Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kriminalitas Merajalela, Harga Nyawa Makin Murah?

Topswara.com -- Sungguh tragis, harga nyawa seakan makin murah saja. Kasus pembunuhan berulangkali menggemparkan berita media tanah air seperti yang terjadi akhir-akhir ini di Ciamis, Bekasi dan Bali. 

Bagaimana bisa seorang suami tega membunuh dan memutilasi istrinya sendiri setelah mereka terlibat cekcok. Itulah yang terjadi pada TBD (50) alias Tarsum kepada istrinya Yanti (44) di wilayah Rancah, Ciamis, Jawa Barat yang tentunya mengejutkan banyak pihak lantaran setelah memutilasi korban, pelaku sempat menjajakan baskom yang berisi jasad istrinya kepada warga di sekitar tempat kejadian. (cnnindonesia.com 05052024).

Pembunuhan sadis juga terjadi di Bekasi antar rekan kerja yang mana jasad korban ditemukan dalam koper hitam di Jalan Inspeksi Kalimalang, Cikarang Bekasi oleh petugas kebersihan. Selain membunuh korbannya, pelaku juga membawa kabur uang Rp 43 juta yang dipegang oleh korban yang notabene seorang kasir di tempat mereka bekerja. 

Alasan membawa kabur uang tersebut menurut penuturan pelaku adalah diperuntukkan membiayai acara resepsi pernikahan pelaku dengan istrinya. Namun dengan kejadian ini, bukan hanya batal acara resepsinya, tetapi pelaku juga harus mendekam di hotel prodeo untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Yang lebih memilukan lagi adalah pembunuhan suami terhadap istrinya di Minahasa Selatan, Sulawesi Utara karena pelaku kesal dan cemburu dengan sang istri akibat mengigau saat tidur. Selain menghajar istrinya dengan parang hingga tewas, pelaku juga membuat kritis sang mertua karena sang mertua menghalangi pelaku membunuh bayinya yang masih berusia sebulan. Pelaku dan korban saat ini mempunyai dua anak balita.

Apapun motif dan latar belakangnya, sungguh seakan harga nyawa manusia makin murah saja. Hukum yang berlaku seakan tidak lagi membuat takut para pelaku pembunuhan. Hukuman pembunuhan maksimal diganjar dengan hukuman seumur hidup, belum kalau diberi keringanan di kemudian waktu. 

Belum lagi, kalau bisa lebih diperingan lagi dengan melakukan lobi-lobi dan suap kepada petugas pelaksana hukum. Bahkan, hukuman penjara yang ada juga belum tentu membuat pelaku maksiat insaf. Banyak praktik di lapangan yang membuat hukuman tersebut tidak benar-benar sesuai dengan tujuannya. Tentunya hal tersebut terjadi karena tawar-menawar dengan uang alias suap. 

Akhirnya yang ada dalam persepsi sebagian besar orang adalah menyepelekan secara umum hukum yang ada. Sudahlah tak sebanding dengan kejahatannya, bisa dibeli pula. Orang terdorong melakukan kejahatan konsesuensinya dipikir nanti saja. 

Padahal, dalam Islam sudah jelas, harga satu nyawa manusia ini sangatlah tak ternilai. Nabi bersabda, hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak. (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455). 

Islam merupakan agama sekaligus ideologi, dimana ajarannya lengkap meliputi semua hal termasuk bagaimana penjagaan nyawa manusia. Hal ini tercermin dari hukum qishash yaitu dibalas dengan setimpal berupa dibunuh pelakunya apabila terbukti secara sengaja melakukan pembunuhan. 

Terkecuali apabila keluarga korban memaafkan, maka pelaku cukup membayar diyat atau denda berupa 100 ekor unta yang dibayar pelaku kepada pihak keluarga korban secara tunai.  

Kasus kriminalitas pembunuhan yang marak tidak cukup juga hanya diselesaikan dengan hukuman yang setimpal saja, faktor-faktor penyebabnya juga harus bisa dicegah pula, karena hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 

Bila variabel pencegahnya yaitu situasi atau kondisinya tetap mendorong orang melakukan tindakan kriminal, tentu solusi atas permasalahan ini tidak bisa tuntas dengan optimal.

Ada hal yang lebih penting daripada sekedar takut akan hukuman dunia, yaitu menghadirkan suasana dimana masyarakat memahami hakekat hidup di dunia yang membuat mereka jauh lebih takut dengan hukuman di akhirat. 

Suasana seperti inilah yang tidak akan tumbuh pada sistem kapitalisme sekuler saat ini. Karena sampai kapanpun juga, sistem sekuler ini selalu menafikan hadirnya keterikatan manusia dengan akhirat.

Wajar apabila kita tengok negara maju adikuasa seperti Amerika Serikat (AS) memiliki tingkat kriminalitas pembunuhan yang tinggi tiap menitnya. Negara ini di satu sisi mempunyai standar pendapatan masyarakat dimana low income-nya adalah mereka yang pendapatannya dibawah Rp 40 juta, namun ketenangan dan kedamaian masyarakat tentu jauh berbeda bila dibandingkan dengan negara berkembang seperti Indonesia. Di AS sudah biasa orang menyelesaikan segala suatu urusan dengan “dar der dor” karena memang pemilikan senjata api dilegalkan. 

Hal ini berbeda sekali dengan sistem Islam yang sudah pernah diterapkan selama lebih dari 14 abad, dimana angka kriminalitas kecil sekali. Hal tersebut dikarenakan penerapan sistem Islam mampu menjadi pencegah maupun penyelesai segala permasalahan manusia termasuk kriminalitas. Sistem Islam berasal dari akidah Islam yang sehingga akan selalu membuat manusia terkait dengan akhirat, dan hal tersebut sesuai dengan fitrah manusia. 

Selain itu, penerapan sistem Islam telah menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang biasanya menjadi pemicu manusia melakukan tindakan kriminalitas seperti masalah ekonomi, sosial, pergaulan, keluarga dan sebagainya.


Oleh: Ratna Mufidah, S.E.
Aktivis Muslimah
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar