Topswara.com -- Tanggal 1 mei merupakan peringatan hari buruh di seluruh dunia. Namun faktanya hingga kini nasib buruh masih jauh dari kata 'sejahtera'. Upah kerja yang tak sebanding dengan diperasnya tenaga ditambah lagi PHK di mana-mana. Menimbulkan kesenjangan sosial antara si miskin dan si kaya.
Apalagi tidak ada peran negara di dalamnya, membuat pengusaha semena-mena mengambil kebijakan. Dengan dalih pencapaian produksi dan keuntungan, nasib buruh dipertaruhkan.
Hasil survey menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia menyetop perekrutan karyawan baru pada tahun 2023 sebanyak 69 persen, lantaran khawatir ada pemutusan hubungan kerja (PHK). Dari 69 persen jumlah itu, 67 persen di antaranya merupakan perusahaan besar (CNN Indonesia, 26/04/24).
Sementara itu, kasus korupsi tata niaga timah menyebabkan penyitaan lima smelter atau pemurnian biji timah. Salah satu smelter, sudah melakukan PHK dengan jumlah 400 orang.
Perusahaan akan kembali melakukan PHK terhadap karyawan tetapnya sekitar 200 orang di tahap pertama, sehingga sekitar 600 pekerja terancam kehilangan pekerjaan. Di tambah lagi dengan empat smelter lain, maka jumlah pegawai smelter terkena PHK mencapai ribuan. Ini belum termasuk dengan penambang rakyat yang terganggu pekerjaannya (iNews.id, 28/04/24).
Sungguh miris, nasib buruh kian tragis. Terombang ambing oleh badai PHK dan minimnya lapangan kerja. Belum lagi persoalan upah rendah dan kondisi kerja yang tidak layak. Menambah deretan persoalan yang tidak pernah berujung tiap tahunnya. Seakan kesejahteraan bagi buruh hanyalah bunga tidur saja. Bahkan negara seolah acuh tak acuh terhadap nasib buruh, tanpa berperan di dalamnya.
Hal ini membuktikan dunia kapitalisme telah gagal mensejahterakan buruh/pekerja. Tak heran jika si kaya akan berkuasa terhadap si miskin. Apalagi setelah disahkannya UU Cipta Kerja yang sangat menguntungkan para pengusaha dan menambah penderitaan para pekerja.
Ditambah lagi adanya prinsip ekonomi kapitalisme yang meminimalkan pengeluaran untuk keuntungan yang melimpah. Artinya, biaya produksi dipangkas sekecil mungkin dengan cara memberi gaji rendah dan memperlama waktu kerja buruh untuk mendapat laba yang besar. Alhasil, buruh-lah yang menjadi korban keserakahan para pengusaha.
Disisi lain, negara hanya berperan sebagai regulator agar kepentingan pengusaha terpenuhi. Ini membuktikan bahwa dengan uang penguasa dapat dikendalikan oleh korporasi. Sehingga dengan mudahnya dibuat kebijakan yang sesuai pesanan mereka.
Sehingga, jika masih berada dalam cengkraman kapitalisme, nasib buruh akan tetap keruh. Lantas bagaimana kesejahteraan buruh bisa direalisasikan?
Ini berbeda dalam sistem Islam. Islam ialah sistem yang sempurna dalam mengatur kehidupan rakyatnya. Sangat berbeda dengan kapitalisme yang berlepas tangan terhadap kesejahteraan rakyat, seperti buruh. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat yang wajib di-riayah (diurusi) oleh negara. Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan setiap rakyat, termasuk para buruh.
Rasulullah saw. bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).
Pekerja akan mendapatkan upah yang sepadan dengan pekerjaannya. Antara pekerja dan pengusaha akan membuat kesepakatan (akad) mengenai upah, waktu kerja, jenis pekerjaan. Dengan begitu kedua belah pihak akan saling rela dan berjalan dengan adil.
Daulah Islam akan mengangkat pengupah dengan ketentuan orang yang benar-benar paham tentang pengupahan. Sehingga, antara pekerja dan pengusaha tidak ada yang terzalimi. Selain itu, negara memberikan jaminan sandang, pangan, papan, keamanan, pendidikan dan kesehatan.
Negara juga menjamin seluruh kebutuhan terpenuhi sehingga tidak ada lagi rakyat yang memiliki beban hidup yang berat. Seperti fakir miskin akan mendapatkan bantuan berupa zakat sampai mereka terbebas dari kemiskinan.
Dengan demikian, selama dunia masih berada dalam cengkraman sistem kapitalisme, para pekerja tidak akan mendapatkan upah/gaji yang adil. Begitu juga kesejahteraan akan semakin sulit digapai.
Solusi satu-satunya agar para pekerja mendapatkan keadilan adalah dengan menerapkan aturan Islam secara kaffah (menyeluruh). Dengan penerapan islam dalam segala aspek kehidupan, kesejahteraan buruh akan benar-benar terpenuhi bukan sekedar ilusi.
Wallahua'lam bishshawwab.
Oleh: Watini, S.Pd.
Pemerhati Masalah Publik
0 Komentar