Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Kasus Kelaparan, Keniscayaan dalam Sistem Kapitalisme

Topswara.com -- Kelaparan, salam satu persoalan yang terus saja terjadi tanpa ada kejelasan penyelesaiannya. Rasanya setiap tahun, masalah ini selalu muncul dan menjadi salah satu topik yang dibahas juga. Namun nyatanya tetap saja tak bisa diselesaikan sampai tuntas. 

Sebagaimana yang diberitakan oleh salah satu laman nasional bahwa Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) lewat FAO mengungkapkan masih banyak negara atau wilayah yang mengalami kelaparan. Setidaknya ada 59 negara mengalami kelaparan akut. Setidaknya 1 dari 5 orang di negara tersebut mengalami kelaparan. 

Hal tersebut didapat dari data laporan bertajuk Global Report on Food Crises 2024. Dari sana didapati bahwa di 59 negara pada 2023 tercatat 282 juta jiwa mengalami tingkat kelaparan akut yang tinggi. Jumlah tersebut ternyata meningkat 24 juta jiwa dari tahun sebelumnya. Penyebab hal tersebut adalah meningkatnya laporan konteks krisis pangan dan ketahanan pangan mengalami penurunan tajam. Utamanya di Jalur Gaza dan Sudan.

Antonio Gutteres, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan krisis kelaparan harus segera ditangani. Utamanya mengubah sistem pangan serta mengatasi penyebab kerawanan pangan dan gizi. (cnbc Indonesia.com, 04/05/2024) 

Persoalan di atas adalah salah satu masalah yang muncul ketika sistem yang ditetapkan tidak menjamin kesejahteraan rakyatnya. Padahal makan termasuk dalam kebutuhan vital manusia yang harus segera ditangani karena sifatnya mendesak. Jika tidak ditangani dengan cepat, maka nyawa menjadi taruhannya. 

Berbicara sistem kapitalis, gambaran nyata yang tampak adalah negara tidak mau meri ayah rakyatnya dengan baik. Hal tersebut karena negara memandang bahwa rakyat harus bisa mandiri dan mampu mencukupi seluruh kebutuhannya, paling utama kebutuhan pokoknya. 

Tetapi kenyataannya, bagaimana bisa mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya jika pekerjaan saja tidak mereka dapatkan atau penghasilan yang ala kadarnya alias sedikit. Belum lagi jika kita kembali ke beberapa tahun yang lalu. 

Hantaman virus Covid-19 telah meluluhlantakkan seluruh lini kehidupan manusia. Termasuk di dalamnya sisi ekonomi masyarakat dan tak sedikit yang terkena PHK. Alhasil, kondisi masyarakat benar-benar berada di bawah. 

Ditambah lagi, penguasaan SDA yang ada di negeri berkembang tidak sepenuhnya dikelola oleh negara. Bahkan negara tampak berlepas tangan dan menyerahkan kepada pihak swasta baik asing maupun dalam negeri. Sehingga wajar jika hanya sebagian orang saja yang merasakan kenikmatan SDA tersebut. Dan cuan yang dihasilkan masuk pada koper-koper pengelola. 

Itulah gambaran wajah kapitalisme yang sekarang benar-benar kita rasakan. Sebagian masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan vitalnya dikarenakan penghasilan yang minim tadi. Begitu jahatnya sistem kapitalisme ini, hingga masyarakat dibuat susah lagi sempoyongan. 

Hal tersebut tentunya sangat kuah berbeda dengan konsep Islam ketika diterapkan dalam kehidupan. Konsep ini sangat jauh berbeda dengan sistem ekonomi Islam. 

Dengan aturannya yang rinci lagi sempurna, Islam mampu menyelesaikan seluruh masalah yang muncul dalam kehidupan manusia. Termasuk dalam ranah kebutuhan vital masyarakat, SDA, lapangan pekerjaan, dan yang lainnya. Satu sama lainnya akan saling berkaitan.

Pertama, di dalam Islam, para penguasa yang ada akan menerapkan seluruh aturan Islam dalam kehidupan manusia. Termasuk menjadikan akidah sebagai fondasi ketika melakukan sesuatu. 

Riayah yang dilakukan negara benar-benar menyentuh individu per individu rakyat. Itu karena Islam menyuruh kepada pemerintah dalam hal ini penguasa untuk me riayah rakyatnya secara baik. Kebutuhan yang bersifat vital akan dipastikan apakah semua rakyat telah sempurna pemenuhannya (individu per individu) atau belum karena ini tanggung jawab negara. 

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW. 
"Imam (kepala negara) itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya."

Kedua, konsep kepemilikan yang harus jelas. Dalam Islam terbagi menjadi 3 bagian. Kepemilikan negara, individu, dan umum. Berkaitan dengan pengelolaan SDA, maka hal itu termasuk pada kepemilikan umum dan wajib bagi negara untuk mengelolanya secara sempurna dan totalitas. Kemudian mengembalikan hasilnya secara penuh ke masyarakat. Sehingga seluruhnya merasakan SDA yang ada di wilayah atau negaranya. 

Sebagaimana hadis:
Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api. (HR. Abu Dawud dan Ahmad) 

Ketiga, negara mempunyai pos pemasukan yang banyak sehingga mampu untuk memberikan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Sumber itu seperti, fa'i, kharaj, jizyah, dan yang lainnya. Pemasukan tersebut nantinya akan disimpan dalam kas negara, baitulmal. 

Negara akan menggunakannya untuk kemaslahatan umat. Seperti pemenuhan kebutuhan pokok tadi, membangun jalan raya, fasilitas umum, sekolah, masjid, dan yang lainnya. 

Keempat, negara akan membuka lapangan pekerjaan yang banyak agar seluruh rakyat bisa bekerja dan mendapat penghasilan. Utamanya adalah untuk laki-laki yang sudah mempunyai tanggungan anak dan istri. 

Salah satunya adalah dengan dikelolanya SDA sevara penuh oleh negara maka akan membuka lapangan kerja. Tentunya dengan gaji yang besar. Hal tersebut dilakukan agar kepala keluarga mampu memenuhi kebutuhannya dengan baik. sandang dan papan.

Itulah gambaran riayah negara terhadap rakyatnya. Tak ada lagi angka kemiskinan yang meroket dan berulang seperti yang ada di sistem sekarang. Karena sejatinya Islam akan nenar-nenar tanggung jawab terhadap nasib seluruh rakyat. 

InsyaAllah jika sistem Islam diterapkan maka kesejahteraan itu akan terwujud dan keberkahan akan datang juga. Termasuk rida Allah SWT. tentunya akan kita dapati. Semoga sistem Islam segera tegak kembali di muka bumi ini agar kita benar-benar merasakannya. Tidak lupa terus menyebarkan Islam ke berbagai penjuru dunia agar segera bisa diterapkan. 

Wallahualam bissawab.


Oleh: Mulyaningsih 
Pemerhati Anak dan Keluarga 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar