Topswara.com -- Hampir tiap hari isi lini masa media sosial kita tidak luput dengan konten dan kasus terkait pornografi. Konten yang menurut peringatannya ditujukkan untuk 17 tahun ke atas ini nyatanya bukan hanya dikonsumsi oleh orang dewasa.
Banyak kasus kejahatan seksual yang ditemukan, ternyata tersangka yang merupakan penikmat konten-konten tersebut berasal dari berbagai macam lintas usia, baik dari usia anak-anak, remaja, orang dewasa bahkan manula.
Lebih tragisnya lagi, isi konten pornografi bukan hanya melibatkan orang dewasa tetapi anak-anak. Kita tidak lupa beberapa kasus pornografi anak seperti Nth room di Korea Selatan dan kasus perdagangan seksual yang dikenal dengan istilah open BO oleh anak perempuan via medsos yang akhir-akhir ini sedang naik daun di negeri kita.
National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) mengungkapkan terdapat 5.566.015 kasus pornografi anak di Indonesia dalam empat tahun terakhir, sehingga Indonesia menempati peringkat keempat dunia dan kedua di kawasan ASEAN (Republika News, 19/04/2024).
Jumlah yang mengejutkan itu membuat Menkopolhukam Indonesia, Hadi Tjahjanto menggelar pembentukan satgas agar mengatasi masalah pornografi online yang membunuh mental anak-anak.
Menurutnya, sebagian besar anak-anak yang mengalami pelecehan aktivitas buatan di Internet berusia antara 12 dan 14 tahun. Namun, Hadi berpendapat kalau ada anak-anak yang bersekolah di Taman Kanak-Kanak (PAUD) dan penyandang disabilitas yang menjadi korban pelecehan juga.
Beberapa kementerian yang terlibat dalam pembentukan satgas yakni Kemenpolhukam, Kemendikbudristek, Kemenag, Kemensos, Kominfo, dan Kemenkumham (Nasional Sindonews, 18/04/2024).
Melihat fakta yang ada ini rasanya membuat hati kita remuk karena tidak percaya anak-anak yang harusnya mendapat perlindungan orang dewasa malah terlibat dalam kekejian orang dewasa.
Pukulan kerasnya lagi yakni fakta bahwa Indonesia adalah negara yang mempercayai agama dan Tuhan. Di dalam dogma agama sendiri, perilaku seks di luar hubungan pernikahan dan tidak memanusiakan sesama manusia adalah hal yang jelas dilarang. Konten-konten pornografi yang membangkitkan gairah yang mengarah ke perbuatan tidak baik hanyalah perusak akal.
Anak-anak yang orang tuanya memberikan akses gawai secara bebas bisa mengakses situs-situs internet dan game yang mengandung unsur seksual tanpa filter. Komik yang tadinya diperuntukan hiburan anak-anak karena visualisasi dan bahasa yang mudah diserap malah dijadikan media vulgar.
Selain itu, permintaan konten pemenuhan fantasi seksual yang tidak masuk akal melibatkan banyak anak-anak sebagai korban. Jika kita membuka media sosial kita, sangat mudah untuk mendapatkan akses pornografi, sekalipun pemerintah berkata telah banyak memblokir situs yang dicap internet positif tetapi ternyata masih jauh dari kata cukup. Kita butuh penanganan pemberantasan pornografi anak yang mengangkat masalah dari akarnya.
Keseharian kita yang terpengaruh oleh liberalisme, sekularisme, dan materialisme ini membuat sulit untuk menyelesaikan akar masalah pornografi. Demand konten pornografi yang tinggi membuat industri porno berkembang pesat dengan nilai transaksi yang fantastis.
Tentu saja para materialis ini takkan memikirkan dampak buruk mata pencahariannya itu terhadap korban bahkan generasi kan? Materialisme membuat orang-orang hanya mementingkan materi tanpa tanggung jawab atas yang dilakukannya.
Pun dengan pemahaman liberalisme yang merasa sah-sah saja menikmati konten porno dan sah-sah saja melihat orang yang berhubungan seksual tanpa menikah, semata memuaskan pemahaman kebebasannya itu.
Oleh karenanya, mungkinkah menghilangkan pornografi dengan sistem saat ini? Ternyata, semakin tidak mungkin menumpas pornografi dengan sistem ini.
Satu-satunya sistem yang serius menangani pornografi adalah Islam. Islam sebagai cara berkehidupan memiliki syariat Allah sebagai petunjuk bermuamalah. Pemerintah dalam Islam akan serius dalam menutup akses-akses pornografi dari segala arah termasuk hukuman pada para tersangka.
Selain itu, ada jaminan kesejahteraan hidup sehingga masyarakat terjamin sandang, pangan, dan papan, sehingga tidak perlu melakukan pekerjaan tidak halal yang terkait pornografi.
Lalu, perlindungan terhadap anak amat diperhatikan karena Islam sangat sadar bahwa anak-anak adalah generasi penerus yang memiliki hak untuk dilindungi jiwa dan dirinya. Islam juga tidak berkompromi dengan celah-celah pornografi yang mana bisa kita lihat contohnya sekarang, berkompromi dengan para pengusaha produk konten pornografi.
Allah berfirman “Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami kelamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik” (QS. Al-Anbiya [21]: 74).
Berkaitan ayat ini, Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan, alasan mengapa perbuatan zina (termasuk praktik sodomi) pada ayat di atas menggunakan kata al-khaba’its adalah karena perbuatan tersebut dinilai sebagai dosa yang paling besar di bawah level dosa syirik atau menyekutukan Allah.
Rasulullah mengajarkan umat untuk berkomitmen dalam menerapkan hukum Allah di bumi-bumi-Nya. Manusia yang baik akal dan jiwanya pun lahir dari sistem yang bisa mempersiapkan generasi dengan baik.
Di dalam Islam memiliki pendidikan yang khas tentang bagaimana seseorang bertingkah laku, berpikir, saling menghormati, dan bukan hanya untuk pemenuhan syahwat saja seperti sekarang, melainkan kegiatan berkehidupan kita semua memiliki tujuan hanya untuk meraih keridhaan Allah dan pahala di sisi-Nya.[]
Oleh: Dyandra Verren
Alumnus Universitas Gunadarma
0 Komentar