Topswara.com -- Nasib buruh yang tidak kunjung sejahtera dari tahun ke tahun tentu berdampak terhadap kondisi yang ada. Pertama. Soal kondisi politik, aksi kaum buruh yang memperjuangkan nasibnya berpotensi memicu kericuhan. Namun, bagaimana pun aksi yang mereka gelar, tetap saja suara mereka jarang didengar. Kaum buruh tidak sedikit yang mendapatkan pemecatan, persekusi, hingga kriminalisasi jika mereka terlalu vokal dalam menyampaikan aspirasinya. Nasib kaum buruh kerap dijadikan dagangan politik untuk meraup suara, tetapi ketika suara buruh sudah teraup, kondisi mereka sama saja bahkan bisa lebih parah. Setelah suaranya dibutuhkan, tetap yang diutamakan kepentingannya adalah para pemilik modal yang mensponsori kampanye.
Kedua. Hidup kaum buruh cenderung miskin, karena biaua kehidupan yang tinggi dan gaji kecil. Sekalipun buruh dianggap sebagai tulang punggung ekonomi, tetap saja yang didengarkan kepentingannya adalah para kapitalis. Kaum buruh tidak punya power dalam menyampaikan tuntutannya. Paling banter mereka bisa aksi, setelah aksi mereka harus menerima kondisi hidup sengsara dalam sistem kapitalisme.
Biaya kesehatan dan pendidikan yang mahal, sekalipun ada jaminan sosial itu belum bisa menutupi segala began hidup di sistem hari ini. Tantangan ekonomi yang harus dihadapi buruh yaitu dari upah rendah, kerja tidak layak bahkan tidak manusiawi, hingga ancaman PHK massal, mereka dihadapkan dengan sulitnya mencari pekerjaan.
Ketiga. kondisi sosial ketika tekanan ekonomi tinggi adalah maraknya kasus kriminalitas dan kejahatan. Sulitnya mendapatkan penghidupan yang layak memicu tindakan kejahatan dan kasus-kasus kriminalitas. Belum lagi kebutuhan dan gaya hidup memaksa mereka masuk ke lingkaran setan yang dibuat pinjaman online maupun jebakan judi online. Hal ini memperparah kondisi sosial masyarakat.
Hal ini telah mengonfirmasi kebobrokan sistem kapitalisme yang hanya mampu memberikan solusi tambal sulam terkait problematik kaum buruh yang tidak kunjung usai. Apabila umat belum menyadari bobrokanya sistem kapitalisme dan tidak segera hijrah ke arah sistem Islam secara paripurna niscaya kerusakan yang diciptakan sistem akan makin besar dan menganga. Karena sistem yang bersumber dari hawa nafsu manusia tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan.
Kedua. Hidup kaum buruh cenderung miskin, karena biaua kehidupan yang tinggi dan gaji kecil. Sekalipun buruh dianggap sebagai tulang punggung ekonomi, tetap saja yang didengarkan kepentingannya adalah para kapitalis. Kaum buruh tidak punya power dalam menyampaikan tuntutannya. Paling banter mereka bisa aksi, setelah aksi mereka harus menerima kondisi hidup sengsara dalam sistem kapitalisme.
Biaya kesehatan dan pendidikan yang mahal, sekalipun ada jaminan sosial itu belum bisa menutupi segala began hidup di sistem hari ini. Tantangan ekonomi yang harus dihadapi buruh yaitu dari upah rendah, kerja tidak layak bahkan tidak manusiawi, hingga ancaman PHK massal, mereka dihadapkan dengan sulitnya mencari pekerjaan.
Ketiga. kondisi sosial ketika tekanan ekonomi tinggi adalah maraknya kasus kriminalitas dan kejahatan. Sulitnya mendapatkan penghidupan yang layak memicu tindakan kejahatan dan kasus-kasus kriminalitas. Belum lagi kebutuhan dan gaya hidup memaksa mereka masuk ke lingkaran setan yang dibuat pinjaman online maupun jebakan judi online. Hal ini memperparah kondisi sosial masyarakat.
Hal ini telah mengonfirmasi kebobrokan sistem kapitalisme yang hanya mampu memberikan solusi tambal sulam terkait problematik kaum buruh yang tidak kunjung usai. Apabila umat belum menyadari bobrokanya sistem kapitalisme dan tidak segera hijrah ke arah sistem Islam secara paripurna niscaya kerusakan yang diciptakan sistem akan makin besar dan menganga. Karena sistem yang bersumber dari hawa nafsu manusia tidak akan mampu mewujudkan kesejahteraan.
Oleh. Ika Mawarningtyas
Direktur Mutiara Umat Institute
0 Komentar