Topswara.com -- Indonesia dikenal dengan negeri agraris. Sebab sebagian besar penduduknya mata pencahariannya adalah petani. Hanya saja sekarang aspek ini kurang diminati oleh warganya, khususnya generasi milenial.
Oleh sebab itu untuk menarik para petani muda, belum lama ini Kementerian pertanian (Kementan) berencana untuk membangun klaster pertanian modern yang mengacu pada aturan pertanian di negara-negara asing.
Hal itu diungkapkan Mentan Andi Amran Sulaiman ketika mendatangi para petani Bojongemas, Kecamatan Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung. Menurutnya demi merealisasikan pertanian modern, pemerintah daerah perlu menyediakan lahan. Ia pun mengatakan sistem pertanian modern nantinya akan menggunakan mesin.
Mulai dari menanam hingga memanen dengan hanya menghabiskan anggaran senilai Rp.12 juta. Katanya pula biaya itu akan menghemat anggaran yang bernilai triliunan. Sedangkan yang akan menggarap pertanian tersebut adalah para petani milenial. (detikjabar, 7/5/24)
Rencana membangun klaster pertanian modern yang konon lebih hemat dari anggaran yang berjumlah triliun mungkin hanya retorika belaka. Karena faktanya anggaran untuk lahan tersebut semakin menyusut. Pada 2015 dana yang disediakan pemerintah mencapai Rp.32.72 triliun. Namun anggaran tersebut mulai berkurang hingga 2022 hanya Rp.14.45 triliun. (cnbc, 14/2/23)
Melihat fakta di atas, sepertinya keren bila pemerintah ingin memajukan petani dengan alat-alat canggih. Tenaga para petani digantikan dengan mesin-mesin berkapasitas tinggi dan modern.
Namun efektifkah? Karena tanpa disadari hal itu akan berdampak bagi para petani. Seperti yang kita tahu, kebanyakan dari mereka adalah buruh tani bukan pemilik lahan pertanian. Jadi secara tidak langsung akan menghilangkan mata pencaharian mereka.
Disamping itu, para petani juga harus merogoh sakunya dalam-dalam guna membeli mesin-mesin yang harganya mahal. Tentu saja semakin menambah beban bagi mereka. Ditambah bila hasil panen tiba, mereka menjualnya dengan harga murah. Hal itu tidak sebanding dengan modal yang telah dikeluarkannya.
Maka benarlah kata pepatah “sudah jatuh, tertimpa tangga pula” itulah yang kini dihadapi para petani bila wacana membangun klaster petani modern akan diterapkan nantinya.
Pertanian merupakan sejarah panjang dari negeri ini dan merupakan budaya negara. Bahkan disebutkan pertanian merupakan hidup matinya sebuah bangsa. Karena banyak hidup dari masyarakat tergantung dari aspek ini.
Bila pemerintah ingin mengambil kemajuan teknologi dan sains tentu boleh-boleh saja selama hal itu untuk kesejahteraan hidupnya, bukan justru membebani para petani.
Namun negara harus melihat kondisi, dan tetap memberikan ruang bagi para petani untuk melakukan aktivitasnya sebagaimana mestinya. Pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya agar para petani, khususnya para buruhnya tidak kehilangan mata pencahariannya.
Bukan sebaliknya membiarkan mereka menganggur yang akibat kehidupan mereka makin sengsara karena mesin-mesin canggihlah yang bekerja.
Hal ini makin menunjukkan berlepas tangannya negara dari tanggungjawab untuk memberikan kehidupan yang lebih baik kepada rakyatnya. Sebab sektor pertanian hakikatnya kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Terbukti banyak lahan pertanian yang semakin berkurang dan berganti fungsi. Karena tanah-tanah tersebut sebagian banyak telah menjadi milik para korporasi untuk dijadikan bisnis yang menguntungkan. Seperti membangun perumahan, pertokoan, infrastruktur dan bangunan lainnya yang menguntungkan.
Maka bukan suatu hal yang dibenarkan bila negara mengambil kemajuan teknologi tapi justru menyengsarakan rakyatnya. Padahal Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Tetapi itulah tabiat kapitalisme. Penguasa hanya berorientasi pada keuntungan semata. Tidak peduli apakah hal itu menyejahterakan rakyat atau tidak. Karena negara hanyalah sebatas regulator bagi para kapitalis. Kebijakan yang digulirkan bukan semata-mata untuk kepentingan rakyat tapi sesuai pesanan para kapitalis.
Seperti rencana membangun klaster pertanian modern jelas berpihak kepada kapitalis. Dengan alasan memajukan pertanian negeri, para korporasi menciptakan mesin-mesin canggih, dan dijual kepada rakyat dengan harga mahal. Maka makin terpuruk kehidupan rakyat.
Harapan hidup sejahtera hanyalah mimpi. Itulah sistem kapitalisme yang menjerat negeri ini. Negara yang semestinya lebih berpihak kepada masyarakat dengan memenuhi segala kebutuhan pokoknya.
Namun abai dan minim periayahnya. Sebaliknya hubungan negara dengan rakyat ibarat penjual dan pembeli. Sungguh ironis.
Karena itu, agar rakyat khususnya para petani bisa merasakan kehidupan yang layak dan sejahtera, dibutuhkan konsep sahih dalam pengelolaan pertanian dan kehadiran negara dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat serta dijalankan dengan ekonomi Islam.
Islam sebagai agama yang sempurna sekaligus sebuah mabda yang diturunkan oleh Allah SWT. untuk mengatasi segala problematika kehidupan manusia termasuk dalam sektor pertanian. Islam tidak menolak teknologi.
Justru negara yang mengadopsi sistem Islam diperbolehkan mengambil teknologi dari negara-negara lain. Sebab teknologi merupakan salah satu sarana untuk memudahkan aktivitas manusia.
Peradaban Islam pernah mengalami kemajuan yang luar biasa dalam segala aspek kehidupan termasuk pertanian selama berabad-abad lamanya. Negara akan menciptakan berbagai teknologi untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka melayani seluruh kebutuhan pokok umatnya.
Seperti menerapkan teknologi pertanian yang menjadi cikal bakal precision agriculture (pertanian satelit/manajemen lokasi tanaman spesifik). Teknik pertaniannya mengkombinasikan antara introduksi tanaman baru dengan penggunaan aturan pengairan terbaik dengan memakai mesin-mesin canggih. Walhasil lebih banyak lahan yang ditanami dan produksinya makin meningkat.
Negara dalam membangun pertanian bertujuan untuk kemaslahatan umat berdasarkan syariat. Begitupun akan mengatur secara ketat wilayah mana yang subur sehingga cocok menjadi pusat pertanian dan lahan mana yang tepat untuk pembangunan pemukiman, perindustrian, infrastruktur dan lain-lainnya. Dengan demikian tidak ada tanah yang sia-sia.
Begitulah negara dalam Islam akan bertanggung jawab terhadap rakyatnya dengan mengurusi, dan menjamin seluruh kebutuhannya dengan cukup. Pun mendistribusikan semua yang diperlukan umat secara merata sampai dipastikan kebutuhan seluruh individu terpenuhi.
Khilafah juga akan membagi-bagikan alat-alat pertanian dengan harga semurah mungkin bahkan gratis kepada rakyat yang tidak mampu agar bisa mengolahnya dengan baik. Juga menyediakan apa yang dibutuhkan oleh para petani. Diantaranya benih atau biji-biji tanaman, pupuk, dan lain-lain.
Tetapi negara akan menutup impor dan kerjasama yang bisa merugikan rakyat. Sehingga ketahanan dalam bidang pertanian akan terjaga tanpa intervensi negara asing.
Demikianlah Islam telah mampu membuktikan keberhasilannya dalam mengoptimalkan pertanian, dan berhasil melakukan revolusi pertanian dalam berbagai penemuan secara efektif. Sehingga bisa meningkatkan produksi pangan, dan rakyat hidup sejahtera.
Oleh karena itu untuk mewujudkan agar masyarakat (para petani) bisa merasakan kehidupan bahagia seperti di masa keemasan peradaban Islam, bukan tergantung pada membangun klaster pertanian modern.
Tetapi pada konsep pengelolaan yang dijalankan berdasarkan sistem sahih, yaitu Islam kaffah. Maka sudah saatnya syariat Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan manusia.
Wallahu a'lam bish shawab.
Oleh: Nuni Toid
Pegiat Literasi
0 Komentar