatnya mendapatkan bagian kerusakan lingkungan dan kemiskinan pun tetap tak terelakkan. 

Rakyat sengaja dibodohi, agar para kapital yang penuh kerakusan memonopoli hasil kekayaan alam negeri ini. Jikalau terus demikian yang terjadi maka hidup sejahtera hanya mimpi.

Dalam sistem Islam, perempuan begitu dimuliakan. Ia bagaikan perhiasan yang tersimpan rapat di dalam rumah di dalam kamar di dalam lemari dan di dalam kotak perhiasan. Hanya orang tertentu yang boleh melihat dan menyentuhnya. Jika tertarik padanya hanya ada satu jalan penghalalannya yaitu dengan ikatan pernikahan. 

Perempuan tidak wajib bekerja. Jika ia ingin bekerja dibolehkan asal pekerjaannya tidak berkaitan dengan mengeksploitasi diri keperempuanannya. Nafkahnya ditanggung suaminya. Jika belum menikah maka ditanggung ayahnya. Jika ayahnya meninggal maka nafkah ditanggung keluarga laki-laki dari jalur ayah. Selamanya nafkah seorang wanita itu ditanggung. Jika keluarganya tidak mampu maka negara yang berkewajiban menanggungnya. 

Tidak ada kesetaraan gender dalam Islam. Yang ada adalah peran masing-masing dari laki-laki maupun perempuan sesuai dengan yang Allah perintahkan. Suami sebagai qawwam (pemimpin dalam rumah tangga). Ia juga memiliki kewajiban memberi nafkah pada istrinya, dan mendidiknya dengan baik. 

Istri memiliki peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (al umm warobatul bait). Peran ini begitu mulia. Ia adalah pendidik generasi. Di tangan seorang ibulah peradaban itu dibentuk. Jika para ibu bervisi misi surga, maka anak-anak yang dilahirkan adalah anak-anak bervisi misi surga pula. Inilah yang hendak dirusak oleh sistem kapitalisme. 

Mereka menjadi corong meneriakkan agar para perempuan harus setara dengan laki-laki, harus kerja, berpenghasilan sendiri, mandiri. Alhasil yang dilahirkan adalah generasi strawberry, sandwich, generasi mager, dan sebagainya. 

Apabila pengaturan kehidupan ini sesuai dengan apa-apa yang Allah perintahkan niscaya seluruh rakyat merasakan kesejahteraan. Bagaimana tidak? Kekayaan sumber daya alam dikelola sendiri oleh kaum muslimin, lapangan pekerjaan yang luas bagi laki-laki, kebutuhan hidup yang terpenuhi dengan mudah, kaum wanita merasa aman dan nyaman menjalankan perannya, tidak ada hukum yang tumpul ke atas tajam ke bawah. Demikianlah syariat Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah.

Wallahua'lam bishshawab.


Oleh: Iliyyun Novifana, S.Si.
Aktivis Muslimah 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar