Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Menyoal Nasib Kaum Buruh yang Tidak Kunjung Sejahtera


Topswara.com -- Dengan banyaknya seremonial May Day yang digelar setiap tahun, tidak hanya di Indonesia, bahkan dalam skala dunia, mungkinkah buruh sejahtera? International Labour Organization (ILO) setiap tahun tidak ketinggalan merilis tema-tema peringatan May Day tiap tahunnya. Mampukah aksi yang digelar tiap tahun memperjuangkan hak buruh mampu membawa nasib buruh ke arah lebih baik? Atau jangan-jangan nasib mereka makin menderita?

Sebenarnya bicara nasib buruh belum sejahtera alias masih sengsara itu mudah sekali, karena itu tidak hanya sekadar opini tetapi fakta di lapangan yang setiap May Day selalu diperjuangkan. Nasib buruh bukannya makin sejahtera, tetapi makin hari makin sengsara dan menderita. Mereka ditekan dengan berbagai banyak target tanpa mengutamakan sistem pengupahan yang layak. Biaya kebutuhan hidup makin meningkat, tetapi upah yang mereka dapatkan kecil, sehingga mereka sulit memenuhi kebutuhan hidup dan terkategorikan miskin.

Mengapa nasib buruh sulit sejahtera? Ada beberapa catatan terkait nasib buruh yang tak kunjung berakhir penderitaannya. *Pertama,* penerapan sistem kapitalisme. Kesejahteraan buruh dalam sistem kapitalisme hanya omong kosong. Sistem kapitalisme adalah sistem yang hanya menguntungkan para kapitalis. Rakyat akan menjadi tumbal banyak kebijakan yang akan menguntungkan kapitalis yang kongkalikong dengan penguasa.

Begitu pun buruh, buruh dalam sistem kapitalisme hari ini adalah rakyat yang dieksploitasi tenaganya untuk memperkaya perusahaan kapitalis. Di saat yang sama posisi negara lebih memihak kapitalis daripada nasib kaum buruh. Oleh karena itu, kesengsaraan kaum buruh itu terus terjadi di berbagai negara akibat penerapan sistem kapitalisme.

*Kedua,* demokrasi menjadikan kaum buruh sebagai komoditas jualan parpol dan isu pencitraan. Nasib kaum buruh jadi bahan kampanye, kaum buruh dianggap sebagai tulang punggung ekonomi tetapi nasibnya tidak pernah diperhatikan, bahkan menjadi sasaran kebijakan zalim kapitalisme yang mengeksploitasinya. Sekalipun dalam sistem demokrasi memberikan hak untuk unjuk rasa, tetapi suaranya tidak digubris. Kalau pun ada yang getol menyuarakan sistem pengupahan yang layak, justru nasib buruh tersebut terancam dipecat sampai diperksekusi. Aksi tiap may day itu hanya seremonial yang tuntutannya tidak pernah digubris pemilik kebijakan.

*Ketiga,* UU Omnibu Law memperparah nasib buruh karena memberi ruang eksploitasi buruh. Pemerintah bukannya membuat aturan yang menjaga hak buruh melainkan mengeluarkan UU sapu jagat omnibus law yang ditolak buruh dan para tokoh publik tetapi masih saja disahkan DPR. Boro-boro sejahtera, buruh makin dieksploitasi menjadi mesin pencetak uang oleh para kapitalis.

UU Omnibus Law membuka kran eksploitasi buruh. Pertama, soal outsourcing seumur hidup. Perusahaan bisa melakukan outsourcing atau kontrak kerja seumur hidup dan ini dinilai merugikan kaum buruh karena tidak ada jaminan upah yang signifikan di dalamnya. Selain itu, mereka bebas menghentikan kontrak ketika mereka perlukan.

Mirah Sumirat Presiden Aspek mengatakan perusahaan lebih mudah melakukan PHK. Ia juga menyampaikan, Omnibus Law UU Cipta Kerja dinilai memuat pasal yang mengganjal buruh terkait upah murah yang penetapannya tidak melibatkan buruh, hingga tidak dibatasinya aturan pekerja kontrak dan dalam sektor-sektor tertentu perusahaan bebas melakukan penambahan jam kerja.

Buruh dihadapkan pada tantangan kerja yang harus bersaing dengan tenaga kerja asing. Mudahnya perusahaan asing membangun perusahaan di sini dan boleh memakai tenaga kerja asing. Atau mudahnya tenaga kerja asing masuk di negeri ini juga menjadi bukti kecacatan UU Omnibus law. Anehnya walaupun banyak yang menolak, UU ini tetap disahkan dan diterapkan di negeri ini.

Dari paparan di atas telah mempertegas May Day itu hanya seremonial yang tidak akan mampu memperjuangkan nasib buruh dan tidak bisa mengubah mereka menuju kesejahteraan. Kesejahteraan hanya sebatas janji dan retorika yang tidak akan mampu diwujudkan jika komponen yang mewujudkannya masih menggunakan perangkat sistem kapitalisme. Apa pun aksi yang dilakukan buruh pemerintah tidak akan mampu mewujudkannya karena .pemerintah lebih mengutamakan posisi pemilik modal daripada kaum buruh. Itulah fakta yang terjadi dalam tatanan kapitalisme. Oleh karena itu, jika ingin perubahan harus menggunakan perangkat aturan yang adil yang bersumber dari Allah SWT.

Oleh. Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar