Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kriminalitas Anak meningkat, Saatnya Orang Tua Sambut Amanat

Topswara.com -- Anak berhadapan dengan hukum (ABH), anak menjadi perilaku kriminal sudah teramat sering kita dengar. Mulai dari bullying lisan hingga kenakalan di luar nalar seperti menyiksa dan membunuh pun kerap menghiasi media. 

Berulangnya peristiwa menyayat hati tersebut, sering hanya direspons masyarakat dengan rasa prihatin sesaat. Sambil berdoa agar anak kita tak terlibat dan selamat. Dampaknya peristiwa seperti ini serasa tiada habisnya.

Entah butuh berapa peristiwa mengerikan lagi agar bisa membuat kita sadar. Bahwa peristiwa tersebut adalah alarm keras untuk kita sebagai orang tua dan negara sebagai penjaga rakyatnya. Betapa pengabaian pada generasi telah menunjukkan hasilnya yakni berupa kerusakan yang merata. 

Sesungguhnya anak tidak mendadak bermasalah. Ada proses panjang dalam merusak anak kita. Dan itu butuh usaha keras. 

Karena hakikatnya anak kita semua terlahir dalam keadaan baik dan membawa serta bibit kebaikan dari Rabb-nya.Kita yang tak jeli mengamati perubahan dan pergeseran fitrahnya. Kita yang lalai menumbuhkan fitrahnya sehingga mereka tak hidup sebagai manusia seutuhnya. 

Perlu kita sadari bahwa hari ini kita hidup di era kapitalisme yang rusak dan merusak. Negeri ini pun mengadopsi peradaban kapitalisme, maka menjadi hal mudah kita jumpai kerusakan di sekitar kita. 

Kapitalisme yang memandang bahwa kebebasan, harta dan materi adalah segalanya, sehingga cuan menjadi tujuan utama dalam setiap aktivitas orang yang mengadopsinya. 

Begitu pula pembangunan di negeri ini yang di-setting ala kapitalisme. Semua hanya diarahkan sekedar mendapatkan cuan. Kebebasan kepemilikan yang diagungkan dalam kapitalisme, jelas akan menuntun para pemilik modal berlomba menguasai pintu-pintu strategis penghasil cuan, meskipun harus menyingkirkan banyak orang. 

Kapitalisme juga memandang bahwa harta adalah penentu benar dan salah, bahkan mulia dan tidaknya seseorang sangat ditentukan pada aspek yang sifatnya fisik, semisal pakaian, jenis kendaraan dan jumlah nominal rekeningnya. 

Pemikiran ala kapitalisme ini jelas akan menghasilkan pembangunan yang menguntungkan sebagian orang dan menyingkirkan banyak orang. Sehingga pembangunan ala kapitalisme, sangat berpotensi memunculkan dark spot. Yakni wilayah hitam yang biasanya terisi orang-orang tersingkir dan ingin cepat kaya agar dianggap mulia.  

Maka munculnya prostitusi, pornografi, narkoba, usaha tempat tempat maksiat pasti akan menjadi pengikut pembangunan ala kapitalisme. Dark spot inilah yang siap melibas anak kita sehingga mudah terseret arus kriminalitas. Mereka punya cara halus untuk menyeret anak-anak kita. 

Di sisi lain karena kemuliaan dalam kapitalisme adalah harta, orang berlomba mati-matian mengejarnya. Sehingga sangat mungkin banyak orang tua yang menyibukkan diri mengejar materi. 

Dampaknya mereka tak punya waktu cukup untuk anak-anaknya. Jadilah pendidikan terhadap anak terbengkalai. Anak anak pun jadi lonelyness.  

Bahayanya, area dark spot ini yang kemudian akan menawarkan 'cinta' , kebersamaan dan kesetiakawanan pada anak-anak kesepian ini.

Tidak berhenti di sini kerusakan yang ditimbulkan kapitalisme. Di antara rasa bingung masalah pendidikan anak, sekolah mencoba menawarkan solusi. Dengan mendeklarasikan diri sebagai satu satunya tempat pendidikan.  

Dan hal ini ternyata disambut banyak orang tua. Makin pintarlah para orang tua menitip anak di sekolah. Interaksi sekolah dan orang tua siswa tak lebih dari sekadar transaksi jual beli yang jauh dari keberkahan. 

Ditambah kurikulum yang jauh dari suasana iman, serta khas kapitalisme yang diterapkan. Klop sudah, upaya perusakan generasi kita. Maka tak usah heran jika saat ini kita saksikan mereka yang tersekolahkan dengan baik tidak menjamin terdidik dengan baik. 

Bisa jadi mereka sekolah tinggi tetapi juga doyan korupsi, bisa jadi mereka tersekolahkan di tempat yang baik tapi juga menjadi pelaku bully bahkan tega membunuh teman sendiri. 

Melihat daya rusak kapitalisme pada generasi, hendaknya kita segera menginsyafi untuk melakukan perubahan di negeri ini. Sambutlah peran kita sebagai orang tua. Tanggung jawab pendidikan hakikatnya ada di pundak kita bukan di sekolah.

Menumbuhkan fitrah ananda adalah kewajiban tiap orang tua. Fitrah inilah yang akan menjadikan anak kita manusia seutuhnya. Dengan bekal fitrah yang tumbuh dengan baik, kita berharap ananda bisa menyelamatkan diri nya dari badai kerusakan yang diciptakan kapitalisme. 

Mereka yang tumbuh fitrahnya ibarat ikan yang hidup di lautan. Dia tidak akan jadi asin walau dia tinggal di laut. Namun saat dia mati maka dalam waktu cepat dia akan asin. Begitu juga manusia, saat fitrahnya mati maka secepat kilat dia akan mudah diwarnai lingkungannya. 

Tidak cukup menyambut kembali peran kita sebagai pendidik pertama dan yang utama untuk ananda. Kita pun perlu menyelamatkan masyarakat dari bahaya kapitalisme. Karena bagaimana pun kita adalah bagian dari masyarakat. 

Rusaknya masyarakat pasti berdampak pada kita, baik langsung maupun tidak langsung. Mari selamatkan masyarakat dengan bergandeng tangan mendakwahkan Islam. Karena hanya Islam yang akan mengembalikan manusia pada fitrahnya. []


Oleh: Titin Erliyanti, S.Pd.
(Pengasuh Kajian Baiti Jannati)
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar