Topswara.com -- Kasus penistaan agama terus saja berulang di negeri kita. Agama yang harusnya menjadi keyakinan tertinggi dan kitab suci yang harusnya kita jaga kesuciannya. Kini sudah dianggap sesuatu yang bernilai biasa saja, tidak sakral, bahkan sama sekali tidak berharga.
Inilah buah diterapkannya akidah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama, kitab suci, serta simbol-simbol keagamaan tidak lagi jadi sesuatu yang sakral yang harus ditinggikan dan dihormati oleh semua pihak.
Seperti dalam video yang viral baru-baru ini, dalam video tersebut digambarkan seorang laki-laki dengan sengaja menginjak Al-Qur'an. Dari narasi yang beredar, AK melakukan aksi penistaan itu sebagai sumpah pada istrinya bahwa dia tidak berselingkuh.
Belakangan diketahui AK ternyata salah satu oknum pejabat di Dinas Perhubungan (Dishub). Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengaku telah menerima laporan dugaan penistaan dengan terlapor Asep Kosasih. Laporan tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/2642/V/2024/SPKT/Polda Metro Jaya.(tribun, sabtu 12 /Mei/ 2024)
Di Indonesia, hukum penistaan agama diatur dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun isi pasal tersebut adalah: “Setiap orang dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penistaan terhadap suatu agama”.
Begitulah hukum Indonesia mengatur tentang penistaan agama, anehnya walaupun sudah ada aturan hukum pidana yang mengatur pelanggaran tersebut.
Nyatanya penistaan agama terus saja berulang. Ini menunjukkan bahwa aturan yang ada tidak tuntas menyelesaikan masalah. Undang-undang yang longgar dan hukuman yang yang tidak membuat jera membuat pelaku penistaan agama terus bertambah dan kasusnya terus berulang.
Dalam negara kapitalis yang berasaskan sekularisme dan menjunjung tinggi kebebasan, manusia dibolehkan bebas berprilaku, berpendapat, dan berekspresi, atas nama hak asasi manusia. Sehingga akibat fatalnya, dalam sistem ini manusia dengan bebas berpendapat, berperilaku dan berekspresi sekalipun berindikasi menista agama.
Sementara umat yang agamnya dinista hanya dihimbau untuk bersabar dan tidak berbuat anarkis, namun tanpa perlindungan dan jaminan agamanya tidak dinistakan lagi. Padahal seyogianya negaralah yang menjaga dan melindungi kemuliaan dan kesucian agama.
Islam mendudukan agama sebagai sesuatu hal yang paling vital. Negara dalam Islam wajib melindungi ketinggian dan kemuliaan agama. Negara juga harus memastikan setiap orang Islam memeluk dan melaksanakan akidah dan syariahnya secara benar.
Negara akan menindak tegas dengan penerapan sanksi sesuai hukum syara yang bersifat jawabir dan jawazir ketika terjadi penistaan agama. Seperti yang dilakukan baginda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang pernah menerapkan saksi bunuh terhadap pelaku penistaan agama.
Di masa Khilafah Utsmaniyah, negara bersikap tegas dengan menyiapkan pasukan perang untuk menyerang Prancis ketika diketahui bahwa di sana akan diadakan pertunjukan opera yang isinya menghina Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Oleh karena itu hanya sistem Islam yang mampu menuntaskan penistaan agama hingga akarnya.
Wallahu ‘alam bishawab.
Oleh: Wibi Fanisa
Aktivis Muslimah
0 Komentar