Terbaru

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Hardiknas, Mampukah Merdeka Belajar Mewujudkan Generasi Berkualitas?

Topswara.com -- Hari pendidikan nasional (Hardiknas) diperingati setiap tanggal 2 Mei. Kali ini Pemerintah menetapkan tema peringatan Hardiknas tahun 2024 adalah “bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Seiring peringatan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei 2024, bulan Mei tahun ini juga dicanangkan sebagai bulan Merdeka Belajar.

Tatkala kita merayakan Hari Pendidikan Nasional, penting untuk merefleksikan peran serta merdeka belajar dalam mewujudkan generasi berkualitas. 

Merdeka belajar bukan sekadar konsep, tetapi suatu landasan yang menghadirkan kesempatan bagi setiap individu untuk mengejar pengetahuan tanpa batas dan mengembangkan potensi mereka secara maksimal.

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) membuat terobosan melalui Kurikulum Merdeka. Kurikulum Merdeka dirancang sebagai bagian dari upaya untuk mengatasi krisis belajar yang kemudian semakin diperparah karena pandemi Covid-19. 

Ditandai oleh rendahnya hasil belajar peserta didik, bahkan dalam hal yang mendasar seperti literasi membaca. Kemendikbudristek kemudian membuat sebuah transformasi system Pendidikan guna mengakselerasi kualitas SDM. 

Adapun tujuan dari kurikulum merdeka adalah memberikan keleluasaan kepada pendidik untuk menciptakan pembelajaran berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan dan lingkungan belajar peserta didik. (Kompas.com, 30/07/2023)

Dalam penerapannya, kurikulum merdeka memiliki tiga karakteristik: pertama, pengembangan soft skills dan karakteristik melalui projek penguatan profil pelajar pancasila. 

Kedua, fokus pada materi esensial, relevan, dan mendalam sehingga ada waktu cukup untuk membangun kreativitas dan inovasi peserta didik dalam mencapai kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. 

Ketiga, pembelajaran yang fleksibel. Keleluasaan bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan tahap capaian dan perkembangan masing-masing peserta didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal. (Kemendikbud.go.id)

Dalam era yang terus berkembang dan penuh tantangan ini, pertanyaannya adalah: Mampukah merdeka belajar menjadi pendorong utama di balik generasi yang tangguh, bertakwa, berkualitas dan berkarakter mulia? 

Memang terjadi peningkatan skor litersai dan numerasi siswa, selama kurun waktu empat tahun berjalannya kurikulum merdeka ini namun yang selalu luput dari perhatian pemerintah saat ini adalah solusi atas kerusakan moral generasi peserta didik. 

Peserta didik hanya diarahkan kepada kompetensi atau daya saing atas sesuatu yang bersifat materi, namun melupakan aspek pembinaan agama dan mental. Sehingga kriminalitas seperti bullying di dunia pendidikan kerap terjadi.

Berdasarkan hasil Asesmen Nasional 2021 dan 2022 atau Rapor Pendidikan 2022 dan 2023, sebanyak 24,4 persen peserta didik mengalami berbagai jenis perundungan (bullying). FSGI juga mencatat sepanjang 2023, ada 46,67 persen kekerasan seksual terjadi di sekolah dasar. 

Sementara itu, menurut Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), ada 30 kasus bullying sepanjang 2023. Ini hanyalah angka-angka yang tampak, belum kasus yang tidak terlaporkan. 

Makin kesini, generasi kita makin jauh dari karakter dan akhlak mulia. Potret buram pendidikan terjadi dalam semua aspek, mulai dari perundungan, pergaulan bebas, kekerasan seksual, hingga kehamilan di luar nikah. 

Problem remaja pelajar tidak pernah dituntaskan hingga ke akar-akarnya sehingga kasus kenakalan remaja terus berulang. Berulangnya potret buram ini semestinya dilakukan upaya mendasar untuk menuntaskan akar masalah penyebab kenakalan remaja, yakni secara sistemis. Pemerintah harusnya bersikap serius. Bukan sekadar mengganti kurikulum. 

Lahirnya kurikulum merdeka justru akan menguatkan sekularisme dan kapitalisme dalam kehidupan, melahirkan generasi yang buruk kepribadiannya, dan menjadikan generasi terjajah budaya barat yang rusak dan merusak. Boleh jadi di atas kertas terjadi peningkatan capaian belajar atau penilaian yang bersifat materi. 

Tetapi capaian karakter dan kepribadian mulia masih sangat jauh dari harapan. Kerusakan dan krisis moral generasi muda ini dikarenakan mandulnya peran agama sebagai sistem pengatur kehidupan.

Melihat fakta potret buram dunia pendidikan saat ini, seolah bertolak belakang dengan tujuan pendidikan nasional itu sendiri sebagaimana yang termaktub dalam pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia No 2 Tahun 1989 yakni, Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kehidupan manusia Indonesia seutuhnya, yakni manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki keterampilan dan pengetahuan, serta memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 

Berbeda dengan sistem aturan Islam. Islam memiliki sistem kehidupan yang sempurna dan berkualitas, termasuk sistem pendidikan di dalamnya. Sejarah Islam membuktikan generasi umat Islam tidak hanya kuat akidahnya, namun juga diakui keberadaannya serta sangat diperhitungkan kewibawaannya di mata dunia. Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan peserta didik yang memiliki identitas Islam, kuat, cerdas, serta sehat tubuh dan mentalnya.

Sejatinya pendidikan adalah salah satu aspek strategis yang menentukan generasi masa depan. Yang memiliki peran besar dalam membentuk karakter generasi pembangun dan penerus peradaban. Islam menargetkan terbentuknya generasi berkualitas, beriman, bertakwa, terampil dan berjiwa pemimpin serta menjadi problem solver. 

Dalam Islam ada tiga tujuan pokok dalam pendidikan :
Pertama, membangun kepribadian islami, pola pikir (akliah) dan jiwa (nafsiyah) yang islami dengan cara menyempurnakan pembinaan seiring dengan berakhirnya jenjang pendidikan sekolah.

Kedua, mendidik anak didik dengan keterampilan dan pengetahuan agar dapat berinteraksi dengan lingkungan yang berupa peralatan, inovasi, dan berbagai bidang terapan lainnya, seperti penggunaan peralatan listrik dan elektronika, peralatan pertanian, industri, dan lain-lain.

Ketiga, mempersiapkan anak didik untuk dapat memasuki jenjang perguruan tinggi dengan mempelajari ilmu-ilmu dasar yang diperlukan, baik yang termasuk tsaqafah seperti bahasa Arab, fikih, tafsir, dan hadis. 

Dalam sistem Islam tidak hanya peserta didik, guru pun harus memiliki kepribadian dan akhlak yang baik, Bukan sekadar penyampai ilmu, tetapi menjadi pembimbing yang baik serta menjadi uswah bagi para siswa. 

Untuk meraih keberhasilan di dunia pendidikan diperlukan peran sinergi erat antara keterpaduan tiga pilar penting. Dari individu yang akan membentuk keluarga islami, kemudian mengontrol masyarakat untuk melakukan amar makruf nahi mungkar serta negara yang harus menerapkan sistem aturan Islam. 

Kepala negara akan menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam setiap aspek kehidupan. Sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunah sehingga akan mewujudkan keberhasilan serta membentuk generasi yang berkualitas. Sebagaimana yang telah tercatat oleh sejarah bahwa Islam terbukti telah melahirkan para ilmuan dan cendekiawan pada masa kekhalifahan terdahulu. 

Generasi Islam adalah khairu ummah (umat terbaik) yang hanya akan lahir dari sebuah sistem yang baik pula, yakni sistem pemerintahan khilafah Islamiah. Olehnya itu problematika dunia pendidikan saat ini hanya dapat di selesaikan jika kita mengambil Islam sebagai sistem yang mengatur kehidupan. 

Wallahu alam bisshawab. 


Oleh: Nahwati 
Pegiat Literasi 
Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar